Kasus Kekerasan Anak di Sulut
Kekerasan Terhadap Anak Banyak Terjadi di Rumah, Ini Tanggapan LSM Swara Parangpuan
Data yang dirilis DP3AD Sulut, per Oktober 2023 terdapat 872 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Penulis: Isvara Savitri | Editor: Ventrico Nonutu
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Utara mencapai ratusan setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang dirilis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Daerah (DP3AD) Sulut, per Oktober 2023 terdapat 872 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sebanyak 594 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap anak dengan korban mencapai 633 orang.
Jika di rata-rata, terdapat dua kasus kekerasan terhadap anak dengan dua korban per hari.
Yang lebih mengejutkan, kekerasan terhadap anak paling banyak terjadi di lingkup rumah tangga dengan jumlah 326 kasus.
Sedangkan bentuk kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan seksual dengan jumlah 285 kasus.
Koordinator Kajian, Advokasi, dan Publikasi LSM Swara Parangpuan, Nurhasanah, mengaku tak bisa memungkiri bahwa orang terdekat justru banyak yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
Hal itu merupakan pengaruh dari minimnya pendidikan seksual bagi anak.
"Pendidikan seksual itu kan bukan soal bagaimana berhubungan seksual. Tetapi mengajarkan batasan-batasan kepada anak soal organ reproduksi, bagian tubuh mana yang boleh disentuh orang lain, di usia berapa sudah tidak boleh mandi dengan saudara atau orang tuanya, dan lain-lain," ujarnya ketika dihubungi, Kamis (14/12/2023).
Menurutnya, penerapan batasan perlu dilakukan meski dengan keluarga sendiri, karena siapa saja berpotensi menjadi pelaku.
Selain itu, kasus kekerasan seksual bisa berkurang jika kemiskinan yang menjadi salah satu akar masalah bisa diatasi.
"Soal kekerasan seksual di rumah juga tidak sekonyong-konyong soal perilakunya. Hak masyarakat terkait penghidupan yang layak juga harus dipenuhi negara," tambah Nur.
Dengan mendapat penghidupan yang layak, batasan-batasan dalam rumah akan lebih mudah diterapkan.
Di sisi lain, hingga saat ini kekerasan seksual terhadap anak juga masih dianggap sebatas pelanggaran norma sosial dan agama oleh masyarakat.
Hal itu yang menjadi penyebab masyarakat enggan melapor jika terjadi kekerasan seksual di sekitarnya, bahkan di rumahnya sendiri.
"Masyarakat tahunya itu pelanggaran norma saja, pertanggungjawabannya ke Tuhan. Padahal ada KUHP dan sekarang UU TPKS yang membuat kekerasan seksual seharusnya dilaporkan sebagai sebuah kejahatan," tutur Nur.(*)
Baca Berita Lainnya di Google News
Baca Berita Terbaru Tribun Manado KLIK INI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.