Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Warga Sulut di Myanmar

26 WNI yang Kabur dari Pusat Scam Myanmar Akhirnya Tiba di Indonesia, 2 di Antaranya Warga Sulut

Ternyata, ada 2 warga Sulawesi Utara (Sulut) yang ikut dalam pelarian tersebut. Bahkan mereka juga telah tiba bersama rombongan lain di Indonesia.

Penulis: Ferdi Guhuhuku | Editor: Indry Panigoro
Tribun Manado/Indri Panigoro
BERI IMBAUAN: Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulut. 26 warga negara Indonesia (WNI) yang kabur dari pusat penipuan daring atau online scam Myanmar dievakuasi ke Indonesia pada hari, Rabu (29/10/2025). 

Setelah sampai di Bangkok para korban menyeberang pakai bus ke Myanmar.

Menurut informasi dari para korban, mereka dikurung di sebuah gedung bertingkat yang menampung sekitar 58 orang dalam satu lantai.

RELAWAN KAMBOJA: Potret Sosok Christie Saerang Sabtu 3 Agustus 2025, Christie Saerang adalah Relawan Kemanusiaan Kamboja dan Myanmar yang berjasa pulangkan warga Sulut yang terjebak di Kamboja
RELAWAN KAMBOJA: Potret Sosok Christie Saerang Sabtu 3 Agustus 2025, Christie Saerang adalah Relawan Kemanusiaan Kamboja dan Myanmar yang berjasa pulangkan warga Sulut yang terjebak di Kamboja (Tribun Manado/Indri Panigoro)

Selama di sana, para korban diduga disiksa dan dipaksa bekerja penuh waktu untuk melakukan penipuan (scam).

Mereka yang tidak mencapai target dijual ke perusahaan lain, bahkan dipindahkan ke Laos.

Di Myanmar, proses "tebusan" korban tidak mudah.

Satu korban hanya bisa dibebaskan jika digantikan dengan lima orang.

Yang artinya jika 8 warga Sulut ingin dibebaskan dari perusahaan, harus ada 40 orang yang menggantikan mereka.

"Data yang masuk di saya, ada 68 WNI diantaranya 8 orang warga Sulut yang kerja di Myanmar. Kalau tidak ditebus, dibuang. Kalau tidak hasilkan target, dijual," ungkap Christie Saerang Relawan Kemanusiaan Kamboja dan Myanmar kepada Tribunmanado.co.id, Sabtu 2 Agustus 2025 sore di Kota Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut).

Perusahaan-perusahaan di Myanmar dan Kamboja saling tukar-menukar korban.

"Di Myanmar satu korban hanya bisa diganti lima orang. Mereka tidak menerima tebusan mau ratusan juta rupiah pun perusahaan menolak. Pokoknya harus ada yang ganti," ungkap Christie Saerang.

Korban kerap mengalami kekerasan.

Mereka mengaku disiksa setiap malam, bekerja dalam tekanan, bahkan dikeroyok setelah jam kerja selesai.

Jika ketahuan menggunakan ponsel, mereka langsung dihajar.

Lanjut Christie Saerang, ribuan WNI masih ditahan di Kamboja dan Myanmar dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Mereka yang berusaha kabur sering kali ditangkap dan disiksa kembali.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved