Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Nasional

Pernah Serang Manusia, Kini Harimau Disebut Pahlawan oleh Warga Tapaktuan Aceh dan Dijuluki Nenek

Terlepas dari kejadian harimau serang warganya, keberedaan harimau ini justru menjadi keuntungan juga bagi masyarakat.

|
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
tribunmanado.co.id/Indri Panigoro.
ternak Dedi yang berada di kandang antiserangan harimau di Desa Lhok Bengkuang Timur, Tapaktuan Aceh 

“Ketika ruang jelajah dan pasokan makannya berkurang, dia merasa terancam, konflik satwa dan manusiapun terjadi,'' ungkap Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Jakarta, Senin (19/3).

Yan Ferial menduga kalau harimau terganggu dan marah dengan ulah sekelompok orang tersebut.

Kata Yan Ferial, kalau ada warga desa yang melakukan perilaku tercela, berbuat tak senonoh dan berbuat hal tak baik di desa, bekas pijakan kaki harimau pun akan terpantau ada di jalan-jalan yang ada di Desa Panton Luas itu.

Jauh sebelum kasus menimpa Martunis, konflik dengan satwa liar termasuk harimau ini jarang didengar.

Dulu aturan hidup dalam hutan masih dinomorsatukan oleh warga.

Namun lambat laun, persahabatan dengan satawa mulai retak.

Berbagai hukum adat mulai tak diindahkan oleh warga, alhasil konflik hewan dan manusia muncul.

Bukan hanya ternak warga yang dimangsa harimau. Warga yang bernama Martunis pun ikut diserang raja hutan yang dijuluki nenek itu.

Tak butuh waktu lama, masyarakat menyadari ada sesuatu yang salah dari perlakuan mereka pada Nenek. Mereka kemudian sepakat memulihkan lagi kekacauan tersebut agar bisa hidup berdampingan dengan satwa sebagai hal terpenting dalam menjaga ekosistem hutan.

Kini masyarakat setempat mulai menghidupkan kembali kearifan lokal tersebut setelah memahami bahwa nilai-nilai kearifan yang tercerabut ternyata berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup mereka.

Di antaranya dengan mengaktifkan kembali tradisi tolak bala yang rutin dilakukan setiap tahun pada hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam penanggalan Islam.

Saat tolak bala berlangsung, biasanya masyarakat akan melakukan “kenduri” terhadap nenek ( harimau ) dengan memberikan makanan tertentu disertai dengan doa-doa dan harapan supaya mereka tidak mengganggu manusia.

Adapun pantangan-pantangan yang tak boleh dilakukan saat pergi ke hutan misalnya pergi sendirian dan tidak boleh memiliki niat buruk.

Lanjut Feriyal, dibentuknya KSM Rimeung Aulia ini pada 2016 berangkat dari kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas kearifan lokal untuk menjaga hutan dan satwa liar agar bisa hidup berdampingan dengan masyarakat.

Apalagi kata Yan, terlepas dari kejadian harimau serang warganya, keberedaan harimau ini justru menjadi keuntungan juga bagi masyarakat.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved