TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebentar lagi kementerian di Indonesia akan bertambah lagi satu.
Kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Haji dan Umrah.
Sebab DPR RI sudah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Baca juga: Sah, UU Baru Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Ada Tiga Perubahan
Rancangan Undang-Undang (RUU) adalah draf usulan suatu undang-undang yang belum disahkan menjadi undang-undang (UU).
RUU menjadi dasar hukum yang diajukan melalui proses legislasi dan bisa diusulkan oleh pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Usulan Kementerian Haji dan Umrah masuk dalam poin tersebut.
Komisi VIII DPR RI menyebut pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah sebagai langkah monumental dalam reformasi tata kelola ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, menggantikan Badan Penyelenggara Haji (BPH).
Badan Penyelenggara Haji (disingkat BP Haji) adalah salah satu lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Indonesia, serta bertugas melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, mengatakan bahwa transformasi kelembagaan ini akan memperkuat koordinasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan meningkatkan efisiensi birokrasi dalam pelayanan jemaah.
“Ini bukan sekadar revisi undang-undang, melainkan transformasi fundamental. Dengan kementerian khusus, fokus dan sumber daya akan terkonsentrasi untuk melayani jemaah secara menyeluruh dari persiapan di tanah air hingga pelaksanaan ibadah di Arab Saudi,” ujar Singgih kepada wartawan, Rabu (27/8/2025).
Singgih juga menyoroti pengaturan kuota haji tambahan yang kini diatur lebih rinci dan akuntabel.
Ia mengakui bahwa pembahasan mengenai kuota haji khusus sebesar 8 persen dan umrah mandiri sempat menjadi perdebatan.
“Kami mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi penyelenggara. Ketentuan ini bertujuan memberikan fleksibilitas kepada jemaah, namun tetap dalam pengawasan ketat pemerintah untuk mencegah praktik ilegal dan penipuan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa UU Haji yang baru ini akan memperkuat tata kelola penyelenggaraan ibadah agar lebih profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.