Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hikmah Ramadhan

Rest Area Ramadan

Kehidupan manusia juga ibarat perjalanan. Ada titik awal dan akhir. Ramadan sebagai rest area

Kolase/HO
Syamril Al Bugisy, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Kalla. 

Penulis: Syamril Al Bugisy
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Kalla

TRIBUNMANADO.CO.ID - Hari Rabu 13 Maret 2024 saya melakukan perjalanan dari Pekkabata Pinrang ke Makassar yang jaraknya sekitar 200 km. Berangkat sekitar jam 6 pagi.

Tentu saja kondisi badan masih sedikit mengantuk karena harus bangun lebih cepat untuk makan sahur dan shalat subuh.

Namun the trip must go on karena ada kegiatan di Makassar pada Pukul 13.30 atau jam setengah 2 siang. 

Perjalanan di awal berjalan lancar. Masuk Pare pare dan keluar menuju Barru mulai terasa mengantuk.

Menjelang masuk kota Barru rasa kantuk semakin kuat. Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan akhirnya saya berhenti di Masjid Raya Kota Barru.

Parkir mobil kemudian tidur 30 menit. Bangun tidur badan terasa lebih segar.

Lanjut perjalanan dan alhamdulillah lancar sampai tiba di Makassar.

Kehidupan manusia juga ibarat perjalanan. Ada titik awal dan akhir.

Manusia lahir, masa anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia kemudian meninggal dunia.

Dalam menjalani hidupnya berharap dapat terus berada di jalan yang lurus sehingga selamat dan husnul khotimah di saat kematiannya.

Perjalanan hidup penuh dengan godaan, cobaan, ancaman dan tantangan. Jika tidak kuat dapat terjerumus kepada jalan yang salah. Untuk itu ibarat dalam perjalanan perlu masuk ke rest area untuk beristirahat.

Bulan ramadan sebagai rest area untuk menguatkan kembali fitrah kemanusiaan.

Ada 5 aspek kemanusiaan yang perlu dikuatkan yaitu spiritual, emosional, fisikal, intelektual, dan akhlak. Dapat disingkat dalam kata SEFIA.

Spiritual terkait dengan nilai-nilai keimanan. Yakin dan percaya kepada Allah sebagai Pencipta, Penguasa dan ilah atau yang disembah. Penguatan spiritual keimanan dilakukan melalui ibadah puasa, shalat, tadarus Al Quran, dzikir dan do'a.

Harapannya melalui ibadah yang khusyu, ikhlas dan sabar dapat menguatkan keimanan kepada Allah. Dapat merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan sehingga senantiasa optimis karena yakin Allah bersamanya.

Emosional terkait dengan pengendalian diri dan kepedulian kepada orang lain. Ibadah puasa mengajarkan kesabaran untuk mengendalikan hawa nafsu.

Kepada hal yang halal saja seperti makan dan minum menjadi haram selama puasa di bulan Ramadan. Itu semua melatih pengendalian diri dan kesabaran.

Diharapkan selepas Ramadan dapat menjadi manusia yang cerdas secara emosional.

Puasa juga melatih kepedulian dan empati. Berbagi kepada sesama yang membutuhkan menjadi tradisi selama Ramadan. Manusia menjadi dermawan dan tidak egois.

Tolong menolong dan siap membantu kaum dhuafa. Merasakan lapar dan dahaga dapat melatih empati orang miskin yang harus puasa karena tidak punya makanan seperti warga Palestina di Gaza.

Puasa juga menyehatkan fisik sesuai penelitian ilmiah yang telah banyak dipublikasikan. Istirahatnya alat-alat pencernaan membuat tubuh lebih sehat.

Tidak adanya asupan makanan membuat tubuh membakar lemak yang ada di bawah kulit. Itu semua menyehatkan. Jadi puasa menguatkan fisikal manusia.

Puasa juga mencerdaskan intelektualitas manusia. Pada bulan Ramadan kajian keagamaan berlimpah di berbagai media.

Televisi menyiarkan kajian Islam lebih banyak daripada biasanya. Media sosial juga menyajikan content kajian yang beragam dari para pakar dan ulama.

Pada akhirnya puasa juga memperbaiki akhlak manusia. Puasa tidak semata menahan lapar, dahaga dan hubungan suami istri tapi juga puasa panca indera dari segala kejahatan.

Tangan tak akan mencuri, mulut tak akan berbohong, marah, ghibah, berkata jorok dan hal buruk lainnya. Mata tak akan melihat hal yang dilarang seperti pornografi.

Telinga juga terjaga dari mendengar hal yang sia-sia. Apalagi jika pikiran dan hati juga menjauhkan diri dari keburukan. Itulah puasa menjadikan akhlak manusia lebih baik.

Semoga Ramadan menjadi rest area manusia menjadikan dirinya kembali fitri dan suci. Kembali kepada nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Manusia menjadi kuat spritual, emosional, fisikal, intelektual dan akhlak mulia (SEFIA). Bermodal kekuatan SEFIA semoga siap menjalani kehidupan pasca Ramadan tetap pada jalan kebenaran sesuai syariat Allah.

Makassar, 20 Maret 2024
Syamril

(*)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved