Warga Afganistan di Rudenim Manado Bakar Diri, Ini Kata Dosen Hukum Internasional Soal Status Mereka

Penulis: Aldi Ponge
Editor: Aldi Ponge
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DR Natalia Lengkong SH MH, dan Sajjad

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sajjad (24) pemuda asal Afganistan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudemin) Manado melakukan aksi bakar diri sebagai protes terhadap PBB terkait status mereka.

Akibat aksi bakar diri tersebut, pamannya Muhammad Rahim (60) ikut terbakar saat berdiri disampingnya.

Aksi tersebut dilakukan saat dirinya hendak ditangkap karena memprotes PBB yang tak memenuhi status mereka sebagai pengungsi.

Aksi protes sudah dilakukan oleh puluhan penghuni dalam beberapa tahun terakhir. Mereka melakukan unjuk rasa dan mogok makan karena ditolak menjadi pengungsi.

Terkait status mereka, DR Natalia Lengkong SH MH, Dosen hukum Internasional, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado memiliki beberapa pertimbangan dan alasan.

Dijelaskannya, Indonesia bukan negara peratifikasi Konvensi Wina tentang pengungsi. Jadi sebenarnya tidak ada kewajiban untuk mengurus pengungsi.

"Mereka yang dari Afganistan itu statusnya titipan kalau mau ikut aturan memang harus dideportasi. Tapi Indonesia berlandaskan kemanusiaan bersedia menampung sementara," katanya

Tapi kalau statusnya case closed berarti ada beberapa alasan sampai UNHCR berikan status pengungsi.

Rumah detensi bukan untuk pengungsi sebenarnya, itu untuk Warga Negara Asing (WNA) yang punya masalah pelanggaran keimigrasian.

Baca: Marcelino Mongi Tewas Kecelakaan Lalu Lintas di Kairagi, Teman SMA: Talalu bae Ngana pa Torang

Baca: Ayah Marcelino Mongi, Korban Kecelakaan Kairagi Menangis Histeris di RSUP Kandou: Apa Kita pe Salah?

Baca: Ini Identitas Korban Tewas Kecelakaan di Jalan AA Maramis Kairagi: Lino Bukang Ngana ini Toh?

Dr Natalia Lengkong SH MH, Dosen hukum Internasional, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado (Istimewa)

Status Immigratoir

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado Arther Mawikere memberi tanggapan terkait aksi bakar diri dua penghuni Rudenim.

Aksi tersebut dilakukan seorang pria asal Afghanistan bernama Sajjad (24). Namun sang paman pamannya, Muhammad Rahim (60) ikut terbakar saat berdiri disampingnya.

Mereka bakar diri sebagai upaya mereka memperjuangkan hak menjadi status sebagai pengungsi.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado Arthur Mawikere mengatakan status penghuni rudenim final reject atau ditolak sebagai pengungsi.

“Yang jelas status mereka final reject, dan sejak 01 Februari 2019 berada dalam pengawasan Imigrasi sesuai surat UNHCR tanggal 31 Januari 2019,” ujarnya.

“Termasuk Internasional Organizations for Migrations yang telah memutus pemberian fasilitas mereka, oleh karena ulah dan perbuatan mereka yang menolak beberapa kali pihak UNHCR untuk menemui mereka. Sehingga status mereka adalah Immigratoir sesuai UU nomor tahun 2011 tentang kemigrasian,” ujar Mawikere lagi.

Diketahui, Immigratoir adalah istilah untuk pelaku pelanggaran Peraturan Keimigrasian yang diatur dalam Undang-Undang nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Baca: Begini Kondisi Sajjad, Warga Afganistan yang Bakar Diri di Rudenim Manado, Teriak Kesakitan, Parah?

Baca: Cerita Sajjad, Pemuda asal Afganistan di Rudenim Manado soal Aksinya Bakar Diri

Baca: 2 Warga Afganistan Bakar Diri, Kepala Rudenim Manado: Status Mereka Immigratoir

Baca: 2 Warga Afganistan di Rudenim Manado Lakukan Bakar Diri, Sajjad: Kami Bukan Pembuat Kriminal

Cerita Sajjad, Pemuda asal Afganistan di Rudenim Manado soal Aksinya Bakar Diri (TRIBUNMANADO/JUFRY MANTAK)

Aksi Bakar Diri

Sajjad (24) pria asal Afghanistan yang jadi penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado menceritakan aksi protesnya hingga membakar diri. 

"Selama ini PBB terlebih khusus UNHCR telah menginjak hak kami. Sebab selama 20 tahun ini mereka tidak pernah lanjuti janji mereka. Saya ingin bertanya kepada mereka. Kenapa? Ada apa?" ujarnya saat ditemui di RSUP Kandou pada Sabtu (9/2/2019).

Dia dan penghuni lainnya menggelar aksi protes untuk mendapatkan status sebagai pengungsi. Upaya bertahun-tahun itu tak kunjung dipenuhi PBB dan lembaga internasional lainnya.

"Dengan diperolehnya status pengungsi tersebut. Kami memiliki hak untuk dikirim ke Community House yang berada di Makassar atau Jakarta, sebelum dideportasi ke negara tujuan. Sehingga tidak merasa terpenjara di Rudenim Manado ini," bebernya

Dia mengungkapkan semua aksi demonstrasi dan mogok makan beberapa tahun terakhir hanya untuk mendapatkan status sebagai pengungsi.

"Selama 9 Tahun kami di Rudenim, haknya kami selalu diambil. Bahkan kamar kami pernah dihancurin," jelas Sajjad.

Atas aksi protes tersebut, dia dan keluarganya didatangi petugas dan kepolisian.

"Kami bukan pelaku kriminal di Manado. Kami tidak pernah buat kekacauan di Kota Mando. Selama ini kami damai di sini," ucapnya.

"Mereka mau menangkap kami seperti orang pembuat kriminal. Kami hanya ingin hidup damai di Manado, kenapa mau ditahan seperti orang pembuat kriminal," tambahnya.

Ketika dia didatangi petugas Rudenim dan Polisi. Dia menyiram bensin ditubuhnya dan mengancam bakar diri jika ditangkap.

"Saya sudah bilang, jangan ada yang maju, di situ ada penjaga Rudenim dan Polisi. Namun ada satu Polisi yang maju dan mengatakan coba kalau kamu berani," bebernya.

Sajjad langsung menyalakan korek api, dan tubuhnya langsung terbakar.

"Paman saya Muhammad Rahim, saat itu berdiri di samping saya, saat saya memasang korek api, saya langsung tebakar. Ternyata paman saya juga ikut terbakar," tambahnya.

Kedua dilarikan ke RS RW Mongisidi lalu dirujuk ke RSUP Prof Kandou Manado untuk mendapatkan perawatan medis.

Aksi protes Sajjad tersebut, sebenarnya sudah dilakukan penghuni Rudenim Manado lainnya dalam beberapa tahun terakhir.

Sajjad sudah tinggal selama 9 tahun di Rudenim Manado.

Dia bahkan menghabiskan kuliahnya di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado pada 2018 silam

Beberapa tahun terakhir, penghuni rudenim Manado terus menggelar demo dan aksi mogok makan untuk memprotes kebijakan pemerintah Indonesia dan PBB

Bahkan satu keluarga memberi anak mereka dengan nama "Tahanan PBB" dan Tahanan PBB Dua"

Aksi mereka mogok makan diantaranya meminta agar mereka bisa dipindahkan ke Commumity House.

Mereka menilai tinggal di rudenim bak hidup dalam penjara.

Sedangkan dalam Commumity House bisa berinteraksi dengan penduduk setempat.

Adapula menuntut diberi suaka ke Australia dan Amerika Serikat

TONTON JUGA:

Berita Terkini