Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Celepuk Siau atau Otus Siaoensis, adalah spesies burung hantu endemik di Pulau Siau, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara yang jarang diketahui.
Tak banyak informasi yang ada mengenai burung hantu mungil khas Pulau Siau ini
Hal itu turut dibenarkan Marthin Makarunggala, Ketua Perkumpulan Celebes Biodivercity, yang meneliti hewan endemik Khas Sulawesi.
Ia mengatakan, satu-satunya informasi mengenai Celepuk Siau, hanya berasal dari spesimen tunggal yang dikoleksi pada tahun 1866 oleh orang Belanda yakni Duyvonbode.
"Spesimen ini, diterbitkan shclegel, pada tahun 1873, sebagai scops siaoensis. Saat ini spesimen tersebut, berada di RMNH (Rijks Museum Van Natuurlijkr Historie), Laiden dengan label RMNH 88345. dengan catatan spesimen tertulis lokasi koleksi yaitu Siao-oudang, between celebes and sangi, namun tidak memkliki keterangan yang jelas tentang cara hidup, berkembang biak dan ancaman kepunahan" Terangnya
Memang lanjutnya, pada tahun 1998 Lembert dan rasmussen, perna membuat deskripsi, bahwa spesimen tersebut memiliki perbedaan fisik (morfologi) yang lebih kecil serta warna bulu cerah kecoklatan dan beberapa corak belang mencolok dibagian ujung sayap, dengan kerabat terdekatnya, yakni celepuk sangihe (Owl. Collari) dan celepuk sulawesi (Owl. Manadensis).
"Tentu saja dengan warna bulu coklat cerah dan corak khas yang ada disayapnya, serta memiliki tinggi tubuh 17 cm," ungkapnya
Ia mengatakan berdasarkan data yang ada di Museum, celepuk siau diketahui hanya hidup terbatas di Pulau Siau, dan kemungkinan juga pulau kecil sekitarnya. Namun, pencarian yang telah dilakukan, sejak tahun 1998, hingga sekarang, belum berhasil mencatat perjumpaan terhadap spesies ini.
"Seperti kerabat terdekatnya, celepuk siau diduga menghuni hutan. Berdasarkan hasil survei sebelumnya, dari birdlife international 2012 jumlah celepuk siau saat ini hanya tersisa 50 inividu, dan masuk sebagai spesies kritis terancam punah dalan daftar merah IUCB," tuturnya.
Marthin menyebutkan, masyarakat Siau mengenal burung endemik ini, dengan istilah momeong yang berarti menyerupai kucing.
"Namun, tidak ada satupun masyarakat yang berhasil mendeskripsikan gambaranya," bebernya.
"Berdasarkan data dugaan sebaran, burung tersebut, berada di sekitar kecamatan siau timur, namun tidak dapat dipastikan radius daya jelajah, karena sampai saat ini belum dapat diukung oleh fakta, sebab tidak pernah ada yang berhasil mendokumentasikanya," terangnya.
Ia mengatakan ancaman kepunahan, Celepuk Siau hingga saat ini, masih merupakan spekulasi.
Karena tambah dia sekarang, tidak ada yang berhasil melakukan pengamatan, namun beberapa ancaman yang dapat menyebabkan kepunahan.
"kemungkinan karena perubahan kondisi alam, erupsi gunung, perubahan pola hidup serta jenis makanan salah satu serangga, yang menjadi manakan pokok, diduga telah punah, serta berbagai aktifitas masyarakat seperti perburuan dan pembukaan lahan," jelasnya.