Golkar Sulut

Jelang Musda Golkar Sulawesi Utara, Pengamat Soroti Dinamika Internal dan Isu Dua Periode

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TANGGAPAN - Pengamat Politik Sulut, Baso Affandi. Senin 2 Juni 2025, Ia menilai dinamika yang terjadi saat ini merupakan bagian dari karakter khas Partai Golkar yang memiliki tradisi kompetisi kuat.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulawesi Utara (Sulut), dinamika internal partai mulai menunjukkan geliatnya secara terbuka. 

Salah satu isu yang mencuat adalah mengenai kemungkinan Christiany Eugenia Paruntu (CEP) tidak bisa mencalonkan diri kembali sebagai Ketua DPD I Golkar Sulut karena dianggap telah menjabat dua periode.

Pengamat politik Sulut, Baso Affandi, memberikan tanggapannya terhadap perkembangan tersebut. 

Ia menilai dinamika yang terjadi saat ini merupakan bagian dari karakter khas Partai Golkar yang memiliki tradisi kompetisi kuat.

Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulawesi Utara yang kabarnya tak lama lagi digelar, dinamika internal partai mulai menunjukkan geliatnya secara terang benderang. 

"Ini memang khas Partai Golkar yang memiliki stok kader melimpah dan tradisi kompetisi yang hidup dalam setiap suksesi kepemimpinan,” kata Baso, Senin (2/6/2025).

Ia menyebut nama-nama kuat mulai mengemuka, seperti Christiany Eugenia Paruntu (CEP) dan Tonny Lasut (TL), yang menurutnya merepresentasikan dua kutub kekuatan politik internal yang sama-sama berpengaruh.

Dalam situasi seperti ini, menurutnya, narasi politik menjadi senjata utama.

Pihak yang ingin mendorong pergantian kepemimpinan mulai mengangkat isu pembatasan dua periode, seolah CEP tak lagi bisa mencalonkan diri. 

Sementara itu, loyalis CEP meng-counter dengan narasi bahwa CEP masih sangat layak.

"Berbekal pengalaman, jejaring nasional, kemampuan manajerial, serta hubungan baik dengan struktur DPP dan pemerintah pusat,” ujarnya.

Baso menilai kondisi ini menciptakan pertarungan yang cukup sengit dan bisa membuka ruang munculnya figur alternatif. 

Namun, ia mengingatkan bahwa siapapun figur yang ingin tampil harus memiliki kemampuan komunikasi politik yang kuat.

Dalam tradisi Golkar, pertarungan semacam ini justru membuka ruang munculnya figur alternatif, sosok yang dianggap bisa menjadi penengah dan menyatukan dua arus besar tersebut. 

"Namun tentu, siapapun figur yang ingin tampil harus memiliki kemampuan membangun komunikasi, menguasai medan organisasi, dan mempengaruhi pemilik suara secara strategis,” jelasnya.

Halaman
12

Berita Terkini