Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

DPRD Minut

Ini Keluhan Warga 3 Desa di Liktim Minut Soal Dugaan Pencemaran Sungai dari Perusahaan Tambang

Warga juga mempertanyakan janji perusahan tambang PT MSM/TTN terhadap ganti rugi lahan sawah yang terdampak.

Tribun Manado/Christian Wayongkere
RAPAT - DPRD Kabupaten Minut, gelar rapat dengar pendapat dengan warga Desa Maeng, Likupang I, dan Likupang Kampung Ambon Kecamatan Likupang Timur, Sulawesi Utara, Selasa 25 Maret 2025. Mereka mengeluh terkait dugaan dampak pencemaran sungai 

TRIBUNMANADO.CO.ID, AIRMADIDI - Sejumlah warga di Kecamatan Likupang Timur, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, menyampaikan keluhan, Selasa (25/3/2025).

Mereka mengeluhkan soal dugaan pencemaran sungai atau Kuala Pangian di jaga 3 Desa Maen.

Keluhan tersebut berasal dari Desa Likupang 1, Likupang Kampung Ambon dan Desa Maen.

Baca juga: Pemkab Minut Kerahkan 1 Unit Eksavator Bersihkan Longsor dan Normalisasi Sungai, Ada 5 Titik

Mereka menyampaikannya saat rapat dengar pendapat di DPRD Minut.

Warga juga mempertanyakan janji perusahan tambang PT MSM/TTN terhadap ganti rugi lahan sawah yang terdampak.

Menurut warga, diduga akibat aktivitas tambang emas ternama itu berdampak pada sawah warga tidak bisa di pakai dan panen serta beberapa hewan sapi mati karena minum air sungai Pangian yang diduga tercemar.

Aktivitas eksplorasi perusahan tambang emas, berdiri di Kabupaten Minut dan Kota Bitung Provinsi Sulut.

Hal ini terkuat dalam rapat dengar pendapat (RDP), antara warga, lintas Komisi DPRD Minut, pemerintah Desa, pemerintah Kecamatan dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup.

RDP yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Minut Edwin Nelwan dan Wakil Ketua Cynthia Erkles, serta lintas Komisi, berlangsung di ruang rapat Ketua DPRD Minut Vonny Rumimpunu.

Menurut Nur Pakaya (67) dan Ratna Lapuh warga Desa Maen, puluhan hektar sawah sudah delapan tahun tak bisa dipakai karena aliran air di irigasi ke sawah dari sungai atau kuala Pangian yang diduga tercemar akibat aktivitas perusahan tambang.

Selain itu berdampak ke beberapa hewan ternak warga yang meninggal.

"Luasan yang terdampak sekitar 24 hektar," keluh Nur Pakaya usai RDP dengan DPRD Minut, Selasa (25/3/2025).

Sudah delapan tahun sejak tahun 2015, warga kelihangan mata pencarian yang di hasilkan dari tanam dan panen padi di sawah.

"Terpaksa mencari pekerjaan lain seperti berjualan atau membuka warung, mau melaut tidak dapat ikan karena diduga air limbah juga mengalir ke lau," sambung warga Ratna Lapuh.

Pihaknya menuntut ganti rugi selama delapan tahun sawah tidak bisa pakai.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved