Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Warga Sulut di Myanmar

26 WNI yang Kabur dari Pusat Scam Myanmar Akhirnya Tiba di Indonesia, 2 di Antaranya Warga Sulut

Ternyata, ada 2 warga Sulawesi Utara (Sulut) yang ikut dalam pelarian tersebut. Bahkan mereka juga telah tiba bersama rombongan lain di Indonesia.

Penulis: Ferdi Guhuhuku | Editor: Indry Panigoro
Tribun Manado/Indri Panigoro
BERI IMBAUAN: Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulut. 26 warga negara Indonesia (WNI) yang kabur dari pusat penipuan daring atau online scam Myanmar dievakuasi ke Indonesia pada hari, Rabu (29/10/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Dua puluh enam WNI yang kabur dari pusat scam di Myanmar akhirnya tiba di Indonesia.
  • Dari 26 orang itu, ternyata 2 di antaranya merupakan warga Sulut.
  • Keduanya merupakan warga Tomohon dan Boltim.

TRIBUNMANADO.CO.ID -  26 warga negara Indonesia (WNI) yang kabur dari pusat penipuan daring atau online scam Myanmar dievakuasi ke Indonesia pada hari, Rabu (29/10/2025).

Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok dan KBRI Yangon untuk memulangkan warga Indonesia tersebut.

Ternyata, ada 2 warga Sulawesi Utara (Sulut) yang ikut dalam pelarian tersebut.

Bahkan mereka juga telah tiba bersama rombongan lain di Indonesia.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala BP3MI Sulut M. Syachrul Afriyadi.

"Benar ada dua warga Sulut," ujar Syachrul saat dikonfirmasi via whatsapp, Kamis (30/10/2025).

Syachrul menjelaskan kedua orang tersebut beridentitas masing-masing MM warga Tomohon dan JL warga Bolaang Mongondow Timur (Boltim).

"Mereka saat ini berada di Rumah Perlindungan dan Trauma Center di bawah Kementerian Sosial," jelasnya.

Menurutnya, pihaknya masih terus berkoordinasi untuk pemulangan kedua korban ini ke Sulut.

"Belum ada info terkait pemulangan ke Manado kapan, karena mereka masih dalam penyelidikan Bareskrim.

Yang pasti kita terus berkoordinasi agar kedua warga kita ini bisa secepatnya bertemu dengan keluarga masing-masing," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya,delapan warga Sulut diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar.

Mereka diduga alami penyiksaan.

Korban awalnya dijanjikan bekerja sebagai staf restoran di Singapura dan Thailand, namun kenyataannya mereka dibawa ke Myanmar melalui jalur Manado–Jakarta–Batam–Singapura–Myanmar.

Dan dari jalur penerbangan Manado-Jakarta-Bangkok.

Setelah sampai di Bangkok para korban menyeberang pakai bus ke Myanmar.

Menurut informasi dari para korban, mereka dikurung di sebuah gedung bertingkat yang menampung sekitar 58 orang dalam satu lantai.

RELAWAN KAMBOJA: Potret Sosok Christie Saerang Sabtu 3 Agustus 2025, Christie Saerang adalah Relawan Kemanusiaan Kamboja dan Myanmar yang berjasa pulangkan warga Sulut yang terjebak di Kamboja
RELAWAN KAMBOJA: Potret Sosok Christie Saerang Sabtu 3 Agustus 2025, Christie Saerang adalah Relawan Kemanusiaan Kamboja dan Myanmar yang berjasa pulangkan warga Sulut yang terjebak di Kamboja (Tribun Manado/Indri Panigoro)

Selama di sana, para korban diduga disiksa dan dipaksa bekerja penuh waktu untuk melakukan penipuan (scam).

Mereka yang tidak mencapai target dijual ke perusahaan lain, bahkan dipindahkan ke Laos.

Di Myanmar, proses "tebusan" korban tidak mudah.

Satu korban hanya bisa dibebaskan jika digantikan dengan lima orang.

Yang artinya jika 8 warga Sulut ingin dibebaskan dari perusahaan, harus ada 40 orang yang menggantikan mereka.

"Data yang masuk di saya, ada 68 WNI diantaranya 8 orang warga Sulut yang kerja di Myanmar. Kalau tidak ditebus, dibuang. Kalau tidak hasilkan target, dijual," ungkap Christie Saerang Relawan Kemanusiaan Kamboja dan Myanmar kepada Tribunmanado.co.id, Sabtu 2 Agustus 2025 sore di Kota Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut).

Perusahaan-perusahaan di Myanmar dan Kamboja saling tukar-menukar korban.

"Di Myanmar satu korban hanya bisa diganti lima orang. Mereka tidak menerima tebusan mau ratusan juta rupiah pun perusahaan menolak. Pokoknya harus ada yang ganti," ungkap Christie Saerang.

Korban kerap mengalami kekerasan.

Mereka mengaku disiksa setiap malam, bekerja dalam tekanan, bahkan dikeroyok setelah jam kerja selesai.

Jika ketahuan menggunakan ponsel, mereka langsung dihajar.

Lanjut Christie Saerang, ribuan WNI masih ditahan di Kamboja dan Myanmar dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Mereka yang berusaha kabur sering kali ditangkap dan disiksa kembali.

Pihak perusahaan bersedia membebaskan para korban jika ada yang menebus.

Jika ada karyawan yang tidak "skill" di Kamboja, pihak perusahaan memerintahkan orang-orangnya dipindahkan ke Myanmar.

“Setiap malam disiksa. Saat kerja ditendang. Setelah kerja dikeroyok,” kata CP, orangtua BT salah satu warga Sulut yang disiksa di Myanmar.

Lanjut mama Briel, anaknya sudah bekerja di Myanmar sejak Maret 2025.

Awal-awal Maret-April komunikasi dengan sang anak masih sering.

Namun belakangan ini orangtua mulai kesulitan menghubungi keluarga anak-anaknya di Myanmar.

CP berharap kiranya pemerintah dapat membantu untuk mengeluarkan anak mereka dari perusahaan di Myanmar.

"Kami minta tolong kepada pemerintah, pak Gubernur Sulut YSK, para petinggi pemerintahan, Pak Presiden tolong bantu anak kami. Karena yang kami dengar perusahaan tidak menerima tebusan dalam bentuk uang. Harus tukar orang 1 banding 5," pinta CP (Tribunmanado.co.id/Fer/Ind)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Trheads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved