Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Perpres Iuran BPJS Kesehatan Diteken Sebelum Oktober

Presiden Joko Widodo akan menandatangani Peraturan Presiden tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
(Tribunnews.com/Chaerul Umam)
Politikus PDI Perjuangan Puan Maharani 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo akan menandatangani Peraturan Presiden tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Perpres tersebut akan ditandatangani sebelum Oktober 2019.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9). Puan menuturkan Perpres tersebut masih dalam proses, namun akan segera rampung.

Baca: Istri ABK Korban Pembunuhan di Taiwan Ikhlas: Sesama TKI Terancam Hukuman Mati

"Sudah dalam proses. Harusnya sebelum Oktober sudah selesai," ujar Puan.

Meski penentangan soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan belakangan ini begitu banyak, pemerintah tetap menaikkan iuran tersebut. Menurut Puan selama lima tahun ke belakang iuran BPJS Kesehatan tidak pernah mengalami kenaikan.

"Ini tidak serta-merta harus segera kami laksanakan, namun akan kami laksanakan nanti pada 1 Januari 2020," jelas Puan.

Menurut Puan penyesuaian iuran memang harus dilakukan karena melihat kondisi dan situasi yang ada di lapangan. Saat ini BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan karena iuran dan pengeluarannya tidak seimbang.

"Tentu saja dengan mempertimbangkan hal-hal yang perlu diperkuat, diperbaiki dan dievaluasi. Serta tidak merugikan peserta PBI (penerima bantuan iuran, red)," kata Puan.

Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II sebesar 100 persen. Melalui kenaikan itu nantinya pengguna layanan BPJS Kesehatan kelas I harus membayar iuran dari Rp80 ribu sampai Rp160 ribu per bulan. Sedangkan iuran pengguna kelas mandiri naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per bulan.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai sudah sepatutnya iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan. Moeldoko menuturkan Presiden Joko Widodo telah meminta manajemen BPJS Kesehatan untuk membangun sistem yang lebih efisien dan efektif.

Baca: DPR Ingin Ubah UU KPK: Ini Poin-poin yang Ingin Direvisi

"Jadi dua-duanya (iuran dan manajemen, red) akan dibenahi karena memang secara hitung-hitungan selama ini BPJS Kesehatan tidak pernah mencukupi. Oleh karena itu caranya harus naik," ujar Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9).

Moeldoko berharap masyarakat dapat memahami persoalan ini. Moeldoko juga berharap masyarakat memiliki pemikiran sehat itu sesuatu yang mahal, bukan murah.

"Kalau sehat itu murah, orang menjadi sangat manja, tidak mau mendidik dirinya untuk menjadi sehat. Sehat itu perlu perjuangan, perlu olahraga, perlu mengurangi rokok," kata Moeldoko.

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Johny G Plate menilai pemerintah tidak perlu terburu-buru menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Menurut Johny masalah defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan memerlukan pembenahan menyeluruh. Dia menilai BPJS Kesehatan perlu memperbaiki sistem pendataan peserta milik mereka.

"Perlu saya sampaikan pendataan peserta bebas iuran di Jawa sebagian besar bermasalah. Ada 10 juta orang PBI yang belum divalidasi. Anggarannya sudah ada di APBN, tetapi pada realitanya banyak dari mereka yang tidak mendapat pelayanan kesehatan seperti yang dijanjikan," ujar anggota Fraksi Partai Nasdem itu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (4/9).

Menurut Johny selama ini solusi untuk mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan seakan-akan hanya dua, yaitu menutup defisit menggunakan APBN dan menaikkan iuran. Menurut Johny hal yang harus dievaluasi adalah mekanisme pembayaran BPJS Kesehatan apakah sudah benar atau belum.

Baca: Lebih 500 Ribu Tautan Sebar Hoaks Papua: Paling Banyak Menggunakan Twitter

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved