Revisi UU MK
Revisi UU MK Berpotensi Perpanjang Masa Jabatan Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi
Mahfud MD menjelaskan bahwa revisi UU MK berpotensi perpanjang masa jabatan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Pakar hukum tata negara Mahfud MD menjelaskan pandangannya atas revisi Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang telah disepakati pemerintah dan DPR untuk dibawa ke sidang paripurna belum lama ini.
Mahfud menjelaskan, revisi UU MK tersebut berpotensi memperpanjang masa jabatan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi.
Lanjut Mahfud, draf revisi UU MK yang telah disepakati pemerintah tersebut berbeda dengan draf yang pernah ditolaknya saat menjabat sebagai Menko Polhukam periode Oktober 2019 sampai Februari 2024.
Mahfud menjabarkan bahwa dalam draf RUU yang sebelumnya ia tolak, persoalannya ada Pasal 87 di mana hakim yang telah bertugas selama lebih dari 5 tahun tapi belum mencapai 10 tahun harus meminta persetujuan kepada lembaga pengusulnya untuk dapat melanjutkan tugasnya.
Sedangkan hakim yang telah bertugas selama lebih dari 10 tahun akan melaksanakan tugasnya paling lama lima tahun sepanjang tidak mencapai usia pensiun hakim selama 70 tahun.
Mahfud pun mengutarakan penolakan terkait hal tersebut karena berpotensi mengancam independensi hakim yang telah bertugas lebih dari lima tahun namun belum mencapai 10 tahun karena harus meminta persetujuan.
Tetapi, lanjutnya, dalam draf revisi yang telah disepakati pemerintah dan DPR belakangan ini ketentuan tersebut diubah.

Dalam ketentuan RUU MK yang telah disepakati sekarang, kata dia, hakim konstitusi yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun dinyatakan berhenti atau berakhir masa tugasnya pada saat usia 70 tahun.
"Artinya apa? Artinya sekarang Pak Anwar Usman itu mendapat tambahan masa jabatan 11 bulan, (atau sekitar) 1 tahun.
Seharusnya dia itu kalau 15 tahun sudah habis pada akhir 2025.
Tapi dia akan habis nanti 2026," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official pada Selasa (28/5/2024).
Mahfud menilai, revisi UU MK tersebut adalah praktik rule by law di mana keinginan penguasa dibungus dengan aturan hukum.
Di sana, lanjut dia, hukum menjadi alat untuk melegitimasi keinginan kekuasaan.
"Kalau dalam istilah hukum yang saya pakai dulu dalam disertasi saya, itu positif instrumentalistik.
Mempositifkan aturan-aturan yang diinginkan sebagai instrumen penguat keinginan. Jadi apa yang anda inginkan dijadikan hukum positif. Itu ciri-ciri hukum otoriter," kata dia.
Baca juga: Anwar Usman Gugat Lagi ke Majelis Kehormatan MK, Ini Tuntutannya
Anwar Usman Dicopot
Diberitakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mencopot jabatan Hakim Konstitusi Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu ditegaskan dalam putusan MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung MK pada Selasa (7/11/2023).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," sambung Jimly.
Jimly juga memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan tersebut selesai diucapkan,
memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ia juga menegaskan, Anwar Usman tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir," kata Jimly.
"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD,
serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," sambung Jimly.
Baca juga: Revisi UU MK dan Kementerian Pesanan Kekuasaan? Ini Kata Pengamat IPO
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>
Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>
Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.