Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

WPR Sulawesi Utara

Akademisi Sebut, WPR 3.000 Hektar Jadi Jalan Hukum Menuju Kesejahteraan Penambang Lokal Sulut

Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seluas 3.000 hektar dinilai sebagai koreksi tata kelola yang memberikan dasar legal.

Dokumentasi Prof Dr Jozef
GURU BESAR - Guru Besar Ilmu Manajemen Strategi Universitas Katolik De La Salle Manado, Prof. Dr. Jozef R. Raco menegaskan legalitas WPR mengubah praktik penambangan dari sekadar “survival economy” menjadi “productive legal economy” yang dapat diawasi, dipajaki, dan diintegrasikan ke rantai pasok formal. 

TRIBUNMANADO.CO.ID – Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seluas 3.000 hektar dinilai sebagai koreksi tata kelola yang memberikan dasar legal, kepastian usaha, dan standar keselamatan bagi aktivitas tambang rakyat. 

Guru Besar Ilmu Manajemen Strategi Universitas Katolik De La Salle Manado, Prof. Dr. Jozef R. Raco menegaskan legalitas WPR mengubah praktik penambangan dari sekadar “survival economy” menjadi “productive legal economy” yang dapat diawasi, dipajaki, dan diintegrasikan ke rantai pasok formal.

“Kebijakan ini menegaskan prioritas manfaat sumber daya untuk warga setempat, bukan hanya pemodal dari luar daerah,” kata Prof. Raco (Selasa 12/8/2025). 

Kepastian penghidupan dan perlindungan hukum, peningkatan produktivitas, keselamatan kerja yang lebih baik, akses pembiayaan mikro formal, hingga penguatan posisi tawar melalui koperasi.

Bagi daerah, legalitas WPR membuka peluang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), memunculkan efek pengganda bagi usaha turunan, mendorong hilirisasi mikro, dan memperluas inklusi keuangan.

Meski demikian, Prof. Raco mengingatkan adanya risiko lingkungan, sosial, dan tata niaga yang perlu dikendalikan melalui SOP ketat, pengaturan tenaga kerja lokal, dan transparansi harga.

Ia menyarankan pemerintah menetapkan tata ruang WPR secara presisi, menyederhanakan perizinan berbasis koperasi, membangun ekosistem pasar yang adil, memfasilitasi pembiayaan dan asuransi, menyediakan pelatihan teknologi bersih, mengelola dana reklamasi kolektif, serta menerapkan transparansi penerimaan.

“Porsi penerimaan daerah harus kembali ke desa lokasi tambang untuk layanan dasar dan diversifikasi ekonomi,” ujarnya.

Bagi pelaku usaha, ia mendorong pembentukan koperasi profesional.

Kemudian penerapan teknologi tanpa merkuri, kontrak penjualan transparan, reklamasi sejak dini, diversifikasi pendapatan keluarga, serta pelibatan perempuan dan pemuda dalam kepemimpinan.

Agar manfaat ekonomi merata, Prof. Raco merekomendasikan skema belanja lokal minimum, program peningkatan keterampilan, dana kemaslahatan komunitas, dan harga dasar berkeadilan yang didukung laboratorium netral milik daerah.

Indikator keberhasilan menurutnya dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga penambang, turunnya angka kecelakaan kerja, naiknya adopsi teknologi bersih, bertambahnya PAD sektor terkait, hingga luas area reklamasi per tahun.

“WPR 3.000 hektar adalah pagar hukum yang, bila disertai tata kelola, pasar transparan, teknologi bersih, dan disiplin koperasi, mampu mengubah tambang rakyat menjadi lumbung kesejahteraan berkelanjutan,” pungkasnya.

‎YSK Buktikan Janji untuk Penambang Sulut

Janji Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus Komaling (YSK) untuk mensejahterakan para penambang di Sulawesi Utara bukan hanya surga telinga.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved