Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pilpres 2024

Jokowi Sebut Boleh Kampanye Pilpres 2024: Begini Tanggapan Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman

Jaksa Agung RI Marzuki Darusman mengkritisi pernyataan Jokowi terkait dibolehkannya presiden berkampanye dan memihak dalam Pemilu.

Editor: Lodie Tombeg
Tribunnews.com/Gita Irawan
Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman pada Konferensi pers "Refleksi HAM 2023 Jelang Pelaksanaan Pemilu" di Kantor Amnesty International Indonesia Menteng Jakarta Pusat pada Rabu (31/1/2024). Marzuki mengkritisi pernyataan Jokowi terkait dibolehkannya presiden berkampanye dan memihak dalam Pemilu. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Aturan memperbolehkan Presiden Joko Widodo berkampanye dan memilik satu pasangan calon (paslon).

Tapi publik terus menanggapi secara kontroversi. Tak terkecuali ,antan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman.

Dia mengkritisi pernyataan Jokowi terkait dibolehkannya presiden berkampanye dan memihak dalam Pemilu.

Marzuki mengatakan pernyataan presiden tersebut membedakan Pilpres 2024 dengan Pilpres yang lalu.

Masyarakat, kata dia, memandang pernyataan tersebut sebagai anomali etika.

Marzuki mengatakan apa yang disampaikan oleh presiden tidak sepenuhnya sejalan dengan konstitusi.

Artinya, lanjut dia, tidak sepenuhnya sejalan dengan Undang-Undang Pemilu.

Menurutnya, dibolehkannya Presiden untuk melakukan kampanye hanya berlaku bagi presiden yang sedang dalam posisi petahana untuk berkampanye lebih lanjut.

Oleh karena itu, menurutnya apa yang dilakukan atau disampaikan presiden Jokowi merupakan sebagian dari kebenaran karena Undang-Undang tidak membenarkan presiden yang bukan petahana melakukan kampanye.

Selain itu, Presiden juga harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara ketika berkampanye.

Hal tersebut disampaikannya pada Konferensi pers "Refleksi HAM 2023 Jelang Pelaksanaan Pemilu" di Kantor Amnesty International Indonesia Menteng Jakarta Pusat pada Rabu (31/1/2024).

"Apa yang sekarang terjadi adalah kampanye yang menyerupai kampanye tapi sebetulnya merupakan intervensi pemerintah atau presiden ke dalam proses elektoral. Dan ini bisa dikualifikasi sebagai tindakan elektoral yang tidak terpuji. Sehingga memberi keuntungan bagi paslon yang lain dibandingkan dengan yang tidak didukung oleh presiden," kata dia.

"Artinya ucapan presiden itu menyalahi Undang-Undang sementara perbandingan misalnya, konon presiden Obama bisa berkampanye untuk memenangkan calon Ibu Hillary Clinton, itu pilihan Obama tidak berkampanye sebagai presiden, tetapi sebagai anggota partai Demokrat dalam konvensi Demokrat untuk memenangkan Hillary Clinton," sambung dia.

Menurutnya kondisi tersebut sangat berlainan dengan posisi presiden sekarang yang tidak terkait sama sekali dengan kepartaian.

Obama, dalam konteks itu menurutnya kebetulan merupakan presiden tetapi berkampanye sebagai anggota Partai Demokrat.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved