Revisi UU MK dan Kementerian Pesanan Kekuasaan? Ini Kata Pengamat IPO
Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Kementerian Negara di DPR RI mendapatkan kritik dari masyarakat. Revisi dua UU itu atas pesanan kekuasaan
TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan UU Kementerian Negara di DPR RI mendapatkan kritik dari masyarakat. Muncul anggapan, revisi dua UU itu atas pesan dari kekuasaan.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengomentari soal revisi UU MK.
Menurutnya revisi UU tersebut sangat jelas menandakan pesanan dari kekuasaan.
"RUU MK jelas ini pesanan kekuasaan, dilakukan saat reses, dan berkaitan momentum Pilpres dimana MK mendapat catatan," kata Dedi dihubungi Jum'at (17/5/2024).
Baca juga: DPA Zaman Orde Baru Mau Diaktifkan Lagi, Jusuf Kalla: Sudah Ada Wantimpres
Tak hanya itu, ia juga menilai revisi RUU Kementerian juga serupa hanya mengakomodir kekuasaan.
"Juga RUU kementerian yang dipastikan hanya mengakomodir kekuasaan pemenang Pilpres yang baru," tegasnya.
Situasi ini menurutnya cukup jelas menandai buruknya tata kelola legislasi nasional. UU hanya dibuat sekedar untuk melegitimasi hasrat kekuasaan kelompok tertentu.
"Bukan mendasar pada kemaslahatan bangsa dan negara," jelasnya.
DPR dengan kondisi saat ini, dan rezim kekuasaan ke depan juga bagian dari rezim saat ini. Ia meyakini dipastikan DPR akan sama seperti sekarang, hanya penyokong kekuasaan.
Wacana perubahan kementerian dan lembaga dari 34 menjadi 41 kementerian menjadi ramai di publik. Kalangan cipil sociaty menilai, penambahan kementerian hanya politik begi-bagi kekuasaan yang membebani keuangan negara.
(Tribunnews.com Rahmat W Nugraha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.