Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

RUU Perampasan Aset

Soal RUU Perampasan Aset, Eks Wakil Ketua KPK Sebut Sebaiknya Jadi Program 100 Hari Prabowo-Gibran

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengatakan bahwa rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset

Editor: Glendi Manengal
Kolase Tribun Manado
Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebelumnya diketahui RUU Perempasan Aset sudah lama digaungkan presiden Jokowi.

Namun hingga saat ini RUU Perempasan Aset belum juga berjalan.

Hal ini sebelumnya dikaitkan dengan RUU Pilkada yang baru sehari langsung di bahas DPR.

Berbeda dengan RUU Perampasan Aset yang sampai saat ini belum ada kabar kepastiannya.

Ini menjadi sorotan publik hingga dari eks Wakil Ketua KPK turut menanggapi.

Dimana eks Wakil Ketua KPK ini mengungkit agar RUU Perampasan Aset jadi program pemerintahan Prabowo-Gibran.

Bahkan Presiden Jokowi pun terus meminta agar DPR segera selesaikan RUU Perampasan Aset.

Terkait hal tersebut berikut ini pernyataan dari Eks wakil ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengatakan bahwa rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset lebih baik menjadi program 100 hari pemerintahan baru.

“Mungkin sebaiknya ketika bulan-bulan pertama, mungkin akan lebih bagus dijadikan program 100 hari Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Undang-Undang Perampasan Aset itu,” kata Laode di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Ia menyampaikan pernyataan tersebut setelah Presiden Joko Widodo mendorong DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset.

“Kalau itu sih dari zaman saya di KPK memang kami sudah push (dorong) terus Undang-Undang Perampasan Aset itu segera diselesaikan,” ujar pimpinan KPK periode 2015-2019 itu.

Sebelumnya, Presiden Jokowi saat menyampaikan keterangan melalui video yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (27/8), mendorong penyelesaian pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset oleh DPR RI.

"Saya menghargai langkah cepat DPR dalam menanggapi situasi yang berkembang (revisi UU Pilkada). Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik, dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak, misalnya seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset," kata Presiden.

Presiden menyebut RUU Perampasan Aset sangat penting untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, sehingga diharapkan bisa segera diselesaikan oleh DPR RI.

Jokowi Minta DPR Selesaikan UU Perampasan Aset

Presiden Joko Widodo meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana segera diselesaikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Hal ini menanggapi langkah DPR RI yang bergerak cepat membatalkan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada usai kritik dan demo pecah di masyarakat.

Menurut Jokowi, respons cepat ini bisa diterapkan untuk masalah lain, seperti pemberantasan korupsi melalui RUU Perampasan Aset.

"Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak. Misalnya seperti RUU Perampasan Aset," kata Jokowi dalam keterangannya dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (27/8/2024).

Kepala Negara menuturkan, RUU tersebut sangat penting untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.

"(RUU Perampasan Aset) Juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi di negara kita, juga bisa diselesaikan oleh DPR," jelasnya.

Sebagai informasi, pemerintah sudah mengusulkan RUU Perampasan Aset ini ke DPR sejak 2012.

Usulan itu dilakukan setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan kajian sejak 2008.

RUU Perampasan Aset dianggap dapat mengubah tiga paradigma dalam penegakan hukum pidana.

Pertama, pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana, bukan hanya subyek hukum sebagai pelaku kejahatan, melainkan aset yang diperoleh dari kejahatan.

Kedua, mekanisme peradilan terhadap tindak pidana yang digunakan adalah mekanisme peradilan perdata. Ketiga, terhadap putusan pengadilan tidak dikenakan sanksi pidana seperti yang dikenakan terhadap pelaku kejahatan lainnya.

Dengan adanya RUU ini, perampasan aset tindak pidana dimungkinkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku. Hal itu juga dikenal dengan istilah non-conviction based (NCB) asset forfeiture.

Pada 4 Mei 2023, pemerintah akhirnya mengirimkan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset.

Akan tetapi, sejak surpres diterima DPR RI, setidaknya sudah enam kali rapat paripurna diselenggarakan, tapi tidak ada satu pun yang membacakan hasil RUU Perampasan Aset.

(Sumber Kompas)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved