Toleransi di Sulawesi Utara
Kisah Toleransi di Minahasa Sulut pada Masa Kedatangan Kyai Modjo dan Pengikutnya ke Tanah Tondano
Semangat toleransi di Sulawesi Utara bukan hanya ada di dalam pepatah tapi bisa dilacak hingga ke jejak sejarah di Tanah Minahasa.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejak dulu warga Sulawesi Utara hidup dengan semangat toleransi yang tinggi.
Semangat toleransi ini hidup dalam tindakan maupun ajaran kearifan lokal berbagai suku di Sulawesi Utara.
Dalam bahasa Minahasa misalnya, ada dikenal istilah, "sitou timou tumou tou." yang bermakna, "manusia hidup untuk memanusiakan sesamanya."
Semboyan ini dipopulerkan oleh Dr Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, atau sering kita kenal sebagai Sam Ratulangi.
Di Manado, ada istilah, "torang samua basudara." yang berarti, "kita semua bersaudara."
Di Minahasa juga dikenal nilai-nilai luhur seperti, "maesa-esaan atau saling bersatu, maleos-leosan atau saling menyangi, mangenang-ngenangan atau saling mengingat, malinga-lingaan atau saling mendengarkan, masawang-sawangan atau saling menolong, dan matombo-tomboan atau saling menopang.
Dalam Suku Mongondow, juga ada moto hidup yang mengandung nilai-nilai toleransi.
Yakni mototompiaan atau saling memperbaiki, mototabian atau saling mengasihi, mototanoban saling merindukan.
Toleransi di Sulawesi Utara bahkan bisa kita lacak melalui jejak sejarah.
Salah satu contohnya adalah kisah toleransi di tanah Tondano Minahasa saat Kyai Modjo dan 63 pengkutnya menginjakkan kaki di tanah Toar Lumimuut itu pada tahun 1831.
Kisah toleransi di tanah Tondano Minahasa

Dilansir dari tulisan Finneke Wolajan berjudul, Kampung Jawa Tondano Akulturasi Budaya Minahasa-Jawa Perekat Kerukunan, Budayawan dan sejarawan Minahasa, Fendy Parengkuan menceritakan bagaimana Kyai Modjo dan para pengikutnya ikut membangun gereja pertama di Tondano, yakni Gereja Sentrum Tondano.
Pembangunan gereja pertama ini seiring dengan masuknya pekabaran Injil di Minahasa.
Dua penginjil asal Jerman Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz tiba di Minahasa pada 12 Juni 1831.
Riedel menetap di Tondano pada 14 Oktober 1831, sementara Schwarz melakukan penginjilan di wilayah Kakas lalu berpindah ke Langowan. Kedatangan Riedel setelah 1,5 tahun Kiai Modjo berada di Tondano.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.