Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Digital Acitivity

Weliam Boseke Yakin Minahasa Keturunan Bangsawan Han: Zuge Liang Itu Palar, Toar Putra Mahkota

Weliam Boseke dan Perry Rumengan hadir dalam Tribun Podcast yang dipandu oleh Maximus Nyaiwa, Editor Tribun Manado.

|
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
Tribun Manado
TRIBUN MANADO PODCAST - Weliam Boseke dan Perry Rumengan hadir dalam Tribun Podcast yang dipandu oleh Maximus Nyaiwa, Editor Tribun Manado, berlangsung di kantor Tribun Manado, Jalan AA Maramis, Kairagi Satu, Mapanget, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (1/11/2025)  Weliam Boseke menjelaskan bahwa buku kedua ini merupakan kelanjutan dan penguatan bukti dari buku pertamanya, Dinasti Han Leluhur Minahasa (2018).   

Menurutnya, dalam konteks sejarah Tiongkok, Palar ini merujuk pada Zhuge Liang, Perdana Menteri yang mengelola negara dan menolong Kaisar Muda bernama Liu Shan (Ah Dou) dari Dinasti Shu Han, anak dari Kaisar Liu Bei. 

Boseke menyebut bahwa marga-marga Minahasa itu secara keseluruhan adalah syair-syair pujian (litani) untuk para pendiri Dinasti Shu Han, yang dalam tradisi Minahasa syair-syair itu disebut Sumalesung. 

Liu Xuan dan Asal-usul Toar Lumimuut 

Boseke menguraikan runtuhnya Dinasti Shu Han pada tahun 260 Masehi.

Saat Dinasti Wei menyerbu, Kaisar Liu Shan memilih menyerah demi menghindari pertumpahan darah sesama bangsa Han.

Namun, salah satu anaknya, yakni Liu Xuan atau anak dari Ah Dou, berhasil diselamatkan oleh pasukan veteran. 

"Liu Xuan diselamatkan melalui Sungai Yangtze oleh pasukan-pasukan veteran. Mereka dalam keadaan terburu-buru, menghilang di timur (disappear into the east), terbawa oleh angin muson sampai terdampar di Sulawesi Utara ini, yang akhirnya menjadi Minahasa," jelas Boseke. 

Liu Xuan inilah yang diyakini Boseke sebagai Toar atau Toer: anak dari Ah Dou. Sementara itu, Lumimuut diyakini berasal dari nama asli Liumi Muut.  

Muut dikonversi dari marga ibunya, Wu yakni Goh atau Eng, yang merupakan tante dari Liu Xuan. 

Boseke juga membantah bahwa kisah Toar-Lumimuut bermula dari "batu dan lumut" sebagaimana legenda turun-temurun orang Minahasa. Ia mengkonversi ungkapan tua Minahasa, Meikodote Um Batu. 

"Setelah saya meneliti lewat konversi bahasa ke bahasa Tiongkok, berarti Mei itu ke sini, Ko pergi, Dote keluar, Uatu dari negeri Han. Jadi kata Watu adalah negeri Han," ujar dia. 

Tanggapan Prof Perry Rumengan 

Prof Perry Rumengan menyebut temuan Weliam Boseke didasarkan pada sumber primer Tiongkok, termasuk kitab Sanguozhi. 

Dirinya pun mengaku, bahwa pengetahuan ilmiahnya tentang leluhur Minahasa mengalami pergeseran setelah menelaah temuan Boseke tersebut. 

"Seorang ilmuwan itu tidak boleh merasa bahwa apa yang dia tahu itu adalah paling benar. Dia harus terbuka," tegas Prof Perry. 

Ia menjelaskan bahwa kisah leluhur Minahasa yakni Toar, Lumimut hingga Karema menjadi semacam kisah dongeng karena terjadi konversi dari bahasa Minahasa ke bahasa Melayu pada tahun 1800-an, karena di masa itu bahasa Melayu sudah cukup populer di Semenanjung Utara Pulau Sulawesi termasuk di kalangan para peneliti. 

Kata dia, karena itulah Uatu yang sebenarnya merujuk negeri Han dikonversi menjadi Vatu ata Batu dalam bahasa Melayu.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved