Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Setya Novanto Bebas

Setya Novanto Terpidana Korupsi e-KTP Kini Bebas Bersyarat, Ini Tanggapan KPK hingga Pakar Hukum

Sedang menjadi sorotan publik terkait bebasnya terpidana kasus korupsi e-KTP yakni Setya Novanto.

Editor: Glendi Manengal
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
BEBAS BERSYARAT: Setya Novanto terpidana kasus korupsi KTP Elektronik menjalani sidang peninjauan kembali (PK) di gedung Tipikor, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Tanggapan KPK hingga pakar hukum mantan Ketua DPR Setya Novanto kini bebas bersyarat 

Feri Amsari meyakini, pembebasan bersyarat Setya Novanto sudah sesuai prosedur hukum yang ada, tetapi yang harusnya diperhatikan adalah soal keberpihakan hukum.

Namun, kata Feri, pembebasan bersyarat ini tidak wajar untuk koruptor, apalagi di Indonesia, negara yang 'penyakit' korupsinya sudah kronis.

Feri pun menyinggung pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang mengaku bertekad akan mengejar koruptor hingga ke Antartika dalam acara penutupan Rapimnas Partai Gerindra Sabtu, (31/8/2024).

"Ya, kalau sesuai prosedur, saya yakin sesuai prosedur. Tapi ini bicara keberpihakan," kata Feri, dikutip dari tayangan Sapa Indonesia Malam yang diunggah di kanal KompasTV, Senin (18/8/2025).

"Jadi, kalau prosedur kan bisa dibuat agar kemudian sesuai dan itu layak untuk diberikan kepada siapa pun termasuk dalam kasus korupsi. Tapi, tidak lumrah di sebuah negara yang bercita-cita akan mengejar koruptor hingga ke Antartika," jelasnya.

Feri juga menyinggung sejumlah keringanan yang didapat oleh Setya Novanto yang mengurangi masa hukumannya.

Menurutnya, pengurangan masa hukuman terkesan begitu mudah terhadap terpidana kasus koruptor.

Padahal, seharusnya kasus korupsi harus ditindak secara tegas dan keras.

Hal ini menunjukkan bahwa orang yang berkuasa lebih mudah mendapat keringanan, dan upaya pemberantasan korupsi tidak didukung maksimal.

"Lalu diberikan kemudahan-kemudahan yang signifikan mengurangi masa pidana mereka. Bagi saya, [ini, red] keberpihakannya yang tidak terlihat," papar Feri.

"Apalagi sepengetahuan saya, konsep pemberantasan kasus-kasus extraordinary ya, white collar crime (sebutan lain untuk tindak pidana korupsi, dalam bahasa Indonesia artinya kejahatan kerah putih, red.) ini biasanya jauh lebih keras tegas begitu ya. gitu," ujarnya.

"Nah, pemberian seperti dicicil potongan remisinya berkali-kali, PK juga dimenangkan, memang tidak menunjukkan keberpihakan kita dalam upaya pemberantasan korupsi," jelasnya.

"Orang yang punya kuasa begitu mudah mendapatkan remisi dan mereka bisa bebas sedemikian rupa dalam hal-hal yang menurut kita tidak dialami oleh pelaku tindak pidana lain, terutama kasus-kasus yang juga dianggap sebagai extraordinary, misalnya tindak pidana terorisme. Itu tidak akan pernah dapat yang begini-beginian begitu ya," sambung Feri.

Artikel telah tayang di Kompas

-

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved