Toleransi di Sulawesi Utara
Pulang Gereja Langsung Jaga Masjid, Potret Kerukunan di Bitung Sulawesi Utara
Sejak dulu, warga Sulut memandang perbedaan sebagai suatu kekuatan untuk menyusun peradaban.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Toleransi sudah jadi fitrah Sulawesi Utara.
Sejak dulu, warga Sulut memandang perbedaan sebagai suatu kekuatan untuk menyusun peradaban.
Peristiwa di Bitung tak akan sanggup menghapus semangat toleransi yang sudah terparti di lubuk hati warga Sulut.
Sabtu (25/11/2023) adalah hari yang ingin dilupakan Aris. Akibat bentrok, Bitung bak kota mati.
"Saya sedih sekali," kata dia dalam pertemuan dengan Kapolda Sulut Minggu (26/11/2023) di sebuah rumah kopi di Pasar Tua Bitung.
Dia bercerita punya banyak teman, bahkan saudara yang beda agama. Selama ini, mereka hidup rukun.
"Kami teman tapi lebih dari saudara," kata dia.
Dirinya berharap kejadian serupa tak terulang lagi.
Aris mendesak kepada Kapolda untuk mengumumkan perdamaian di toa.
Agar semua pesan damai dapat sampai ke seluruh warga dan bersamaan dengan itu meluaslah narasi kedamaian ke seluruh Indonesia.
Dian seorang warga Bitung lainnya mengaku punya banyak saudara beragama Kristen di Minahasa.
"Kami sangat dekat," kata dia.
Beberapa waktu lalu, ia bercerita, saudaranya itu bersama tim dari gerejanya berlomba paduan suara di Bitung.
Thia dengan senang hati menyediakan rumahnya bagi anggota paduan suara.
"Kami siapkan makanan dan hunian, saya merasa bersukacita dapat membantu saudara kami yang berbeda agama," katanya.
Panji Yosua jaga Masjid
Tribunmanado pernah melakukan reportase idul fitri beberapa waktu lalu.
Mengenakan baju koko, Usman berjabat tangan dengan Reinaldo.
Usman baru pulang dari Shalat Ied di Mesjid Al Muttaqien Girian.
Reinaldo yang memakai kameja merah dan tangannya memegang Alkitab baru akan menuju Gereja Solagratia.
Jabat tangan keduanya akrab dan lama. Disusul cipika - cipiki.
Usman lantas mengajak Reinaldo berkunjung ke rumah.
"Sbantar ne (sebentar ya)," kata dia.
Reinaldo membalas dengan mengacungkan jempol.
Umat Muslim yang baru selesai menjalankan shalat ied berjabat tangan dengan umat Kristen yang baru akan pergi ke Gereja.
Adi salah satu personel Panji Yosua yang menjaga shalat ied mengaku baru pulang dari Gereja.
Ia mengenakan kaos panji Yosua namun masih mengenakan celana kain dan sepatu fantofel.
"Saya berjaga disini," kata dia.
Baru masuk ke Gereja lantas menjaga mesjid, ia malah senang.
"Tuhan meminta kita mengasihi sesama manusia," kata dia.
Sebut Adi, menjaga shalat ied sudah jadi tradisi warga Bitung. (Art)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.