Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ramadan

Menghadirkan Rasa Ramadan

Meski Ramadhan datang setiap tahun, namun tetap saja memunculkan “rasa” yang lebih dan kurang pada setiap tahunnya.

Editor: Rizali Posumah
freepik.com
RAMADAN: Ilustrasi suasana ramadan. Gambar ini diunduh Tribun Manado pada Selasa 4 Maret 2025. Ramadhan pasti akan datang setiap tahunnya namun tidak pernah ada jaminan untuk bisa menemuinya di tahun depan. Islam memberikan solusi dengan beragam bentuk ibadah baik yang wajib maupun sunah. 

Oleh: Supriadi, S.Ag., M.Pd.I

Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 1 Manado, Ketua DPW AGPAII Prov. Sulawesi Utara, Sekretaris Umum Yayasan Karya Islamiyah Manado 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (Q.S. al-Baqarah/2: 183)

Nuansa Ramadhan akan selalu berbeda bagi setiap orang Islam yang beriman dalam menjalankannya.

Meski Ramadhan datang setiap tahun, namun tetap saja memunculkan “rasa” yang lebih dan kurang pada setiap tahunnya.

Bagi orang beriman yang bijak, mereka tentu selalu berusaha untuk melakukan semaksimal mungkin setiap bentuk ibadah dalam bulan Ramadhan.

Hal ini karena bagi mereka ada sebuah keyakinan bahwa Ramadhan pasti akan datang setiap tahunnya namun tidak pernah ada jaminan untuk bisa menemuinya di tahun depan. 

Islam memberikan solusi dengan beragam bentuk ibadah baik yang wajib maupun sunah.

Semuanya menjadi bagian dari fasilitas dalam bulan Ramadhan yang disiapkan Allah swt. dan menjadi pilihan bagi umatnya.

Siapa yang mengharapkan keuntungan, tentu saja pilihan terbaiknya adalah melaksanakan keseluruhan amalan yang ada.

Begitupun sebaliknya, ada yang hanya tebang pilih dalam melaksanakan amaliah Ramadhan alias setengah-setengah saja, bukan tidak mungkin ada yang sama sekali tidak peduli dengan berbagai fasilitas Ramadhan tersebut.

Salah satunya adalah melaksanakan puasa. Ibadah pokok di bulan Ramadhan ini hanya mampu dilakukan secara maksimal oleh orang yang beriman.

Bisa dibilang, inilah salah satu faktor yang membedakan nuansa bulan Ramadhan.

Bahkan sepanjang perjalanan bulan Ramadhan setiap tahunnya, kondisi setiap orang yang beriman akan berbeda dalam menjalankan ibadah puasa.

Fluktuatifnya iman yang kadangkala naik dan tidak jarang pula turun menjadi salah satu pemicu hadirnya “rasa” dalam ibadah bulan Ramadhan.

Tidak mengherankan jika Imam al-Ghazali membagi puasa itu dalam tiga bagian yang meliputi puasa umum, khusus, dan khususil khusus.

Semakin tinggi dan kuat iman orang yang berpuasa, akan semakin nyaman pula “rasa” puasa yang dijalankan.

Sebaliknya, lemahnya iman orang yang berpuasa akan menjadikan dirinya merasa berat dalam menjalani hari-harinya di bulan Ramadhan.

Rahasia pahala yang tidak terungkap secara nominal, sesungguhnya menjadi sebuah pemicu bagi orang yang beriman untuk semakin serius memaksimalkan ibadah Ramadhannya.

Semua pahala dan kebaikan serba dilipatgandakan secara unpredictable.

Tak bisa dihitung secara matematis karena sesuai hadis Nabi Muhammad saw. bahwa puasa itu untuk Allah dan Dia sendiri yang akan membalasnya.

Soal besarannya, lagi-lagi menjadi rahasia sepanjang umur manusia. Misalnya ada dua kegembiraan yang diberikan untuk mereka yang berpuasa.

Rasa gembira adalah persoalan batiniyah yang tidak sama “rasa”nya untuk setiap orang.

Kegembiraan yang dialami orang yang berpuasa saat tiba waktunya berbuka sungguh sangat sulit diungkap dengan kata apalagi angka.

Sebab hal ini merupakan anugerah Allah swt. khusus bagi mereka yang berpuasa.

Kegembiraan lain yang dianugerahkan Allah bagi yang berpuasa yaitu kelak ketika bertemu Tuhannya.

Orang yang bertemu dengan artis idola saja rasanya sangat bahagia. Begitupun bertemu orang yang sedang dirindukan bisa membuat hati berbunga-bunga. Apalagi kelak akan bertemu Tuhannya.

Nuansa Ramadhan pada setiap tahunnya, tidak saja berbeda secara individual, namun juga secara sosial.

Karenanya orang beriman yang berpuasa harusnya mampu untuk terus memaknai dan menyikapi setiap ibadah Ramadhan dengan sangat bijak dan hati-hati agar tidak jatuh dalam berbagai prasangka, fitnah, dan hal buruk yang memperkeruh nuansa Ramadhan.

Mulai dari kegiatan buka puasa bersama, tadarus al-Qur’an, salat tarwih keliling, atau bahkan sahur on the road, semuanya perlu dijaga “rasa”nya demi kebaikan bersama.

Hal ini agar tidak ada kerugian dan kesia-siaan dalam menjalani Ramadhan.

Sebagaimana disinyalir oleh Nabi Muhammad dalam hadisnya bahwa ada banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.

Sebagai makhluk sosial, jalinan silaturahmi tak boleh terhenti hanya karena kedatangan Ramadhan.

Hubungan baik dengan sesama manusia tanpa memandang suku, agama, ras, dan warna kulit tetap berjalan sebagaimana adanya sebelum Ramadhan.

Bahkan dengan kedatangan Ramadhan semakin membuka peluang dalam membina kesalehan sosial.

Saling berbagi makanan berbuka puasa menjadi sebuah pintu dalam meraih pahala di bulan nan penuh berkah.

Apapun dan bagaimanapun ibadah yang dilakukan orang beriman, selalu ada “rasa” yang nyaman dan semakin dekat dengan Tuhan.

Sesulit apapun lika liku menjalankan ibadah, Ramadhan ini tetap amazing! 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>

Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>

Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>

 


 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved