Mata Lokal Memilih
Debat Capres Tanpa Makna Elektoral, Ferry Liando : Substansi Perlu Diperbaiki
Pengamat politik Sulut Ferry Liando yang juga Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat mengatakan, substansi debat Capres musti diperbaiki.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pengamat politik Sulut Ferry Liando yang juga Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat mengatakan, substansi debat Capres musti diperbaiki.
Jika tidak, debat terancam tanpa makna elektoral.
"Bila performa debat 1 dan 3 tidak diperbaiki oleh para kontestan maka hasil debat tidak akan berdampak signifikan pada elektoran kandidat tertentu," katanya Senin (8/1/2024).
Ia menilai debat semalam tak ada bedanya dengan yang sebelumnya.
Yakni tidak substansif, saling mengolok-olok dan adu siapa yang paling kuat menghafal.
"Ini tentu akan melahirkan debat tanpa efek elektoral," kata dia.
Ferry menyinggung pula perilaku pemilih di Sulut.
Menurut dia, ada pemilih kritis dan rasional. Ada pula pemilih pragmatis, pemilih sosiologis, pemilih apatis dan pemilih psikologis.
"Jika perilaku pemilih di indonesia didominasi oleh karakter pemilih pragmatis, pemilih sosiologis, pemilih apatis dan pemilih psikologis, maka debat itu tidak memberikan efek apa apa," katanya.
Sebut dia, pemilih kritis atau pemilih rasional adalah pemilih yang dipengaruhi oleh tawaran visi dan misi capres.
Visi yang rasional, paling implementatif dan masuk bakal menarik hati mereka.
"Jadi dasar bagi seseorang dalam memilih adalah keyakinannya bahwa jika capres yang dipilihnya akan terpilih jadi presdien maka kebutuhan individu atau kelompok yang memilihnya akan terpenuhi," katanya.
Menurut dia, pemilih jenis ini sayangnya sangat sedikit di Indonesia. Umumnya mereka kalangan intelektual atau aktivis.
Ia menilai perilaku pemilih di indonesia sebagian besar masih didominasi oleh pemilih pragmatis, sosiologis, apatis dan psikologis.
"Pemilih pragmatis akan ditentukan oleh imbalan yang ia terima. Tanpa imbalan maka ia tidak akan memilih," katanya.
Kemudian pemilih sosiologis tidak melihat kapasitas calon tapi melihat pada kesamaan agama, kesamaan etnik atau kesamaan daerah.
Sementara pemilih apatis adalah pemilih yang trauma dengan kondisi politik di masa lampau.
"Ia tidak pernah yakin bahwa siapapun presiden yang akan terpilih akan mampu mengubah nasibnya atau nasib bangsanya," kata dia.
Pemilih psikologis, sebut dia, adalah pemilih yang cenderung melihat pada kondisi fisik calon.
Kapasitas bukan soal, yang penting ganteng dan berwibawa.
"Jenis pemilih ini besar didominasi oleh pemilih ibu-ibu dan gadis-gadis muda," katanya.
Ia menuturkan, satu-satunya kelompok pemilih yang diharapkan terpengaruh dengan hasil debat adalah swing voters. Mereka belum menetapkan pilihan sebelum debat selesai.
Namun itupun harus dijamin oleh materi visi dan misi masing-masing. (Art)
Baca juga: Ketika Anies Singgung soal Pelanggaran Etika, Prabowo:Anda Beri Contoh Tidak Baik Soal Etik
Baca juga: Viral Bendera PDIP Berkibar Saat Ricuh Pengiring Jenazah Depan Kodam Merdeka Manado, Ini Fakta Asli
MK Registrasi 11 Perkara Sengketa Pilkada dari Sulut, Baso Affandi: Hormati Proses Hukum |
![]() |
---|
Ajukan PHPU Pilkada Sulut ke MK, E2L-HJP Pilih Denny Indrayana Jadi Kuasa Hukum |
![]() |
---|
Menakar Ambang Batas Pertarungan Pilkada Sulut di Mahkamah Konstitusi, Catatan Pengamat Hukum |
![]() |
---|
KPU Tomohon Gelar Bimtek dan Simulasi Aplikasi Sirekap untuk PPK dan PPS Pilkada 2024 |
![]() |
---|
Bawaslu Mitra Sulawesi Utara Minta Media Awasi Tahapan Pilkada, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.