Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Prada Lucky

Akhirnya Terungkap Sosok Komandan Pleton Dalang Tewasnya Prada Lucky, Usia Hanya Selisih Dua Tahun

Kekerasan itu berakhir tragis dengan tewasnya Prada Lucky, peristiwa yang meninggalkan luka mendalam bagi keluarga serta mencoreng citra institusi.

Kolase Tribun Manado/POS-KUPANG.COM
TNI TEWAS - Kolase foto Letda Inf Thariq Singajuru dan korban Prada Chepril Saputra Namo. Letda Thariq adalah perwira TNI yang diduga aniaya juniornya Prada Lucky Namo (23) hingga tewas di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Akhirnya Terungkap Sosok Komandan Pleton Dalang Tewasnya Prada Lucky, Lulusan Akmil 2017 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23) terus menyingkap fakta-fakta baru yang memicu perhatian publik.

Penyelidikan terbaru mengarah pada sosok seorang komandan peleton yang diduga membiarkan aksi kekerasan terhadap korban terjadi tanpa upaya pencegahan.

Komandan peleton tersebut diketahui merupakan pembina Prada Lucky di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.

Yang menarik, usianya hanya berbeda dua tahun dengan korban menunjukkan bahwa keduanya sama-sama berada pada tahap awal karier militer.

Baca juga: Kronologi Lengkap Awal Mula Prada Lucky Alami Serangkaian Penganiayaan, Ternyata Karena Hal Ini

Nama sang komandan kini masuk dalam daftar 20 personel yang diduga terlibat dalam rangkaian penganiayaan terhadap prajurit junior. 

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana memastikan, perwira yang diduga terlibat dalam kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, merupakan Komandan Pleton di satuan tempat Lucky bertugas, yakni Batalion Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, NTT.

"Iya. Danton. Letda (letnan dua)," kata Wahyu saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (12/8/2025).

Sebelumnya, Wahyu mengungkapkan bahwa perwira tersebut diduga dengan sengaja memberi kesempatan kepada bawahannya untuk melakukan kekerasan.

Atas perbuatannya, perwira tersebut diduga melanggar Pasal 132 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.

“Jadi ada Pasal 132. Itu artinya militer yang dengan sengaja mengizinkan seorang bawahan atau militer yang lainnya untuk melakukan tindak kekerasan itu juga akan dikenai sanksi pidana," jelas Kadispenad.

Adapun pasal tersebut menjadi satu dari lima pasal yang akan dikenakan penyidik untuk menjerat para tersangka. Penerapan pasal tersebut akan ditentukan setelah pemeriksaan lanjutan terhadap para tersangka selesai.

Ia menjelaskan, jumlah tersangka dalam kasus ini cukup banyak karena kejadian kekerasan tidak hanya berlangsung satu hari, melainkan dalam beberapa rentang waktu, melibatkan sejumlah personel, termasuk korban.

“Sehingga harus betul-betul menyeluruh pemeriksaannya, sehingga betul-betul bisa diambil langkah-langkah yang tepat, kepada orang yang tepat, sehingga pertanggungjawaban itu dapat ditegakkan, evaluasi, perbaikan juga dapat dilaksanakan untuk masa yang akan datang," jelas Wahyu.

Ia meminta waktu kepada masyarakat dan media untuk menuntaskan pemeriksaan, agar peran masing-masing tersangka bisa diungkap dengan tepat.

Setelah proses pemeriksaan selesai, penyidik akan menggelar perkara sebelum melimpahkan berkas ke oditur militer untuk disidangkan di pengadilan militer.

Ia menegaskan, TNI AD berkomitmen menindak tegas setiap bentuk pembinaan yang melanggar kaidah, apalagi sampai menyebabkan kematian prajurit.

“Pimpinan TNI Angkatan Darat tidak pernah mentolerir setiap bentuk pembinaan yang di luar kaedah-kaedah yang bermanfaat untuk operasional prajurit. Apalagi menyebabkan kerugian personel meninggal dunia," tutur Wahyu.

Menurutnya, kasus ini akan menjadi bahan evaluasi bagi seluruh satuan operasional TNI AD agar tradisi pembinaan prajurit dilakukan dengan benar dan mendukung keberhasilan tugas.

Diberitakan sebelumnya, Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto mengungkapkan sebanyak 20 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan Prada Lucky meninggal dunia.

Prada Lucky Chepril Saputra Namo diduga tewas akibat dianiaya seniornya saat bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere, Nagekeo, NTT.

"Sudah 20 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan," kata Piek kepada wartawan di Kupang, Senin (11/8/2025) seperti dilansir dari Antara.

Pernyataan itu ia sampaikan saat berkunjung ke rumah orang tua Prada Lucky di asrama tentara Kuanino, Kota Kupang.

Dari 20 tersangka tersebut, salah satunya adalah seorang perwira yang diduga terlibat langsung dalam penganiayaan hingga menyebabkan kematian Prada Lucky.

Proses pemeriksaan, menurutnya, masih terus berjalan dan melibatkan Detasemen Polisi Militer (Denpom) bersama Kodam IX/Udayana untuk mengungkap kasus ini.

Sosok komandan peleton

Sebanyak 20 prajurit TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Prada Lucky Namo.

Dari 20 tersangka tersebut, termasuk seorang perwira muda berpangkat Letnan Dua yang menjabat sebagai komandan peleton.

Ia diduga dengan sengaja membiarkan bawahannya menganiaya Prada Lucky Namo sampai tewas.

Rupa-rupanya, tak hanya Prada Lucky Namo yang disiksa dengan dalih pembinaan.

Anggota TNI lain yang masih junior juga turut dianiaya para senior.

Namun, mereka disebut dalam kondisi sehat, berbeda dengan Prada Lucky Namo yang alami ginjal pecah dan paru-paru bocor akibat dianiaya.

TB Hasanuddin menyebut, komandan peleton yang terlibat dalam penganiayaan Prada Lucky Namo masih muda.

"Masih muda sekali, mungkin umur sekitar 24-25," ucapnya.

Ia merupakan perwira muda berpangkat Letnan Dua (Letda) lulusan Akademi Militer (Akmil).

Ia bertugas sebagai komandan peleton di Batalion Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, NTT.

Profil Letda Inf Thariq Singajuru

Dikutip dari akun LinkedIn miliknya, ia memiliki nama lengkap Achmad Thariq Al Qindi Singajuru.

Ia kini berpangkat Letnan Dua Infanteri disingkat Letda Inf.

Pangkat ini golongan perwira pertama di institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sementara, Infanteri merupakan salah satu kecabangan dalam TNI, yang dikenal sebagai pasukan jalan kaki atau pasukan tempur darat utama.

Seorang Letda Inf biasanya memimpin satu peleton pasukan yang terdiri dari 30 hingga 50 orang.

Di akun LinkedIn-nya, Letda Inf Thariq Singajuru menuliskan dirinya alumni SD Al Hanief Moeliza Bekasi, Jawa Barat, (2003-2009).

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 4 Palembang, Sumatra Selatan, (2009-2012).

Usai lulus jenjang SMP, Letda Inf Thariq Singajuru kemudian menimba ilmu di SMA Plus Negeri 17 Palembang.

Ia mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan Biologi, dan lulus 2015.

Sementara, karier dunia kemiliterannya diawali dengan masuk ke Akademi Militer pada 2017.

Ia kemudian lulus pada 2021 dan berhak menyandang gelar Sarjana Terapan Pertahanan (S.Tr.Han).

Letda Inf Thariq Singajuru lantas ditugaskan di Yonif Raider Khusus 744/Satya Yudha Bhakti (SYB), yang bermarkas di Tobir Desa Manleten, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak Oktober 2021.

Dirinya lalu berdinas di Kompi Senapan B Yonif TP 834/Wakanga Mere, satu satuan tugas bersama Prada Lucky.

Informasi tambahan, berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, Letda Inf Thariq Singajuru sempat memiliki akun Instagram dengan username @eriksingajuru.

Ia memiliki 11,6 ribu pengikut.

Akun @eriksingajuru masih terindeks mesin pencarian Google hingga Jumat (8/8/2025) pukul 22.00 WIB.

Kasus Kematian Prada Lucky Namo

Prada Lucky Chepril Saputra Namo, seorang prajurit TNI yang bertugas di Nusa Tenggara Timur, ditemukan tewas pada awal Juli 2025.

Penyelidikan mengungkap bahwa ia menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh sejumlah seniornya di kesatuan. 

Dugaan sementara, aksi kekerasan ini terjadi akibat pelanggaran disiplin yang berujung pada penganiayaan berat.

Kasus ini kemudian berkembang setelah terungkap keterlibatan seorang perwira yang diduga memberi ruang atau membiarkan tindak kekerasan tersebut terjadi.

Temuan ini memicu pemeriksaan internal di tubuh TNI dan memancing perhatian publik, mengingat peristiwa ini mencoreng nama institusi militer.

Hingga kini, proses hukum masih berjalan, dengan para pelaku dijerat pasal terkait penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Keluarga korban dan masyarakat luas menuntut keadilan agar peristiwa serupa tidak terulang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

-

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved