Korupsi Tambang Timah
Pantas Kuasa Hukum Harvey Moeis Sebut Nama Presiden Jokowi di Sidang Korupsi Timah, Ini Maksudnya
Penasihat hukum Harvey Moeis menyoroti pernyataan Presiden Jokowi terkait perintah agar PT Timah mengakomodasi penambang rakyat.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sidang kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk terus berlanjut.
Sejumlah fakta mulai terkuak dalam persidangan.
Kasus dengan terdakwa Harvey Moeis tersebut semakin terkuak.
Baca juga: Sidang Kasus Korupsi Timah: Tim Hukum Harvey Moeis Cecar Saksi dengan Singgung Nama Jokowi
Bahkan cukup mengejutkan, nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat.
Entah apa hubungannya dengan kasus tersebut.
Namun ternyata pernyataan Jokowi yang mereka sebutkan dalam kasus tersebut.
Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (19/9/2024).
Dalam sidang tersebut, penasihat hukum Harvey Moeis menyoroti pernyataan Presiden Jokowi terkait perintah agar PT Timah mengakomodasi penambang rakyat.
Hal ini disampaikan ketika mereka bertanya kepada saksi, Anggiat Parulian, Inspektur Tambang Kementerian ESDM, dan Ahmad Tarmizi, karyawan PT Timah Tbk.
Penasihat hukum Harvey Moeis bertanya kepada Anggiat mengenai Peraturan Menteri ESDM tahun 2017 yang mengatur kemitraan penambangan dan apakah Anggiat pernah mendengar berita soal Jokowi yang meminta PT Timah mengakomodasi penambang rakyat. Anggiat mengakui bahwa dirinya pernah membaca berita tersebut.
Pertanyaan serupa juga diajukan kepada Ahmad Tarmizi terkait kunjungan Presiden Jokowi ke Toboali, Bangka Selatan, pada 2016.
Tarmizi mengonfirmasi bahwa arahan Presiden tersebut benar adanya, dan PT Timah segera mengakomodasi penambang rakyat setelah instruksi tersebut dikeluarkan.
Implementasi dari arahan ini terlihat dalam Peraturan Menteri ESDM tentang kemitraan pertambangan.
Lebih lanjut, dalam sidang terungkap bahwa kebijakan ini berdampak positif pada pengurangan konflik sosial agraria di wilayah Toboali pada tahun 2018-2019.
Hal ini dibenarkan oleh Tarmizi yang menyatakan bahwa kerja sama kemitraan dengan penambang rakyat membantu meredam konflik agraria.
Sebelumnya, nama Jokowi juga disebut dalam sidang terkait kasus yang sama pada 11 September 2024, di mana Kepala Unit Produksi PT Timah, Ali Syamsuri, mengungkapkan bahwa Presiden pernah memberikan instruksi agar masyarakat penambang ilegal dibina dan diakomodasi untuk bermitra dengan PT Timah.
Hal ini dilakukan agar mereka tidak dikejar aparat hukum.
Kasus ini melibatkan terdakwa Harvey Moeis yang didakwa atas pengelolaan dana pengamanan untuk tambang ilegal dan dugaan tindak pidana korupsi serta pencucian uang. Harvey didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, serta Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terkait tindak pidana pencucian uang.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan nama besar serta isu krusial terkait tata kelola sumber daya alam di Indonesia, khususnya dalam industri tambang timah.
Penasihat hukum Harvey Moeis awalnya bertanya kepada Anggiat soal Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang kemitraan penambangan.
"Bapak pernah tahu soal Permen ESDM tahun 2017 tentang kemitraan?" tanya tim hukum Harvey Moeis.
"2017, pernah dengar Pak," jawab Anggiat.
Tak berhenti di situ, kemudian tim hukum Harvey Moeis bertanya kepada Anggiat soal pemberitaan yang menyebut bahwa Jokowi pernah memerintahkan PT Timah agar mengakomodir penambang rakyat.
"Bapak pernah baca media tentang Pak Jokowi yang minta agar penambang rakyat diakomodasi?" tanya tim hukum lagi.
Mendapat pertanyaan itu, Anggiat pun mengaku bahwa dirinya pernah membaca terkait pemberitaan yang dimaksud oleh tim kuasa hukum Harvey Moeis.
Tidak hanya kepada Anggiat, tim hukum suami artis Sandra Dewi itu juga mencecar pertanyaan yang sama terhadap Tarmizi soal arahan dari presiden tersebut.
Tim kuasa hukum Harvey Moeis pun bertanya apa saja yang disampaikan Presiden Jokowi pada saat menyambangi IUP PT Timah di Toboali Bangka Selatan.
"Pak Tarmizi pernah dengar ya pak, waktu kunjungan Pak Jokowi 2016 di Toboali, apa yang disampaikan Pak Jokowi Pak?" tanya tim hukum Harvey ke Tarmizi.
"Kurang lebih begitu Pak yang dibilang Bapak bahwa penambangnya diakomodir," jawab Tarmizi.
Setelah ada arahan tersebut, Tarmizi pun mengamini bahwa penambang ilegal itu langsung diakomodir PT Timah.
Hal itu dibuktikan dengan dibuatnya Permen ESDM salah satunya yang mengatur tentang kemitraan di bidang pertambangan.
"Diakomodir. Lalu itu dijadikan diimplementasikan oleh ESDM melalui Permen Kemitraan?" tanya Tim hukum Harvey.
"Iya," ucap Tarmizi membenarkan.
Perihal tersebut tim hukum Harvey Moeis pun mencoba mendalami terkait konflik sosial agraria yang dianggapnya berkurang setelah adanya arahan Jokowi itu.
Tarmizi pun membenarkan, pada kurun waktu 2018-2019 di wilayah Toboali, konflik sosial tentang agraria cenderung berkurang.
"Apakah kemudian setelah ada kerja sama kemitraan itu, apakah itu juga memperkecil adanya konflik sosial? Apakah tau ada konflik sosial tentang sengketa agraria di lingkungan Toboali atau di tempat lain?" tanya tim hukum.
"Kalau pada saat itu 2018-2019 konflik sosial agar berkurang," kata Tarmizi.
"Agak berkurang setelah ada kerja sama kemitraan?" tanya tim hukum memastikan.
"Iya, karena tambang rakyat diakomodir," ucap Tarmizi.
Adapun nama Jokowi sebelumnya juga pernah disebut dalam sidang kasus timah.
Kepala Unit (Kanit) Produksi Belitung PT Timah Tbk Ali Syamsuri mengungkap bahwa ada instruksi Presiden RI agar perusahaannya mengakomodir masyarakat penambang ilegal agar tak dikejar-kejar aparat penegak hukum.
Hal itu Ali ungkapkan saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya pada Ali soal program Izin Usaha Jasa Penambangan (IUJP) yang dijalankan oleh PT Timah yang berlangsung pada periode 2015-2018.
"Dalam pelaksanaan IUJP, saudara kan mulai 2015 ya, ini sampai tahun berapa?," tanya Jaksa.
"2018," jawab Ali.
"Saudara menjabat 2018? Ketika saudara menjabat masih berjalan program IUJP?," tanya Jaksa lagi.
"Iya (2018). Iya program itu masih," sahut Ali.
Lebih jauh, kemudian Jaksa coba mengulik Ali perihal apakah pemilik perusahaan yang tergabung dari program IUJP juga menjadi kolektor bijih timah dari para penambang ilegal atau tidak.
Namun Ali mengaku tidak mendapat informasi mengenai ada atau tidaknya pemilik IUJP sebagai kolektor bijih dari penambang ilegal.
Ia hanya mengetahui bahwa jika dalam wilayah IUP PT Timah terdapat masyarakat yang menjadi penambang ilegal, maka pihaknya akomodir untuk bisa bermitra.
"Kalau jadi pengepul penambang ilegal saya tidak dapat kabar. Tapi yang tadi saya sampaikan misalnya di sekitaran tambang masyarakat yang bermitra resmi tadi, misalnya ada penambang masyarakat yang tidak berizin ini yang kita minta untuk dibina, misalnya sama-sama masih dalam IUJP, itu saja," kata Ali.
Tak berhenti di situ, lalu Jaksa coba memastikan kembali apakah semua penambang ilegal yang belum bermitra dengan PT Timah menggunakan perusahaan dalam IUJP untuk menjual bijih timahnya ke PT Timah tersebut atau tidak.
"Tidak semua. Karena kita waktu itu diperintahkan, waktu itu ada kunjungan Presiden RI ke Bangka Belitung, terus banyak yang mengeluhkan masalah tambang ilegal. Dan statemen beliau adalah Ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal," ungkap Ali.
Hanya saja pada saat menyampaikan kesaksiannya itu, Ali tak menyebutkan secara rinci daripada nama Presiden yang ia maksud.
Dirinya hanya menjelaskan bahwa permintaan itu agar masyarakat yang menjadi penambang ilegal tidak dikejar oleh aparat keamanan.
"Jadi ya itulah waktu itu bagaimana masyarakat yang ada di ada di sekitar-sekitar tambang yang ada IUP SPK kita itu dibina agar mereka tidak dikejar-kejar aparat," jelas Ali Syamsuri.
Kemudian Ali menambahkan, bahwa pada umumny masyarakat yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah itu bersifat nomaden.
Mereka kata Ali juga melakukan penambangan juga masih menggunakan mesin-mesin kecil tidak seperti penambang yang bergabung ke program IUJP.
"Itu yang sifatnya nomaden, masyarakat umum yang mereka menambang pake mesin kecil. Kalau yang IUJP ini rata-rata menggunakan alat berat," pungkasnya.
Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Artikel ini telah tayang di PosBelitung.co
Helena Lim Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Timah, Ini Isi Dakwaannya |
![]() |
---|
Akhirnya Terungkap Permainan Harvey Moeis Cs Korupsi di PT Timah Tbk, Sekongkol Dengan Bos Smelter |
![]() |
---|
Begini Persiapan Kejagung Hadapi Sidang Korupsi Tambang Timah, Siapkan Banyak Jaksa |
![]() |
---|
Daftar 8 Mobil Mewah Harvey Moeis Tersangka Kasus Tambang Timah, Disita Kejagung |
![]() |
---|
Segini Total Kerugian Korupsi Tambang Timah di Bangka, Kejangung Ungkap Lebih Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.