TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Buntut dari defisitnya BPJS Kesehatan berimbas kepada naiknya besaran iuran. Tentu hal tersebut bukan perkara mudah bagi para pesertanya. Penolakan demi penolakan terus bermunculan terkait rencana tersebut. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, para buruh akan menggelar aksi demo besar-besaran untuk menentang rencana pemerintah tersebut.
"Pasti ada aksi, kalau pemerintah bersikeras menaikan iuran pasti akan ada perlawanan, pertama melalui gerakan, hukum dan politik," ujarnya.
Baca: Keluarga Dosen IAIN Surakarta Diteror Netizen
Said memastikan protes buruh tidak hanya akan berhenti hanya dengan demonstrasi. Sebab kenaikan iuran BPJS Kesehatan jelas akan memberatkan masyarakat, tidak hanya buruh. KSPI meminta pemerintah memikirkan daya beli dan pendapatan masyarakat. Sebab dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka uang masyarakat akan dipotong lebih banyak.
"Misal untuk kelas III naiknya jadi Rp 42.000 kan. Kalau peserta mandiri satu istri, satu suami dan 3 anak, berarti Rp 42.000 kali 5 orang sudah Rp 210.000," kata dia.
"Bagi orang Jakarta yang upah minimum non buruh Rp 3,9 juta mungkin enggak terasa naik jadi Rp 210.000 keluar. Tapi gimana pekerja di daerah lain dengan UMP yang lebih kecil?" sambungnya. Said yakin aksi buruh akan mendapatkan dukungan dari kelompak masyarakat lainnya sebab dampak iuran BPJS Kesehatan akan dirasakan oleh pekerja lainnya.
Protes juga datang dari kalangan pengusaha. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan seperti usulan Menteri Keuangan menjadi 5 persen terhadap upah bulanan dengan nilai maksimum upah Rp 12 juta, dari yang sebelumnya Rp 8 juta tidak bisa dipukul rata untuk seluruh Indonesia. Sebab kata Ade setiap daerah memiliki tingkat upah minimum yang beragam.
"BPJS Kesehatan seharusnya bukan hanya main pungut dengan persentase tertentu, tapi juga harus berasaskan keadilan, karena kalau berdasarkan persentase, dasarnya UMKM ( Upah Minimum Kota/Kabupaten) di Jawa Tengah akan lebih kecil iurannya jika dibandingkan dengan kawasan Karawang, Garut dan lainnya," ujar Ade.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai kenaikan batas maksimum pendapatan tersebut tidak efektif dalam menekan defisit BPJS Kesehatan. Sebab, industri tekstil, meski data-data perindustrian menunjukkan pertumbuhan, pada praktiknya banyak juga perusahaan-perusahaan yang gulung tikar di lapangan.
"Karena ekspor naik, nilai ekspor garmennya naik. Ada investasi, salah satunya Asia Pacific Rayon, tapi itu juga investasi dari 3 tahun yang lalu. Sementara di sektor tenun, rajut, dan garmen juga banyak yang stop, kemarin di Sukabumi ada laporan di stop, 40.000 pekerja, kemudian di Bogor ada lagi, Subang ada lagi. Kalau (batas atas) dinaikin siapa yang mau bayar?" ujar dia.
Sementara, pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih enggan mengomentari hal ini Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengatakan, hingga saat ini pihak internal Kadin masih melakukan pembahasan mengenai usulan kenaikan iuran ini. Shinta mengatakan, pengusaha menyadari kebutuhan BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan besaran iuran. Namun seharusnya, besaran peningkatan iuran tidak merugikan bagi pengusaha.
"Saya nggak mau ini dulu karena lagi diselesaikan dengan BPJS. Tapi kami menyadari BPJS membutuhkan tambahan lebih banyak revenue, tapi kan nggak bisa rugikan pengusaha juga. Kami coba bicara lah," ujar Shinta.
Baca: Perpres Iuran BPJS Kesehatan Diteken Sebelum Oktober
Harus Naik
Pihak Istana, melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai menang sudah sepatutnya iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan. "Ya sudah dikalkulasi bahwa memang harus naik," ujar Moeldoko.
Menurut Moeldoko, saat ini iuran BPJS Kesehatan pada prinsipnya dalam kajian yang sudah menuju titik terang dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah meminta manajemen BPJS Kesehatan untuk membangun sistem lebih efisien serta efektif.
"Jadi dua-duanya (iuran dan manajemen) akan dibenahi, karena memang secara itung-itungan, selama ini BPJS Kesehatan tidak pernah mencukupi, oleh karena itu caranya harus naik," tutur Moeldoko.