Sejumlah kepala sekolah terpaksa membayar utang memakai dana Bantuan Operasional Sekolah, ada juga dengan uang pribadi.
Dalam pemeriksaan saksi tersebut, nominal uang dalam utang tersebut sudah Rp 300 juta sekian.
Modusnya, oknum pada dinas pendidikan meminta uang kepada kepala sekolah.
Saat disetorkan kepala sekolah bingung bagaimana cara dikembalikan.
Lalu oknum itu mengarahkan para kepala sekolah ke sebuah koperasi dengan menjaminkan dana BOS, seolah-olah kepala sekolah meminjam ke koperasi.
Son menjelaskan, tidak semua dari kepsek menggunakan dana BOS, ada juga kepsek pakai dana pribadi.
Sementara para kepsek yang sempat menggunakan dana BOS, beberapa di antaranya sudah mengembalikan melalui dana pribadi sehingga untuk dana BOS tidak ada persolan.
Son mengungkapkan, fokus dalam kasus tersebut adalah oknum pejabat di Disdikbud, bukan dana BOS-nya.
Ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat tersebut.
Berty Lumempouw, suami tersangka menyebut, Kajari sekarang ini seharusnya ada pada lima tahun lalu sehingga bisa mengungkap kasus-kasus yang juga pernah dia laporkan ke aparat penegak hukum.
Dia mencontohkan perkara dugaan korupsi peralatan sawmill senilai Rp 8,4 miliar, yang jelas-jelas sudah menjadi besi tua.
Peralatan sawmill tidak bisa difungsikan dan pada akhirnya dilelang dengan harga besi tua sehingga Rp 8,4 miliar hilang begitu saja.
Kemudian perkara lainnya dugaan korupsi monumen Trikora dan lainnya.
Lumempouw berharap Kajari Bitung tetap konsisten dengan penegakan hukum korupsi di Bitung.
"Jangan pilih-pilih, sikat saja semua, kalau perlu kasus di pendidikan ini dikembangkan terus karena saya yakin akan banyak ditemukan penyalahgunaan wewenang apalagi penyimpangan dana BOS," kata dia.