Kami harap Kementerian Agama lebih fokus pada pendekatan religius," ucapnya.
Selain Iskan dan Nanang, Maman Imanul Haq dari fraksi PKB juga menilai isu radikalisme tak berhungan dengan cara berpakaian seseorang.
Ia menilai, pernyataan Menag terakait larangan penggunaan cadar membuat gaduh publik.
Maman meminta agar Menag lebih bijak mengeluarkan pernyataan di hadapan publik.
"Jadi, sebenarnya isu radikalimse itu tidak ada hubungan dengan cingkrang, tidak ada kaitannya dengan cadar.
Apalagi cingkrang hari ini jadi noise. Jadi bukan masalah radikalisme.
Sebaiknya. pak menteri berkoordinasi juga hasil penelitian di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme itu menunjukkan tidak ada kaitannya, kalaupun ada 1 atau 2 orang itu oknum," ujar Maman.
Setop Bicara Radikalisme
Sementara itu organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah meminta semua pihak menyudahi perbincangan mengenai radikalisme, termasuk pemerintah dan media.
Isu radikalisme yang berkembang dinilai Muhammadiyah justru kian melebar.
"Karena itu Muhammadiyah meminta supaya dosis pembicaraan tentang radikalisme ini dikurangi dan atau dikempeskan," kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas.
Sejauh ini, ia mengungkapkan, masih banyak persoalan yang lebih penting diselesaikan ketimbang isu yang berkutat pada radikalisme.
"Ini bukan berarti masalah radikalisme tidak penting dan tidak berbahaya bagi masa depan bangsa. Kita harus perhatikan dan pikirkan masalah lain seperti bidang ekonomi, politik dan pendidikan," terangnya.
Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menuturkan, masalah pendidikan misalnya, yang harusnya mencetak dan melahirkan generasi yang memiliki karakter insan pancasilais, seperti keinginan Presiden Jokowi.
Namun, kenyataannya, banyak mencetak anak-anak dan generasi bangsa sekuler karena pendidikan diberikan lewat mata ajar terputus dan tidak terkait dengan Tuhan atau sila pertama.
"Oleh karena itu, dunia pendidikan kita harus bisa kita benahi agar ia mampu mencetak anak-anak didik dan generasi bangsa yang tunduk dan patuh kepada Tuhan dan agama," ujar Anwar.
Menurut dia, insan pancasilais merupakan pribadi yang lebih mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam mengatasi perbedaan, berorientasi kepada kepentingan orang banyak, terutama untuk terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Padahal, kehadiran agama bagi kita bangsa Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tutupnya.
(Tribun Network/mam/nis/rin/wly)