Warga Sulut Korban TPPO
Benarkah Ada Jalur VIP Line untuk Loloskan Warga Sulut ke Kamboja? Begini Kata Imigrasi Manado
Berdasarkan pengakuan sejumlah eks pekerja love scam di Kamboja kepada Tribun Manado, mereka lolos pemeriksaan karena lewat jalur VIP line.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
“Kak, saya bukan agen. Saya tidak menjual orang,” suaranya pelan, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri sekaligus orang lain bahwa tuduhan itu menusuk harga dirinya.
Rahul berulang kali menegaskan. Ia bukan agen, bukan pula perekrut yang disebut-sebut mendapat komisi dari setiap kepala yang berhasil dibawa. Ia ingin dipandang sebagai pekerja profesional dengan posisi yang jelas yakni seorang HRD. Gajinya, katanya, sudah lebih dari cukup sekitar Rp 18 juta per bulan.
Kata Rahul kalau di perusahaan di Kamboja, posisi HRD berada di barisan petinggi perusahaan.
Di mana urutan posisinya yakni calon karyawan-karyawan-staf-leader baru HRD.
Sedangkan posisi agen adalah orang luar perusahaan yang tidak masuk dalam susunan jabatan.
Menurut Rahul, perbedaan antara dirinya dan agen sangat jelas. Agen, katanya, adalah orang yang hanya mencarikan calon pekerja, lalu menjualnya ke perusahaan. Setiap keberhasilan membawa teman akan dihargai dengan 200 dolar Amerika. Sedangkan dirinya bertugas mewawancarai calon pekerja.
“Kalau perekrut berhasil membawa orang, dia dapat uang. Sedangkan HRD tidak dapat apa-apa,” kata Rahul.
Bagi Rahul, perbedaan itu bukan sekadar detail teknis. Di dalamnya tersimpan garis batas harga diri. Sebab, disebut agen berarti sama saja dengan menjual manusia dan ini seperti stigma yang meruntuhkan citra dirinya sebagai sosok profesional yang membuka jalan, memberi peluang, dan membantu orang mendapatkan pekerjaan.
Sebagai HRD, Rahul mempunyai tugas memproses dan mewawancarai orang-orang yang direkomendasikan oleh karyawan yang sudah bekerja di perusahaan tempatnya bekerja.
Ia tidak merekrut sembarang orang, apalagi mencari-cari kandidat secara bebas. Sebaliknya, agen adalah pihak yang menjual orang ke perusahaan lain demi keuntungan pribadi.
"Saya hanya memproses teman dari orang yang sudah bekerja. Misalnya A punya teman B yang mau kerja di perusahaan yang sama, mereka saling mengajak. Saya hanya mewawancarai teman-teman mereka, bukan rekrut bebas," katanya.
Prosesnya sederhana tapi ketat. Rahul selalu memulai wawancara dengan pertanyaan, “Dapat info pekerjaan ini dari siapa?,” Lalu ia konfirmasi ke orang tersebut tentang jenis pekerjaan.
Setelah itu, ia memastikan sistem kerja di perusahaan, izin orang tua, dan kesiapan bekerja di bawah tekanan.
Ia juga selalu memastikan berkas lengkap seperti paspor, Kartu Keluarga, akta lahir, ijazah, dan KTP.
Rahul mengakui alasan banyak orang Sulut mau bekerja di Kamboja sama seperti logika dulu, karena sulit mencari kerja di kampung halaman.
Upaya Pencegahan TPPO, 3 Warga Sulut Calon PMI Diamankan Polisi di Bandara Sam Ratulangi |
![]() |
---|
Bukan Cuma KTP, Ternyata Ini Berkas Harus Dilengkapi Warga Sulut Jika Mau Kerja Resmi di Luar Negeri |
![]() |
---|
Ramai Warga Sulut Pergi ke Kamboja, Disnakertrans Sebut Bukan Tak Ada Lowongan Kerja Tapi karena Ini |
![]() |
---|
Anggota DPRD Sulut Sebut Syarat Kerja di Sulawesi Utara Diskriminatif: Kuasai 5 Elemen Harus Dihapus |
![]() |
---|
Polsek Bandara Sam Ratulangi Manado Ungkap Modus yang Digunakan Warga Sulut Supaya Lolos ke Kamboja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.