OPINI
Memasuki Indonesia Emas Bebas Stunting
Anak-anak stunting dapat mengalami gangguan fisik dan kognitif berat yang tidak dapat diperbaiki yang menyertai hambatan pertumbuhan linier.
Oleh: Laurensi Meity Sasube, MBiotech
Dosen Fakultas Keperawatan Unika De La Salle Manado, Sulawesi Utara
INDONESIA menghadapi risiko besar kekurangan gizi dengan tingginya prevalensi wasting dan stunting.
Stunting merujuk pada anak dengan tinggi badan terlalu rendah untuk usianya.
Anak-anak stunting dapat mengalami gangguan fisik dan kognitif berat yang tidak dapat diperbaiki yang menyertai hambatan pertumbuhan linier.
Wasting merujuk pada anak yang terlalu kurus untuk tinggi badannya.
Wasting terjadi karena adanya penurunan berat badan yang cepat atau gagal bertambah berat badan. Anak gizi kurang atau gizi buruk mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi, namun dapat diterapi.
Baca juga: Putusan MK: Demokratis untuk Jangka Pendek, Berbahaya Bagi Tata Kelola Pemerintahan Daerah
Wasting dan stunting pada anak mempunyai factor resiko yang sama dan bila anak mengalami salah satu masalah kekurangan gizi maka akan meningkatkan risiko mengalami kekurangan gizi lainnya.
Anak yang mengalami wasting dan stunting secara bersamaan memiliki resiko kematian 12 kali lebih tinggi di bandingkan anak sehat.
Stunting dan wasting adalah akibat dari gizi yang kurang optimal sejak dari dalam kandungan, asupan gizi yang kurang pada anak usia dini dan/ atau penyakit infeksi serta penyakit lainnya.
Kedua bentuk kekurangan gizi ini memiliki dampak buruk dan mengancam kesehatan, kehidupan dan perkembangan jangka panjang pada bayi dan anak seluruh Indonesia.
Jika kita gagal menurunkan jumlah anak yang terdampak kekurangan gizi, maka wasting dan stunting akan terus menghalangi langkah Pemerintah Indonesia dalam mengurangi angka kematian dan kesakitan anak.
Juga menghalangi pemerintah dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Pertanyaannya, apa solusi yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko tersebut?
Menurut saya, perluasan intervensi-intervensi berbasis bukti dan menyasar ke kedua bentuk kekurangan gizi ini harus dilakukan secara bersamaan yaitu melalui strategi pencegahan yang sama dan memastikan tersedianya penanganan anak wasting.
Dengan latar belakang kondisi gizi yang berubah, yaitu dengan adanya ancaman baru, termasuk perubahan cuaca, epidemi penyakit seperti pandemi COVID-19 (yang sangat berdampak pada rantai pasokan makanan, pendapatan, dan akses ke layanan kesehatan), dan kondisi politik global, menjadikan tantangan besar bagi gizi anak-anak dan generasi selanjutnya.
Baca juga: Berdamai Dengan Diri Sendiri Setelah Putus Cinta
Upaya-upaya untuk menurunkan prevalensi wasting dan stunting menjadi sangat mendesak saat ini.
Juga diperlukan dukungan semua pihak agar Pemerintah Indonesia dapat memenuhi komitmennya dalam penanganan stunting dan wasting serta dapat memenuhi target-target yang telah ditetapkan untuk tahun 2024 dan 2025.
Target-target dimaksud antara lain:
- Mengakhiri segala bentuk masalah gizi, termasuk mencapai target wasting yang telah disepakati secara internasional: World Health Assembly (<5>
- Menurunkan prevalensi stunting dari 30,8 persen di tahun 2018 ke 14 persen di tahun 2024 (tercantum dalam Strategi Percepatan Pencegahan Stunting Nasional 2017 dan Rencana Pembangunan Jangja Menengah 2020 - 2024
- Menurunkan wasting dari 10,2 persen di tahun 2018 ke 7 persen di tahun 2024 (tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020 – 2024) dan memasukkan tata laksana gizi kurang dan gizi buruk sebagai dua intervensi gizi spesifik untuk mempercepat upaya penurunan stunting
- Memberikan tata laksana bagi 90 persen anak gizi buruk di tahun 2024 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden no 72, 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting;
Minimal 60 persen puskesmas mampu memberikan layanan Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) di tahun 2024, sesuai rencana strategi (Stranas) Kementerian Kesehatan - Menurunkan prevalensi bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi dibawah 10 % , meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif minimal 60 % , meningkatkan cakupan tata
Untuk mendukung pencapaian target-target di atas perlu didukung komitmen politik yang kuat.
Juga perlu memastikan bahwa Kementerian Kesehatan benar-benar memperluas akses ke tata laksana gizi buruk ke seluruh provinsi dan program-program gizi sensitif dengan fokus pencegahan stunting di seluruh provinsi.
Saat ini kurang dari satu tahun menuju tahun 2025, kita membutuhkan aksi segera secara bersama untuk mempercepat upaya-upaya pencapaian komitmen ini, dengan cara kerja baru untuk memastikan anak-anak Indonesia hidup sejahtera dan panjang umur.
Hal apa lagi yang harus dilakukan untuk menurunkan angka kekurangan gizi di Indonesia?
Empat aksi kunci yang diperlukan yakni:
1. Meningkatkan kesadaran publik terkait wasting dan hubungannya dengan stunting
Inisiatif-inisiatif untuk memperkuat kesadaran publik tentang wasting perlu diprioritaskan, dengan fokus pada bagaimana wasting dan stunting saling terkait, bagaimana mengidentifikasi anak wasting secara dini dan kemana harus mencari perawatan bila upaya pencegahan gagal.
2. Mengembangkan strategi pencegahan bersama dan memastikan cakupan layanan
PGBT secara menyeluruh Layanan PGBT perlu terus ditingkatkan cakupan dan kualitasnya, sebagai salah satu komponen utama upaya pencegahan stunting dan terpadu dalam system kesehatan.
Mendekatkan tata laksana gizi buruk sedekat mungkin ke masyarakat dan meningkatkan upaya-upaya mempromosikan deteksi dini wasting oleh keluarga dan masyarakat sangatlah penting.
3. Memastikan pendanaan yang terencana, memadai dan selaras target wasting dan stunting nasional hanya bisa dicapai dengan sumber biaya dan anggaran yang kuat, terencana dan selaras.
Investasi yang besar diperlukan untuk mencapai target penurunan wasting dan stunting nasional dan global.
4. Mendorong aksi bersama lintas sektor
Kekurangan gizi pada anak membutuhkan beragam intervensi.
Keterlibatan lima sistem kunci – pangan, kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan dan perlindungan sosial – dan menjadikan kelima sistem ini menjadi gizi sensitif memiliki potensi besar dalam mencegah wasting dan stunting.
Tidak ada menu ajaib untuk mengatasi kekurangan gizi secara berkelanjutan.
Kita hanya akan dapat menghadapi tantangan dengan melanjutkan aksi-aksi nyata untuk melindungi gizi anak dan menjamin masa depan dimana hak atas gizi menjadi kenyataan bagi setiap anak.
Dengan investasi tambahan yang relatif kecil untuk intervensi bersama, upaya pencegahan stunting dan wasting serta tata laksana wasting bila upaya pencegahan gagal, kita dapat menurunkan angka kematian anak dan dampak pertumbuhan yang buruk secara eksponensial di Indonesia.
Indonesia Emas sudah di depan mata, mari kita lebih memperhatikan gizi anak- anak kita. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.