Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Lipsus HIV AIDS di Sulut

Penyintas HIV/AIDS Asal Minsel Ceritakan Pengalaman Bangkit dari Stigma

Ia tak merinci kapan awal mula mengetahui virus mematikan tersebut menjangkiti tubuhnya.

|
Penulis: Isvara Savitri | Editor: Isvara Savitri
Tribunnews.com/SURYA/PUR
HIV AIDS - Potret aksi massa menyuarakan tentang HIV AIDS. Simak cerita seorang Penderita HIV AIDS di Sulut. 
Ringkasan Berita:
  • CB syok saat tahu pertama kali terjangkit HIV/AIDS
  • Sempat dapat diskriminasi dari lingkungan tempat tinggal
  • CB ajak penyintas rajin konsumsi ARV supaya bisa hidup normal

 

TRIBUNMANADO.COM, MANADO - Tak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan sakit.

Apalagi, terjangkit virus yang bercokol di tubuh seumur hidup seperti HIV/AIDS.

Namun kenyataan tersebut harus dirasakan oleh seorang warga Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, berinisial CB.

Ia tak merinci kapan awal mula mengetahui virus mematikan tersebut menjangkiti tubuhnya.

Namun, CB mengaku sangat terkejut ketika pertama kali tahu karena merasa tidak memiliki perilaku berisiko.

“Pertama kali tahu kena HIV saya sangat syok, tentu karena saya tidak berganti pasangan dan tidak pakai narkoba," jelasnya, Kamis (20/11/2025).

Setelah diselidiki, kemungkinan tertularnya ketika sang anak menjalani pengobatan di sebuah puskesmas.

Kabar mengenai kondisinya kemudian menyebar dari mulut ke mulut hingga memicu stigma dari lingkungan sekitar. 

CB mengatakan dirinya sempat dijauhi oleh warga dan bahkan diperlakukan tidak layak.

“Misalnya ketika belanja di warung atau pasar, barang atau uangnya hanya dilempar karena mereka takut tertular,” ujarnya.

HIV AIDS - Gambar tentang HIV AIDS. Simak cerita Seorang Penderita HIV AIDS di Sulut. Tetap tegar demi anak meski dijauhi warga hingga sahabat.
HIV AIDS - Gambar tentang HIV AIDS. Simak cerita Seorang Penderita HIV AIDS di Sulut. Tetap tegar demi anak meski dijauhi warga hingga sahabat. (Dok. RSU Andhika via Tribun Banten)

Tekanan mental akibat stigma membuat CB sempat drop hingga harus dirawat di rumah sakit.

Di sana, ia bertemu sejumlah orang yang memiliki pengalaman serupa, yang membuatnya kembali bersemangat untuk bangkit.

"Dan muncul keinginan mengedukasi masyarakat,” kata CB.

Usahanya tidak sia-sia. 

Ia bersyukur kini orang-orang di sekitarnya mulai memahami kondisinya dan tidak lagi menjauhinya.

“Puji Tuhan akhirnya orang-orang mengerti. Setidaknya tetangga-tetangga saya sudah paham dan tidak menjauhi saya lagi,” katanya.

CB menegaskan bahwa HIV tidak mudah menular, apalagi hanya melalui sentuhan atau percakapan biasa. 

Ia berharap masyarakat berhenti mendiskriminasi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan justru memberikan dukungan.

“HIV/AIDS ini tidak semudah itu menular, jadi tidak perlu takut. Justru bantulah ODHA, kuatkan mereka agar mental terjaga dan tetap memiliki masa depan,” tegasnya.

Saat ini CB masih rutin minum obat antiretroviral (ARV) dan tidak pernah melewatkan jadwal. 

Baca juga: Tak Terpengaruh Pendanaan Luar Negeri, Pendampingan Penyintas HIV/AIDS di Sulut Terus Berjalan

Baca juga: Uang Persembahan Ibadah Perayaan Natal 2025 Bakal Disumbangkan ke Palestina

Ia mengaku kondisi kesehatannya stabil karena kepatuhan pengobatan.

"Kadang memang melelahkan minum obat terus, tapi anggap saja seperti minum suplemen. Tubuh akan terbiasa dan efek samping berkurang,” pesannya.

CB berharap kisahnya dapat memberi dorongan bagi para penyintas HIV/AIDS untuk tidak menyerah dan tetap mengejar cita-cita. 

“Kita harus tetap semangat menjalani hidup sampai nanti benar-benar dipanggil Yang Maha Kuasa,” tutupnya.(*)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved