Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kata yang Digunakan 44 Kali Ini Jadi Senjata Kubu 01 Patahkan Dalil Prabowo-Sandi

Tim hukum pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan pasangan Prabowo Subianto

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
antara
Ketua KPU Arief Budiman (kedua kanan) selaku pihak termohon berbincang dengan Ketua tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto (kiri) sebelum mengikuti sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban termohon, pihak terkait dan Bawaslu. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Tim hukum pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi cenderung memuat dasar asumsi tanpa alat bukti yang sah dan indikatif. Sebab, banyak kata "indikasi" dan "patut diduga" dalam permohonan gugatan tersebut.

Hal itu disampaikan kuasa hukum capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin, I Wayan Sudirta selaku pihak Terkait, dalam sidang lanjutan sengketa pilpres di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6).

"Bahwa pada dasarnya dalil-dalil baru yang disampaikan pemohon merupakan dalil indikatif, di mana terbukti kata 'indikasi' digunakan sebanyak 44 kali dalam berkas yang dibacakan pemohon atau setidaknya 26 kali pada saat disampaikan dalam sidang pendahuluan," ujar Wayan.

Baca: Minta MK Sahkan Presiden Terpilih Jokowi: Ini Dalil KPU yang Sulit Dibantah Kubu Prabowo

Menurut Wayan, itu artinya tim hukum Prabowo-Sandi juga tidak yakin dengan dalil yang disampaikan karena hanya berupa indikasi. Ia pun tidak heran jika pihak Prabowo-Sandi meminta MK untuk ikut membuktikan dalil-dalil mereka.

Ketua Tim Hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN). Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Wayan menegaskan, pihaknya menolak dengan tegas permohonan gugatan ini. Sebab permohonan gugatan yang dibacakan sebelumnya adalah tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Ketentuan hukum yang dimaksud mengatur bahwa tidak boleh ada perbaikan permohonan dalam sengketa pilpres.

"Karenanya pihak terkait menolak seluruh dalil-dalil posita dan petitum pemohon yang disampaikan dalam sidang pendahuluan untuk dijadikan dasar penerimaan, pemeriksaan, dan pembuktian dalam persidangan," kata dia.

Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra, menyebut MK tidak seharusnya menerima gugatan yang dilayangkan kubu 02, karena perkara yang digugat di luar kewenangan MK. Misalnya, tentang dugaan adanya praktik kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang semestinya menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mendalami dan memberi sanksi atas laporan tersebut.

Senada dengan pihak KPU selaku Termohon, Yusril juga menyebut permohonan dan tuntutan dari pihak 02 adalah tidak poinnya. Sebab, tim 02 tidak memberikan rincian mendetail dalam gugatan sebelumnya.

Baca: Beberapa Posisi Hubungan Intim Ini Ternyata Berbahaya

Selanjutnya, tim kuasa hukum juga menanggapi soal cuti petahana saat masa kampanye beberapa bulan yang lalu. Tuduhan tidak mengambil cuti yang kemudian diartikan sebagai abuse of power dinilai sebagai pernyataan yang asumtif dan tidak dapat diterima MK.

Terakhir, tim kuasa hukum 01 juga meminta MK menolak gugatan tim 02 tentang diskualifikasi paslon Jokowi-Ma’ruf di Piplres 2019 karena diduga melakukan kecurangan TSM. Sama seperti jawaban yang diberikan KPU, tim 01 menganggap karena permasalahan kecurangan TSM ada di bawah kewenangan Bawaslu. Sehingga Bawaslu yang berhak mendalami dan menyelesaikan permasalahan kecurangan pemilu.

Dugaan Pelanggaran Pemilu oleh Anies dan Luhut

Bawaslu turut memberikan tanggapannya atas gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi.

Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan penanganan dugaan pelanggaran pemilu yang pernah terjadi dan melibatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan. Kasus itu ditangani dan diselesaikan oleh Bawaslu, termasuk penetapan pasal yang dilanggar oleh pihak-pihak terkait yang terbukti bersalah.

Menko Maritim RI Luhut Panjaitan
Menko Maritim RI Luhut Panjaitan (tribunnews)

"Terkait dengan pose salam 2 jari yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta atas nama H Anies Baswedan pada acara konferensi nasional Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC) Kabupaten Bogor Jawa Barat, dan pose 1 jari yang dilakukan oleh Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada forum penutupan pertemuan tahunan IMF di Bali," beber kata.

Terhadap kedua peristiwa tersebut, Bawaslu berkesimpulan kedua persitiwa yang dilaporkan ini diduga merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 547 UU pemilu.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved