Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Mengenang Petenis Alex Karamoy, Teknik Top Spin Pukau Belanda

Ia terkenal antara lain karena teknik Top Spinnya.

Editor:
zoom-inlihat foto Mengenang Petenis Alex Karamoy, Teknik Top Spin Pukau Belanda
Ist
Foto penulis, Manenda AR Lalisang MSi
Penulis : Manenda AR Lalisang MSi

PADA tanggal 7 Juli 2012 Om Alex masih menyelesaikan les privat tenisnya kepada beberapa orang murid di Lapangan Tenis Rasuna Said Kuningan. Satu diantara muridnya adalah William keponakannya sendiri. di Jakarta, pria bernama lengkap Johan Alexander Karamoy (Alex) ini tinggal bersama keluarga adiknya Dr Ietje Lalisang‑Karamoy.

Seperti biasa, selesai memberi les, Om Alex akan pulang dengan kendaraan umum. Pada 7 Juli itu, saat tiba di sekitar Kalimalang dan menyeberang untuk pulang ke rumah beliau tertabrak sepeda motor. Waktu sudah menunjukan pukul 19.00 Wita ketika kabar tersebut sampai di rumah tempat tinggalnya.  

Om Alex begitu biasanya ia disapa. Sempat dirawat sekitar tiga minggu di Rumah Sakit (RS) Harum, Kalimalang, Jakarta Timur. Selama proses perawatan, kondisinya membaik namun nampak sekali semangat beliau menurun. Ia memang memilih hidup sendiri dan mengabadikan hidup sebagai seorang atlet yang mengharumkan nama bangsanya. Sebagai seorang atlet yang terbiasa mengurus diri sendiri, pasca kecelakaan itu, Ia merasa sangat terpukul karena harus bergantung pada orang lain.

Siapa kah Om Alex? Ia lahir dari pasangan suami istri  Dokter Ahli Bedah JE Karamoy dan Dokter Ahli THT Anna Warouw. Om Alex adalah putra sulung dari dua bersaudara. Ia menjadi harapan orangtuanya yang sangat ingin agar Ia menjadi Dokter. Lahir di Makassar ‑ Sulawesi Selatan pada  8 Oktober 1925  saat orangtuanya bertugas di sana. Lalu empat tahun kemudian ia berpindah lagi mengikuti lokasi tempat bertugas orangtuanya yaitu ke Gorontalo, Sulawesi Tengah, Kudus, Jawa Tengah. Kemudian tahun 1933 Ia hijrah ke Belanda ikut orangtuanya yang mendapat kesempatan melanjutkan studi di Negeri Kincir Angin itu.  

Kembali dari Belanda, orangtuanya ditugaskan ke Martapura, Kalimantan Selatan. Di sana tidak ada sekolah. Alex dan adiknya pun mengikuti program home school. Dari Martapura, Alex pindah ke Semarang dan bersekolah di HBS (sekolah dengan sebutan bahasa belanda Hogere Burger School). Setelah Zaman Jepang Ia berangkat melanjutkan studi ke Belanda.

Tahun 1947 seorang pemuda bernama Alex Karamoy mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Leiden. Orangtuanya sangat berharap ia menjadi Dokter dan jenjang pendidikan ini sesuai harapan orangtuanya saat itu. Namun apa mau dikata. Setelah sekitar tiga tahun berkuliah di Belanda, pemuda Alex berhenti dan memfokuskan minatnya pada olahraga tenis lapangan yang memang sudah digelutinya. Ternyata ketertarikannya akan olahraga tenis di Belanda bukan main-main. Tidak disangka lewat olahraga ini, Alex Karamoy membawa harum nama bangsanya.  

Sejak Tahun 1953 sampai dengan tahun 1959, ia tiga kali menjadi juara nasional di Belanda untuk tunggal putra. Lalu, tiga kali juara ganda putra dan satu kali juara ganda campuran. Pada tahun 1959 prestasi ini tercatat dalam Nationale Tennis Kampioenschappen.

Banyak julukan yang ditulis Koran Belanda untuk mengambarkan sosok Alex Karamoy. Antara lain "Waterlo van Indonesia." Mungkin karena berpostur badan kecil dan merupakan orang Indonesia, namun kenyataannya ia mampu berjaya mengalahkan orang Eropa yang postur mereka besar-besar. Kisah hidup Alex Karamoy seperti kisah Napoleon.

Selanjutnya, Om Alex Karamoy kembali dari negeri Belanda ke Menado karena ayahnya sakit keras. Selanjutnya, Ia tidak pernah kembali lagi ke Belanda dan mulai menetap di Manado. Ia melanjutkan karier sebagai atlet tenis dan pelatih tenis. Antara tahun 1965 hingga tahun 1975  Ia menjuarai delapan kali Panglima Cup. Saat itu, Panglima Cup diadakan setiap tahun oleh Komando Militer setempat (Kodam XIII).

Sejumlah Piala beragam ukuran memenuhi kamar tidur dan ruang tamu kediaman orangtuanya di Jalan Yos Sudarso Manado. Om Joseph hidup bersahaja dan sederhana. Ia bergaul dengan para pelajar dan mahasiswa. Banyak  anak-anak di lapangan tenis menjadi anak asuhnya. Selain Tennis, Ia juga membentuk Tim Voli (TOVO) dan mengajar olahraga voli untuk siswa-siswa SMA Rex Mundi dan Don Bosco Manado. Ia juga menjadi Dosen di Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT).

Sekitar tahun 1970 ‑1979, Alex Karamoy kembali menjadi juara tunggal tenis veteran di Malang. Pada tahun yang sama, ia juga menjadi Juara Tunggal di Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) Indonesia Timur. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia pun hijrah ke Jakarta dan menjadi pelatih tenis.

Tahun 1983 ‑ 1985, ia menjadi Juara Ganda Veteran dan bermain di Club Maesa. Pada tahun 1983 Ia menjadi Coach (pelatih) pada Tim Davis Cup yang personilnya antara lain terdiri dari Tintus, Yustejo, Wailan yang berangkat bertarung ke Kopenhagen.

Sampai akhir hayatnya, Om Alex tetap menjadi pelatih Junior Tenis. Salah satu anak didiknya adalah Bunge Nahor Putera Sangihe yang berhasil menjuarai beberapa pertandingan di dalam dan luar negeri.
Pada 11 Agustus 2012 adalah akhir dari perjalanan hidupnya. Ia pergi menghadap Sang Khaliknya dalam tidurnya dalam usia 86 tahun. Ia meninggal setelah sempat dirawat tiga minggu di Rumah Sakit.

Koran Belanda menulis: "Lex Karamoy op 86‑jarige leeftijd overleden in Indonesië. Karamoy gold als een vernieuwer van de tennissport in Nederland door de introductie van slice en topspin in zijn spel, technieken die hij kopieerde uit het tafeltennis." Yang bila diterjemahkan berarti "Ia terkenal  antara lain  karena teknik Top Spinnya yang Ia gabungkan dari teknik di tenis meja dan tenis lapangan." Rest in Peace Om Alex.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved