TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus Covid-19 Berangsur Menurun, Pemerintah Siapkan Penerapan New Normal.
Terkait hal tersebut, dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan ( PSHK) Indonesia meminta pemerintah hati-hati melaksanakan persiapan menuju new normal atau kenormalan baru.
Dari keterangan Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi, menilai saat ini penanganan dan pencegahan Covid-19 belum mencapai kondisi yang baik.
• Presiden Donald Trump Minggu Ini Akan Mengambil Tindakan soal Otonomi Hong Kong
• Demi Presiden AS, Inggris Kurangi Ketergantungan Produk China dan Mulai Mencukur Habis Peran Huawei
• Ganjar Pranowo: Tenaga Medis Tak Pernah Menolak Pasien, Kenapa Kita Tega Menolak Jenazah Mereka
"Belum mencapai kondisi PSBB yang sesuai dengan regulasi dan berdampak positif terhadap penanganan Covid-19, pemerintah sudah mengambil kebijakan lain," kata Fajri saat dihubungi, Rabu (27/5/2020).
"Kondisi itu jadi memunculkan kebingungan apa yang dimaksud dengan 'new normal', sedangkan apa yang harusnya dilakukan sebelumnya saja belum," lanjutnya.
Menurut Fajri, semestinya pemerintah telah memastikan kapasitas sistem kesehatan yang layak, seperti pelaksanaan tes massal.
Kemudian, pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang terdampak.
Ia pun mengatakan, pemerintah mesti berhati-hati dengan memastikan kebijakan yang akan diterapkan tidak bertentangan dengan undang-undang.
Fajri menyebutkan, semestinya pemerintah tetap merujuk pada UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Menurut Fajri, tidak ada ketentuan skala pelaksanaan PSBB ketat atau longgar dalam UU 6/2018.
"Secara hukum sebenarnya sulit menjustifikasi kebijakan tersebut (new normal), karena dalam UU 6 2018 kategori PSBB ini tidak ada skala ketat dan longgar," ucapnya.
Namun, jika langkah yang diambil pemerintah kemudian berlainan dengan dalih kebijaakan diskresi, ia pun mengingatkan tentang UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Fajri menjelaskan, Pasal 22 UU 30/2014 menyatakan bahwa kebijakan diskresi hanya dapat dilakukan untuk mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu demi kemanfaatan dan kepentingan umum.
Selanjutnya, Pasal 24 menyebutkan syarat diskresi harus berlandaskan alasan objektif dan dilakukan dengan iktikad baik.
"Dalam kondisi ini pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan. Pasal 17 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pelaksanaan kewenangan pemerintah tidak boleh melampaui kewenangan yang ditunjukan dengan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," ucap Fajri.