Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Nasional

Baru Terungkap Alasan Kenapa Jokowi Bukan Satu-satunya yang Bertanggung Jawab Utang Whoosh Rp 116 T

Menurut pakar kebijakan publik, utang Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden RI yang sekarang, Prabowo Subianto. 

Editor: Indry Panigoro
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
DUKUNG DUA PERIODE - Mantan Presiden Joko Widodo. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ternyata bukan satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab atas utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh. 
Ringkasan Berita:
  • Menurut pakar kebijakan publik, utang Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden RI yang sekarang, Prabowo Subianto. 
  • Ada beberapa alasan mengapa utang tersebut juga mengikat Prabowo, padahal Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu merupakan proyek ambisius di era pemerintahan Jokowi.
  • Pakar kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Teguh Yuwono menyebut, suatu proyek pemerintah, ketika dicanangkan dan dilaksanakan, maka sifatnya adalah institusional.
 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Polemik seputar pembengkakan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang kini dikenal dengan Whoosh, kembali memanas setelah angkanya disebut mencapai Rp 116 triliun.

Whoosh adalah proyek warisan Jokowi. Ia bukan hanya simbol transportasi modern, tetapi juga representasi kemitraan strategis Indonesia–Tiongkok di bawah payung Belt and Road Initiative (BRI).

Selama ini, sosok Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai pihak yang paling wajib menanggung beban finansial proyek ambisius tersebut.

Anggapan bahwa tanggung jawab penuh utang Whoosh hanya berada di pundak Presiden terdahulu, Jokowi, ternyata tidak sepenuhnya akurat.

Pandangan ini disanggah oleh sejumlah pakar kebijakan publik yang menilai bahwa kewajiban pelunasan utang proyek ini secara hukum dan kelembagaan juga mengikat pemerintahan yang saat ini berkuasa, dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto.

Kenapa sampai Presiden Prabowo turut memiliki keterikatan tanggung jawab atas warisan finansial yang terwujud di era pendahulunya? Jawaban dari para ahli terletak pada sifat dasar tata kelola pemerintahan, yang memandang suatu proyek besar negara bukan sebagai urusan pribadi seorang pemimpin.

Teguh Yuwono, seorang pakar kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (UNDIP), menjelaskan bahwa proyek yang dicanangkan dan dilaksanakan pemerintah memiliki sifat yang fundamental institusional.

Artinya, status proyek Whoosh adalah milik lembaga negara secara keseluruhan, melampaui masa jabatan individu yang memulainya.

Oleh karena itu, ketika terjadi peralihan kepemimpinan dari Presiden Jokowi ke Presiden Prabowo, beban dan kewajiban atas proyek yang telah berjalan secara institusional ini tidak serta merta hilang atau hanya menjadi beban mantan Presiden

"Perlu dicatat, dalam sistem pemerintahan kita, ketika negara atau pemerintah mengambil keputusan, maka keputusan itu bersifat institusional," tutur Teguh ketika jadi narasumber program On Focus di YouTube Tribunnews, Rabu (22/10/2025).

"Ketika seseorang [pejabat publik] sudah menandatangani sesuatu, itu dia atas nama negara, atas nama pemerintah. Jadi pihak-pihak [yang menandatangani] itu bukan perorangan" imbuhnya. 

"Jadi, saya kira, ada orang yang salah memahami tata kelola pemerintahan. Harusnya, pihak-pihak yang melakukan tanda tangan kontrak, maka itu adalah kontrak kelembagaan atau institusional" katanya.

"Yang ekstrem, seperti kasus IKN (Ibu Kota Nusantara). IKN itu kan sudah dicanangkan, ditandatangani oleh presiden sebagai kepala negara, maka presiden yang selanjutnya juga akan tetap terikat dengan tanda tangan kontrak itu" jelasnya. 

Selanjutnya, Teguh menilai proyek KCJB alias Whoosh sifatnya sama, yakni institusional atas nama negara.

Apalagi, proyek itu dibangun untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi, sehingga setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, tidak bisa lagi dipandang sebagai orang per orang.

"Untuk kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung itu, sebetulnya proses yang dilakukan kan berbasis kelembagaan. Jadi, bukan orang per orang, misalnya si A, si B, si C, itu pihak swasta, atau itu pihak negara," ujar Teguh.

"Yang terjadi di negara kita kan pemerintah mengambil inisiasi lalu memutuskan ini sebagai proyek yang dibiayai untuk meningkatkan pelayanan di bidang transportasi Jakarta-Bandung untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas pelayanan" urai Teguh. 

"Itu harusnya berbasis fungsional kenegaraan" imbuhnya. 

Oleh karena itu, Teguh menegaskan, soal siapa yang harus bertanggung jawab terkait utang Whoosh, tidak bisa dilempar ke perseorangan saja, seperti kepada Jokowi selaku presiden saja atau cuma Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan RI saat itu.

"Jadi, tidak berarti karena Pak Jokowi yang tanda tangan, maka Jokowi yang harus bertanggungjawab. Itu kan seolah-olah semua beban dikembalikan ke Jokowi," papar Teguh.

"Padahal di situ ada banyak pihak yang ikut menandatangani proyek ini. Bahkan itu kan konsorsium, KCIC, Kereta Cepat Indonesia-China" ucapnya.

"Artinya kan [proyek Whoosh dikerjakan] melalui beberapa pilar dan pilar-pilar itu harusnya dilakukan berbasis institusi, tidak berbasis perorangan" tegasnya. 

"Jadi, misal waktu itu Menteri Keuangan RI-nya adalah Sri Mulyani, maka ini salah Sri Mulyani. Bukan begitu" jelas Teguh. 

"Siapa pun yang menjadi menteri, ex officio, ya dia harus bertanggungjawab juga karena ini atas nama negara" tambahnya. 

Menurut Teguh, bahkan proyek Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden RI Prabowo Subianto yang kini menggantikan Jokowi.

Teguh menambahkan, apabila masih berlanjut, maka proyek yang bersifat kelembagaan atau atas nama negara akan selalu mengikat siapa pun yang menjadi presiden.

"Ini yang kadang-kadang tidak kita lihat, bahwa ketika manajemen pemerintahan dikembangkan atau diterapkan, maka siapa pun yang tanda tangan, apalagi jika kontraknya serial (5, 10, atau 20 tahun ke depan) seperti IKN, itu kan mengikat presiden," ujar Teguh.

"Apalagi kalau itu sudah diundang-undangkan, siapa pun presidennya. Ya walaupun sekarang ini Presiden Prabowo tidak begitu intens ke sana, tetapi beliau berada dalam keterwajiban kelembagaan, sama juga untuk kasus KCJB ini, kira-kira setting policy making-nya begitu" jelasnya. 

Danantara Akan ke China

Kini, untuk mencari solusi atas pembayaran utang proyek Kereta Cepat itu, Danantara akan pergi ke China. 

Kepala Badan Pengaturan (BP) BUMN sekaligus Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria menuturkan, pihaknya bakal mengutus tim terbang ke China.

Tujuannya, untuk membahas soal negosiasi utang seperti jangka waktu pinjaman, bunga, hingga mata uang yang bakal digunakan. Namun, Dony tidak menjelaskan kapan negosiasi utang itu akan dilakukan.

"Kami akan berangkat lagi (ke China) juga untuk menegosiasikan mengenai term daripada pinjaman"  katanya di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025) melansir YouTube Kompas TV.

"Ini menjadi point of negosiasi kita kali ini berkaitan sama jangka waktu pinjaman, suku bunga, kemudian juga ada beberapa mata uang yang juga akan kita diskusikan dengan mereka," imbuhnya. 

Dony juga menjelaskan keberangkatan ke China tidak hanya diikuti oleh tim dari Danantara tetapi juga dari unsur pemerintah.

Dari unsur pemerintah, bakal diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Kita sudah diskusikan juga dengan Menko Infrastruktur untuk segera kita negosiasikan. Hubungan kita (dengan China) juga bagus, komunikasi bagus," ujarnya.

Ketika ditanya, apakah dengan mengajak unsur pemerintah berarti utang Whoosh akan turut menggunakan APBN, Dony tidak menjawab secara gamblang.

Dony hanya mengatakan, Danantara bakal terus mencari opsi terbaik terkait pelunasan utang Whoosh dan menegaskan pihaknya tetap mengikuti aturan dari pemerintah.

"Kita akan mencari opsi terbaik yang belum tentu pakai itu (APBN -red), dan kami mengikuti saja arahan pemerintah. Toh Danantara sebetulnya yang paling penting bagaimana beroperasi dengan baik," tegasnya.

Lebih lanjut, Dony meminta masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan terkait utang proyek Whoosh.

Dony menyebut, Whoosh kini sudah bermanfaat bagi masyarakat dan akan terus meningkatkan kualitas pelayanan kereta cepat Jakarta-Bandung itu. 

Doni menjelaskan, Whoosh saat ini bisa mengangkut penumpang hingga 30 ribu orang per hari.

"Mengenai penyelesaian keuangan menurut saya itu kan hanya opsi saja, tetapi yang paling penting kita sampaikan kepada masyarakat bahwa secara operasional, KCIC itu sudah memberikan positif secara operasional, sehingga tidak khawatir dalam proses operasional," tuturnya.

Beban Utang Kereta Cepat

Nilai utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang fantastis mencapai lebih dari Rp100 triliun membebani BUMN seperti PT KAI (Persero) sebagai salah satu pemegang saham utama.

Kereta cepat yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS (Rp116 triliun) pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

Adapun proyek Whoosh digadang-gadang sebagai salah satu proyek mercusuar dan ambisius di masa pemerintahan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Setelah terungkap besarnya beban dari proyek kereta cepat ini, nama Jokowi pun turut terseret hingga dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.

(Tribunnews.com/Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Trheads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved