Toleransi di Sulawesi Utara
Kisah Toleransi di Minahasa Sulut pada Masa Kedatangan Kyai Modjo dan Pengikutnya ke Tanah Tondano
Semangat toleransi di Sulawesi Utara bukan hanya ada di dalam pepatah tapi bisa dilacak hingga ke jejak sejarah di Tanah Minahasa.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Rizali Posumah
Riedel datang dan bergaul erat dengan warga Tondano, namun tak semata-mata para walak Tondano langsung memperbolehkan warga Tondano menjadi Kristen.
Meski begitu para pemimpin sudah memperbolehkan perempuan dan anak-anak mereka untuk ikut penginjilan Riedel.
Sampai suatu waktu, salah seorang tua-tua Tondano yang berteman dengan Riedel, menghampiri Riedel. Ia mengira akan diajak minum kopi.
“Hari itu tua-tua Tondano itu berkata kepada Riedel, tadi malam melalui burung Manguni, Opo Empung (Tuhan) berkata, orang Minahasa boleh menjadi Kristen,” kata Parengkuan.
Sejak saat itu warga Minahasa mulai dibaptis dan memeluk Kristen.
Riedel lalu menginisiasi pembangunan gereja pertama di Tondano.
Pada saat itu, para perempuanlah yang menjadi pelopor pembangunan gereja di Tondano.
Saat hendak membangun gereja pertama tersebut, terjadi gesekan di antara masyarakat Tondano, terutama para laki-laki.
Mereka enggan membangun gereja tersebut.
Hal ini rupanya menjadi kesempatan bagi Kiai Modjo dan para pengikutnya untuk bergaul erat dengan perempuan-perempuan di Minahasa.
Saat itu bangunan gereja masih terbuat dari kayu.
Para perempuan Minahasa lalu gotong-royong mengambil kayu di perkebunan Lembean untuk membangun gereja.
Untuk menuju perkebunan, para perempuan harus melewati pemukiman Kiai Modjo dan pengikutnya di Kampung Jawa Tondano.
Melihat kondisi tersebut, Kiai Modjo dan pengikutnya menawarkan bantuan kepada para perempuan Minahasa untuk mengangkut kayu.
Tak hanya membantu mengangkut, Kiai Modjo dan pengikutnya juga turut membangun gereja pertama di Tondano.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.