Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Polemik UU Pilkada

Mahfud MD: DPR Tak Langgar Aturan tapi Mempermainkan Aturan Resmi Revisi UU Pilkada

Mahfud MD menjelaskan bahwa DPR tak langgar aturan tapi mempermainkan aturan resmi dalam proses revisi UU Pilkada.

Editor: Frandi Piring
Youtube Mahfud MD Official
Mahfud MD: DPR Tak Langgar Aturan tapi Mempermainkan Aturan Resmi Revisi UU Pilkada. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menyoal polemik revisi Undang-undang Pilkada yang dilakukan DPR RI, eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut bahwa lembaga legislatif negara itu tidak melanggar aturan, tapi hanya saja mempermainkan aturan resminya.

Mahjud menjelaskan bahwa DPR tidak melanggar peraturan dalam konteks proses melakukan revisi Undang-undang (UU) Pilkada, UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).

Karena, lanjut Mahfud, prosesnya mengikuti aturan resmi, seperti dibicarakan dalam rapat kerja, kemudian dilanjutkan dengan panitia kerja (panja) untuk mengambil keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna.

Tapi, menurut Mahfud, apa yang dilakukan Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam merevisi UU Pilkada adalah mempermainkan aturan resmi.

“DPR tidak melanggar aturan resmi tetapi memain-mainkan aturan resmi. Misalnya, satu RUU dibahas hanya sehari, satu jam bicara di dalam panja, satu jam tim perumus kemudian malamnya disahkan oleh Baleg lalu mau dibawa ke paripurna besok paginya,” kata Mahfud dalam podcast bertajuk “Teruskan!! Kawal Konstitusi dari Para Begal” yang dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Jumat (23/8/2024).

“Itu benar dari sudut prosedur kan begitu, prosedur terpenuhi tapi mengapa ada undang-undang lain yang sampai bertahun-tahun enggak dibahas. Seperti UU Perampasan Aset dan banyak lagi. Kok ini tiba-tiba dalam satu hari dibahas,” ujarnya melanjutkan.

Padahal, Mahfud mengatakan, UU Perampasan Aset tersebut sesungguhnya hanya satu pasal yang harus disetujui DPR tetapi prosesnya memakan waktu bertahun-tahun bahkan belum selesai hingga kini.

Suasana sidang paripurna DPR RI dalam pembahasan Revisi UU Pilkada setelah Putusan MK.
Suasana sidang paripurna DPR RI dalam pembahasan Revisi UU Pilkada setelah Putusan MK. (Igman Ibrahim/tribunnews)

Di sisi lain, Mahfud yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyebut, ada upaya pembangkangan terhadap konstitusi yang dilakukan DPR dalam merumuskan RUU Pilkada.

Sebab, tidak mengikuti putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol, serta penghitungan batas usia minimum calon kepala daerah.

“Putusan MK itukan bersifat final yang artinya langsung jadi, tidak bisa dibanding dengan jalan hukum apa pun,” katanya menegaskan.

Mahfud melanjutkan, ada upaya mengakali putusan MK tersebut dengan melakukan pembahasan revisi UU Pilkada menggunakan surat presiden (supres) lama sebagai dasarnya.

Eks Menteri Pertahanan era rezim Presiden Gus Dur ini mengungkapkan, supres yang dikirim Januari lalu itu sebenarnya terkait upaya pemerintah mempercepat waktu penyelenggaraan Pilkada dari November 2024 ke September 2024.

Tetapi, pembahasan tersebut dibatalkan karena ada yang menggugat UU Pilkada ke MK sehingga Mahkamah menyatakan Pilkada 2024 tetap harus dilakukan sesuai jadwal pada 27 November 2024.

Sayangnya, Mahfud mengatakan, DPR langsung bereaksi membuka file lama tersebut untuk melakukan revisi UU Pilkada setelah ada putusan MK terbaru mengenai ambang batas dan penghitungan batas usia minimal calon kepala daerah. Padahal, substansinya berbeda.

“Itukan menurut saya, satu cara membunuh demokrasi dengan cara demokrasi yaitu ini lembaga yang paling banyak sudah bersepakat dan prosedurnya terpenuhi maka kita buat sekarang seperti itu.

Lah ya rakyat marah, rakyat tidak bodoh juga kan sehingga reaksi rakyat lebih masif sekarang. Terjadi demo-demo besar di berbagai kota besar di Jawa ini. Dan menurut saya itu wajar,” ujarnya.

Baca juga: Alasan DPR RI Batal Sahkan Revisi UU Pilkada, Bukan karena Aksi Demo

Mahfud: 'bagi-bagi kue kekuasaan'

Mahfud juga menilai bahwa DPR dibutakan oleh ambisi bagi-bagi kekuasaan karena berupaya mengakali putusan MK melalui revisi UU Pilkada.

“Menurut saya, ya dibutakan oleh ambisi besar untuk bagi-bagi kekuasaan di antara kelompoknya sendiri,” katanya.

Meskipun, menurut dia, tidak ada yang salah dengan upaya merebut kekuasaan. Demikian juga, Mahfud kembali mengatakan bahwa proses yang dilakukan DPR tidak salah atau sesuai dengan aturan yang berlaku terkait pembentukan undang-undang.

Namun, dia menyebut, caranya yang tidak bisa diterima dengan akal sehat dan moral. Pasalnya, ada beberapa peristiwa yang mendahului sehingga revisi tersebut dikebut dalam satu hari prosesnya oleh DPR.

“Apakah itu boleh? Boleh juga. Itu bukan mala in se, itu mala prohibita. Artinya enggak melanggar aturan karena kita merdeka silahkan anda rebut kekuasaan ini, anda berkoalisi atau apa,” ujarnya.

Untuk diketahui, mala in se adalah suatu perbuatan yang tanpa dirumuskan sebagai kejahatan sudah merupakan kejahatan.

Sedangkan mala prohibita adalah suatu perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan jika telah dirumuskan sebagai kejahatan dalam perundang-undangan.

Hanya saja, Mahfud mengingatkan bahwa upaya merebut atau bagi-bagi kue kekuasaan tersebut dilakukan dengan tidak melanggar moral.

“Saya menyerukan pada semuanya, berebut kekuasaan itu boleh. Kita merdeka itu justru agar orang bisa berebut kekuasaan di negaranya sendiri, bukan dibunuh hak untuk berkuasa oleh pejajah dulu.

Sesudah merdeka boleh berebut tetapi ikuti aturan konstitusi, jaga moralitas dan etika agar bangsa ini menjadi lebih maju dan Indonesia tentu saja akan selamat perjalannya menuju Indonesia Emas,” katanya.

DPR Batalkan Pengesahan RUU Pilkada

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa pengesahan RUU Pilkada dibatalkan.

Lalu, Dasco menyebut bahwa putusan MK yang berlaku untuk pendaftaran calon kepala daerah pada 27-29 Agustus 2024.

"Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan JR (judicial review) MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai dong," ujar Dasco kepada Kompas.com, Kamis (22/8/2024).

Dasco juga menegaskan bahwa rapat paripurna hanya bisa diselenggarakan pada hari Kamis dan Selasa. Sehingga, mustahil DPR mengesahkan RUU Pilkada pada Selasa pekan depan atau di hari pendaftaran Pilkada.

"Enggak ada. Karena hari paripurna kan Selasa dan Kamis. Selasa sudah pendaftaran. Masa kita paripurnakan pada saat pendaftaran? Malah bikin chaos dong," kata Dasco.

DPR RI Batalkan Revisi UU Pilkada, Putusan MK Tetap Jadi Acuan
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa pengesahan RUU Pilkada dibatalkan. (Tribunnews.com)

Sebagaimana diketahui, pengesahan RUU Pilkada sedianya dilakukan pada Rapat Paripurna Ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar pada Kamis pagi.

Namun, rapat paripurna tersebut terpaksa ditunda karena jumlah anggota yang hadir secara fisik maupun daring tidak menjadi kuorum.

Untuk diketahui, revisi UU Pilkada tersebut setidaknya berimplikasi terhadap dua hal.

Pertama, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep bisa maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur karena memenuhi syarat usia yang diatur dalam revisi UU Pilkada.

Kedua, PDIP terancam tidak mendapatkan tiket untuk mencalonkan gubernur dan wakil gubernur Jakarta karena perolehan kursi di DPRD Jakarta tidak cukup, sedangkan partai politik lain sudah mendeklarasikan dukungan ke pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

Pembahasan itu terkesan sangat cepat karena dilakukan hanya dalam waktu satu hari. Baleg melakukan rapat kerja.

 Lalu, menggelar rapat pleno yang menyepakati RUU Pilkada dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Bahkan, sebelumnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR juga telah menyepakati bahwa RUU Pilkada akan dibawa ke rapat paripurna terdekat yang ternyata pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Langkah cepat DPR tersebut menimbulkan kecurigaan karena tepat sehari sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan dua keputusan terkait pilkada.

Dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol menjadi setara dengan ambang batas calon perseorangan.

Bahkan, MK menyatakan inkonstitusional Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 yang mensyaratkan parpol harus memiliki kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah.

Sementara itu, dalam putusan 70/PUU-XXII/2024, MK mengatur penghitungan usia minimal calon kepala daerah sejak pendaftaran.

Kecurigaan terhadap DPR terbukti. Sebab, dalam pembahasan RUU Pilkada, Baleg tidak mengikuti norma yang telah diputus oleh MK.

Sebaliknya, menggunakan rujukan putusan MA tentang penghitungan batas usia minimal pencalonan kepala daerah yang dihitung sejak dilantik menjadi kepala daerah definitif.

Selain itu, disepakati bahwa ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan juga tetap berlaku untuk parpol di parlemen.

Sementara itu, pengurangan ambang batas yang diputuskan MK hanya berlaku untuk parpol yang tidak berada di parlemen.

Baca juga: Kaesang Pangarep Ternyata Sudah Urus 3 Surat Persyaratan Maju Cawagub Pilkada Jateng di PN Jaksel

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>

Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>

Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>

(Sumber: Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved