Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Sejarah Dumoga, Wilayah yang Sering Terjadi Kerusuhan di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara

Dumoga, sejarah, konflik dan daerah keramat di Bolaang Mongondow. Tempat dinobatkan raja pertama Bolaang Mongondow.

|
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Rizali Posumah
HO/petatematikindo.files.wordpress.com
Peta Kebupaten Bolaang Mongondow - Dumoga adalah wilayah di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, yang kerap terjadi tarkam. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID -  Peristiwa kerusahan kembali pecah di Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Sulawesi Utara.

Peristiwa berawal dari kasus pembunuhan seorang pemuda pada Minggu Minggu (23/7/2023) sekitar pukul 18.30 Wita di perbatasan Kelurahan Imandi dan Desa Pinonobatuan ( Desa Tambun ), Kecamatan Dumoga Timur. 

Pelaku pembunuhan sempat melarikan diri ke wilayah Kabupaten Minahasa. Namun akhirnya tertangkap dan ditahan oleh Polres Bolmong. 

Aparat TNI dan Polri yang berjaga-jaga di wilayah Imandi dan Tambun, Dumoga.9
Aparat TNI dan Polri yang berjaga-jaga di wilayah Imandi dan Tambun, Dumoga, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Pasca terjadinya peristiwa pembunuhan ini, kerusuhan antar dua kampung Imandi dan Tambun pun pecah.

Aparat TNI/Polri bersenjata lengkap turun di perbatasan kedua desa. 

Hinggi kini, Senin (25/7/2023) aparat masih berjaga-jaga di perbatasan Desa Imandi dan Desa Tambun

Wilayah rawan tarkam

Dumoga Raya yang mencakup enam Kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow ( Bolmong) memang wilayah rawan tarkam.

Data yang dihimpun Tribun Manado, konflik di Dumoga berakar dari persaingan tambang emas pada era tahun 1980-an. 

Dari sini memunculkan perkelahian antar kampung di Dumoga dengan intensitas yang tinggi.

Hal ini membuat Dumoga memiliki angka kriminalitas yang tinggi, dan oleh banyak pihak terutama oleh pihak kepolisian Dumoga dianggap sebagai daerah merah atau rawan konflik. 

Tarkam di sini sering dipicu masalah sepele. Seperti knalpot racing, perselisihan anak muda hingga pesta miras.

Saking seringnya terjadi tarkam di daerah ini, Dumoga mendapat julukan sebagai negeri para Shinobi merujuk istilah dalam anime Jepang, Naruto, yang berarti ninja.

Shinobi digambarkan sebagai kelompok ninja yang sering berperang. 

Masyarakat yang Heterogen

Di Dumoga banyak penduduk yang menyandarkan penghidupan pada pertambangan, terutama emas.

Selain itu, banyak pula yang berprofesi sebagau petani, pemburu, dan pengambilan hasil hutan seperti penebang pohon dan lain-lain.

Kulturnya sangat heterogen. Ada suku Mongondow sebagai suku asli, Minahasa, Sangihe, Jawa, Bali, Gorontalo, Bugis dan lainnya.

Warga Dumoga sangat menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama.

Pertikaian sama sekali tidak dikaitkan dengan agama.

Beberapa wilayah di Dumoga seperti Mopuya menjadi laboratorium umat beragama sedunia.

Masyarakat yang multietnik di Dumoga bermula dari program transmigrasi pemerintah. 

Gelombag pertama transmigrasi datang pada tahun 1963 dengan jumlah 1.549 jiwa (349 KK). 

Mereka umumnya adalah dari suku Bali dan ditempatkan di Desa Werdhi Agung.

Para transmigran berikutnya ditempatkan di desa Kembang Mertha (1964), Mopuya (1972/1975), Mopugad (1973/1975), Tumokang (1971/1972), Sangkub (1981/1982), Onggunai (1983/1984), Torosik (1983/1984) dan Pusian/Serasi (1992/1993).

Asal muasal kata Dumoga

Kata Dumoga dipercaya oleh masyarakat setempat  bermuasal dari kisah Bogani (pemimpin komunitas) Amalie dan Bogani Inalie. 

Kala itu, suami istri ini pergi mencari ikan di sungai yang tidak jauh dari Gunung Bumbungon tempat mereka tinggal. 

Saat keduanya hendak pulang, di tengah perjalanan mereka melihat seekor burung. 

Sontak Inalie meminta suaminua Amalie agar sedia menangkap burung tersebut untuknya. 

"Domokka lagapan tatua: tangkaplah burung itu," pinta Inalie. 

Kata Dumokka inilah yang kemudian menjadi rujukan terciptanya nama daerah yang kini disebut Dumoga

Tempat Deklarasi Kerajaan Bolaang Mongondow

Dalam ingatan kolektif orang Mongondow, Dumoga adalah tempat yang bisa disebut sakral.

Konon, di sinilah para Bogani (pemimpin komunitas) di seluruh daratan Totabuan berkumpul dan bersumpah setia, mengangkat Mokodoludut sebagai Punu (Raja) Bolaang Mongondow.

Sebelumnya para Bogani ini bermigrasi dari Bintauna, melalui pantai selatan. Beberapa dari mereka melewati hutan.

Mereka bertemu di Kampung Tua Desa Doloduo (saat ini Desa Toraut), Dumoga.

Kemudian untuk membentuk kerajaan dengan mengankat seorang Punu (Raja) Bolaang Mongondow, para Bogani berkumpul di Gunung Keramat Bumbungon yang ada di Dumoga.

Di gunung itulah, pada sekitar tahun 1400-an Mokodoludut diangkat oleh para Bogani sebagai raja dengan gelar Punu Molantut (Raja Tertinggi)

Praktis, Punu Mokodoludut adalah raja pertama dari Kerajaan Bolaang Mongondow yang dalam narasi sejarah, era kepemimpinannya disebut era Tompunu'on. 

Dan sejak saat itu, Dumoga dikenal sebagai tempat yang sakral karena merupakan tempat dilantiknya raja pertama Kerajaan Bolaang Mongondow. (TribunManado: Art/Nie/Asw/Riz)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved