Nama "Cap Tikus" sendiri berasal dari merek dagang awal yang dulu populer, yang menampilkan gambar tikus pada kemasannya.
Namun, kini nama tersebut lebih sering digunakan untuk merujuk pada jenis minuman beralkohol ini secara umum, tanpa memandang mereknya.
Proses pembuatan Cap Tikus pada dasarnya mirip dengan pembuatan minuman beralkohol sulingan lainnya, tetapi dengan sentuhan tradisional khas Minahasa.
Kadar alkoholnya bervariasi, tergantung pada proses penyulingan.
Namun, umumnya berkisar antara 30 persen hingga 50 persen atau bahkan lebih.
Selain Cap Tikus tradisional, ada juga varian yang lebih modern dan legal,
Varian-varian ini biasanya diproduksi oleh perusahaan yang terdaftar, melalui proses yang lebih terkontrol, serta sudah memiliki izin edar resmi.
Dampak dan Kontroversi
Cap Tikus tradisional sering kali menimbulkan kontroversi karena beberapa hal:
Risiko Kesehatan: Karena diproduksi secara ilegal dan tanpa pengawasan ketat, kualitasnya tidak terjamin. Seringkali, Cap Tikus ilegal mengandung metanol yang bisa sangat berbahaya jika dikonsumsi, menyebabkan kebutaan bahkan kematian.
Legalitas: Produksi dan peredaran Cap Tikus tradisional (ilegal) dilarang oleh hukum.
Pemerintah Minahasa dan pihak berwenang sering kali melakukan razia untuk memberantas peredaran minuman ini.
Di sisi lain, bagi masyarakat Minahasa, Cap Tikus juga memiliki peran penting sebagai bagian dari tradisi dan budaya.
Sering kali minuman ini disajikan pada acara-acara adat atau perayaan tertentu. (Ren)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Threads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca juga: Polda Sulut Tetapkan 7 Tersangka Kasus KM Barcelona, Akademisi Soroti Peran KSOP: Izin dari Mereka