Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Nasional

Kisah Musir, Warga Aceh yang Nangis Kalau Lihat Harimau Mati, Padahal Dulu Kakaknya Diserang Harimau

Ada rasa sakit hati yang dirasa Musir pasca kakaknya tewas diserang harimau, namum kini Musir justru menangis jika ada harimau mati.

|
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Tribunmanado.co.id/Indri Panigoro
Musir merupakan adik dari Martunis warga Desa Panton Luas, Tapakuan Aceh yang ditemukan tewas diserang harimau 2010 silam. 

Itu pertanda warga harus berhati-hati dan jangan pergi ke kebun, mungkin dia sedang melakukan aktivitas sedang mencari mangsa.

“Masyarakat Panton Luas secara umum memang sudah mengetahui terhadap tanda-tanda yang dimunculkan harimau, tapi bagi generasi muda, perlu memberikan edukasi tentang bagaimana mitigasi konflik yang baik dan melihat pertanda apa saja ditunjukkan dari harimau untuk manusia,” terang Yan.

Masyarakat Desa Panton Luas Tapaktuan Aceh Senang Hidup Berdampingan dengan Harimau
Oleh karena itu, kata Yan Ferial masyarakat di Desa Panton Luas ini senang bisa hidup berdampingan dengan harimau.

“Di sini kami menyebut harimau dengan sebutan nenek, dengan apa yang sudah dilakukan oleh nenek warga mulai sadar hidup berdampingan dengan satwa liar itu penting, kebutuhan ekosistemnya terjaga lagi. Metodenya yang dilakukan yakni mengedukasi masyarakat bagaimana mitigasi konflik satwa liar yang kami sampaikan,” kata Yan.

Hal inilah yang yang membuat kenapa KSM Rimeung Aulia kemudian dibentuk. Pembentukan KSM Rimeung Aulia ini mendapat dukungan Pemkab Aceh Selatan. Melestarikan adat dan kearifan lokal menjadi hal yang terus dijaga KSM Rimeung Aulia sebagai bagian dari memitigasi konflik antara manusia dan harimau.

Ada beberapa hal yang telah dilakukan KSM Rimeung Aulia. Tidak berbuat tercela, tidak melanggar budaya dan adat-adat desa. Selain itu mereka juga melakukan doa tolak bala setiap rabu abeh (rabu terakhir pada bulan shafar).

Pada rabu abeh itu masyarakat berdoa dan memberikan makan kepada harimau.
Lebih lanjut, Yan Feriyal mengungkap pantangan yang perlu diperhatikan saat menghadapi harimau.

Yang pertama tentunya harus tenang dan jangan lari. Hal lainnya yakni perlu memperhatikan kebiasaan yang mungkin dianggap sepela tapi nyawa bisa jadi taruhannya.

“Saat ada di hutan untuk berkebun ketika baju kita berkeringat kita tidak boleh menggantung baju di tunggul pohon kayu, karena kalau ada angin bajunya tergoyang sehingga akan memancing harimau, dianggap itu mangsanya,” terang Yan.

Menurut Feriyal, satwa liar di kawasan Panton Luas dengan luas hutan sekitar 8.000 hektare itu tidak hanya harimau. “Satwa lainnya juga masih ada. Yang tidak ada cuma tiga: buaya, badak, dan singa,” ujarnya.

Senada dengan Yan Ferial, Masrita Ketua KSM Rimeung Aulia mengungkap untuk menghindari terjadinya konflik harimau dengan manusia dan agar masyarakat bisa hidup berdampingan dengan harimau, warga desa terus menjaga kearifan lokal. Salah satunya dengan memberi makanan kepada harimau, terutama pada hari besar Islam.

“Intinya bagaimana kita bisa menghargai satwa liar yang seakan dapat berteman dengan mereka. Artinya, kalau kita mengabaikan doa tolak bala sehingga akan berdampak pada perkebunan masyarakat sekitar, perlu menghargai antarsesama meskipun tempat tinggal di daerah pedalaman,” kata Masrita, didampingi Kepala Desa Panton Luas, Abu Hanifah, Wakil KSM, Zulbasni, dan Sekretaris KSM, Yan Feriyal. (Ind)

Baca Berita Lainnya di: Google News

Sumber: Tribun Manado
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved