TRIBUNMANADO.CO.ID - Senin (4/2/2019) waktu Swiss atau Selasa (5/2/2019) waktu Indonesia, Pemerintah Indonesia dan Swiss meneken perjanjian kerja sama bilateral bidang hukum pidana dalam memerangi korupsi dan pencucian uang (money laundring).
Perjanjian ini memungkinkan Indonesia meminta pengembalian bukti-bukti uang hasil kejahatan korupsi dan money lundering yang ada di bank-bank di Swiss, yang selama ini terkendala masalah hukum.
Dilansir dua situs resmi pemerintah www.admin.ch/gov dan https://www.swissinfo.ch/, kabar ini menyebutkan pemerintah Indonesia diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Sedangkan Swiss diwakili Karin Keller-Sutter, pejabat hukum yang belum sepekan dilantik menjadi Menteri Kehakiman negara federasi ini.
Usai tekan kesepakatan keduanya berjabat tangan dan elar konferensi pers dengan belasa wartawan dari dua negara.
Dokumen perjanjian di tekan di sebuah gedung federal di Kota Bern, ibu kota pemerintahan Swiss.
Bern adalah kota terbesar ke-4 di Swiss setelah Zürich, Jenewa dan Basel.
Dokumen perjanjian berkop; The bilateral agreement on mutual legal assistance antar kedua negara ini, sebelumnya sudah mendapat persetujuan Federal Council, otoritas tertinggi di pemerintah Swiss, September 2018 lalu.
Baca: Soal Pernyataan Propaganda Dibantah Dubes Rusia, Wakil Ketua BPN: Jokowi Agak Ceroboh
Baca: Akbar Tandjung Nyatakan Dukungan Kepada Jokowi-Maaruf
Dengan adanya perjanjian bilateral ini, membuka peluang penyidik dan otoritas hukum Indonesia, untuk menarik uang hasil korupsi atau uang hasil kejahatan terorganisir, seperti pencucian uang, dan terorisme.
Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana ini adalah bagian dari strategi negara-negara dunia dalam memerangi kejahatan internasional.
Kesepakatan ini akan berlaku setelah diratifikasi kedua negara.
Menurut pernyataan Kantor Federal Swiss untuk hubungan Keadilan Eksternal (FOJ), perjanjian tersebut memberikan dasar dalam hukum internasional di mana kedua negara dapat bekerja sama mendeteksi dan menuntut kegiatan kriminal internasional seperti korupsi dan pencucian uang.
Merujuk Konvensi Eropa tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan Undang-Undang Federal tentang Bantuan Timbal Balik Internasional dalam Masalah Pidana, kesepakatan itu akan mengurangi persyaratan formal dan mempercepat bantuan hukum timbal balik antara kedua negara.
Baca: Terjerat Korupsi Pembangunan Gedung IPDN, KPK Perpanjang Penahanan Bambang Mustaqim Selama 30 hari
Baca: KPU Segera Umumkan Caleg Eks Narapidana Kasus Selain Korupsi
Baca: KPU Umumkan Caleg Eks Koruptor, Mieke Nangka: Kembalikan ke Rakyat
Hak asasi manusia secara jelas disebut dalam perjanjian: jika pelanggaran hak-hak dasar dicurigai,
FOJ menulis, Swiss dapat menolak untuk memberikan bantuan.
Perjanjian ini mirip dengan yang lain yang ditandatangani oleh Bangsa Alpine dalam beberapa tahun terakhir sebagai bagian dari dorongan pemerintah untuk meningkatkan kerjasama internasional dan transparansi dan "memastikan integritas negara sebagai pusat keuangan", seperti yang dikatakan oleh FOJ.