Mata Lokal Memilih
Bacaleg di Sulut Mengaku Terteror Isu Proporsional Tertutup, Pertimbangkan Mundur Jika Diterapkan
Isu beredar jika MK bakal mengabulkan gugatan para penguji materi dan jika demikian sistem proporsional tertutup bakal berlaku lagi.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Para bacaleg di Sulawesi Utara masih menahan diri untuk melakukan sosialisasi.
Selain masih menanti Daftar Calon Tetap (DCT), para bacaleg ini masih dihantui oleh kemungkinan berlakunya sistem pemilu proporsional tertutup.
Diketahui MK masih bersidang soal gugatan uji materiil terhadap sistem proporsional tertutup.
Namun begitu, isu beredar jika MK bakal mengabulkan gugatan para penguji materi dan jika demikian sistem proporsional tertutup bakal berlaku lagi.
Sistem proporsional tertutup membuat pemilih tidak lagi memilih caleg, tapi partai.
Siapa yang dapat kursi bergantung partai.
Seorang bacaleg di Minut yang enggan mengungkap identitasnya karena taat mekanisme partai menyebut, sistem proporsional tertutup adalah petaka bagi caleg.
"Ini petaka bagi caleg," kata dia Minggu (11/6/2023).
Isu bakal berlakunya kembali proporsional tertutup membuat dirinya menahan diri.
Ia mengaku, mustinya sudah bisa curi start dengan bergerak galang kekuatan.
"Tapi kalau begini, saya tahan diri dulu, jangan sampai sudah bergerak dan habis uang dan tenaga lantas proporsional tertutup, kan saya pasti tak terpilih karena di nomor urut bawah," kata dia.
Jika nantinya MK memutuskan proporsional tertutup berlaku lagi, dia mempertimbangkan akan mundur.
PDIP dan Gerindra Sulut Siap Terbuka dan Tertutup
Ketua DPD PDIP Sulut Olly Dondokambey dalam Wawancara dengan Rosiana Silalahi dalam acara Kamar Rosi Kompas TV mengatakan, PDIP siap dengan sistem apapun.
"Mau terbuka siap, tertutup pun siap," katanya.
Ungkap Olly, PDIP punya kaderisasi yang sangat jelas hingga tak masalah dengan sistem proporsional tertutup. Ia menyerahkan semua putusan pada MK.
DPD Partai Gerindra Sulawesi Utara (Sulut) menegaskan siap menghadapi pemilu baik sistem Proporsional Tertutup maupun Terbuka.
Bahkan Ketua DPD Gerindra Sulut Conny Rumondor mengatakan pihaknya sudah bersiap sejak tahun lalu menghadapi pemilu sistem Proporsional Tertutup.
"Kita siap," ujar Conny Rumondor.
"Mau sistem terbuka atau tertutup, tetap kita harus siap hadapi. Bahkan sudah dari tahun lalu kami siap," ungkapnya lagi.
Ia menambahkan memang akan ada perubahan strategi.
Tapi secara keseluruhan, Gerindra Sulut siap menghadapi Pemilu 2024.
"Mau Pileg, Pilkada, bahkan Pilpres, kita sudah sangat siap," ucapnya lagi.
Ketua DPD PSI Sulut Melky Pangemanan mengatakan, PSI Sulut menolak keras sistem proporsional tertutup.
"Posisi kami menolak sistem proporsional tertutup," kata dia Jumat (2/6/2023).
Menurut Melky, proporsional tertutup bertentangan dengan semangat reformasi.
Menerapkannya akan membawa Indonesia kembali ke zaman orde Baru.
Melky menuturkan, kalaupun MK memutuskan pemberlakuan kembali proporsional tertutup, maka wewenang kembali ada di DPRD dan lembaga pemilu.
Isu bakal berlakunya kembali sistem pemilu proporsional tertutup dalam pileg berembus kencang.
Adalah pakar hukum tata negara Denny Indrayana yang membebernya.
Denny mengaku sudah mengantongi hasil putusan hakim MK yang akan mengembalikan sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Informasi itu diperolehnya dari sumber terpercaya.
Pengamat Politik Sulut Ferry Liando menuturkan, berlakunya kembali sistem proporsional tertutup masih sebatas isu.
MK sebagai yang punya gawean sudah mengklarifikasi bahwa mereka belum bersidang.
"Sampai sekarang oknum yang menyebarkan isu bahwa MK akan memutuskan SPDTt (sistim proporsional daftar tertutup) sebagai sistim yang akan digunakan pada pemilu 2024 belum bisa mempertanggungjawaban sumber informasinya," katanya
Ferry mengurai plus minus pemberlakuan sistem proporsional tertutup.
Menurut dia, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak mencoblos nama orang, tapi logo parpol. Ini lebih mudah secara teknis.
Jelas dia, secara teknis sistem ini memang lebih mudah baik dari pencetakan surat suara, pendistribusian, pencoblosan, penghitungan hingga rekapitulasi.
KPU tidak perlu melakukan sortir nama calon secara ketat, tidak perlu khawatir surat suara tertukar dapil, surat suara tidak sulit dibuka, dicoblos, dan dilipat.
"karena ukurannya tidak terlalu panjang dan lebar serta mekanisme rekapitulasi yang mudah karena penghitungannya bukan per caleg tapi cukup parpol saja," katanya.
Namun, beber dia, SPDTt akan beresiko bagi parpol sendiri. Itu dikarenakan kebiasaan di internal parpol yang mewajibkan imbalan bagi siapa saja yang membutuhkan posisi.
Contoh dalam hal suksesi ketua parpol di daerah, ada kewajiban uang setoran bagi masing-masing calon.
Siapa yang menawar dengan nominal tertinggi maka jabatan akan diberikan kepadanya, lalu pada momentum pemilu, sebagian parpol juga kerap memperjualbelikan kartu tanda anggota (KTA) kepada siapa saja yang ingin menjadi caleg.
"UU Pemilu menyebutkan bahwa syarat caleg harus memiliki KTA. Meski bukan kader parpol tapi jika seseorang memiliki KTA maka memungkinkan baginya memenuhi syarat menjadi caleg," lanjutnya.
Ia menilai, ditinjau dari kondisi tersebut,
SPDTt berpotensi menjadikan parpol makin korup. Kewenangan absolut parpol untuk menentukan siapa yang berhak menjadi anggota DPR/DPRD bisa jadi akan di tentukan oleh setoran tertinggi.
"Ada semacam sistim lelang. Pemenangnya ditentukan oleh tawaran tertinggi," kata dia.
Sesungguhnya, kata dia, SPDTt sebetulnya sangat efektif membendung pemilih pragmatis dan calon yang kerap terbiasa menyuap pemilih pada setiap kali pemilu.
SPDTt juga dapat mencegah persaingan tidak sehat antar calon dalam satu parpol yang sama serta mencegah politisasi SARA.
Namun dalam kondisi saat ini, SPDTt justru akan menyuburkan korupsi di internal parpol. Ia membeber, SPDTt akan efektif jika semua parpol peserta pemilu memiliki kelembagaan yang kuat.
Cirinya-cirinya pertama parpol harus memiliki sistim kandidasi yang tersistematis, prosedur dan selektif.
Parpol yang memiliki sistim rekrutmen, kaderisasi dan seleksi yang tertata rapi sangat efektif mendukung SPDTt.
"Selama ini belum banyak parpol yang melakukan sistim kaderisasi yang baik serta proses seleksi yang objektif. Calon parpol baru di tunjuk pada saat tahapan pencalonan DPR/DPRD di buka," katanya.
Harusnya, kata dia, jauh sebelum tahapan pencalonan, parpol sudah menyeleksi dan wajib melalui proses uji publik sebagaimana tuntutan UU no 2 tahun 2008 tentang parpol.
Tanpa seleksi terbuka maka membuka peluang terjadinya jual beli KTA, mahar dan politik dinasti/kerabat elit parpol.
"Di jaman orde baru, Golkar menerapkan syarat calon harus memiliki persyaratan memiliki prestasi, loyalitas, dedikasi dan tidak tercelah (PLDT). Cara ini masih relevan untuk diadopsi," katanya.
Hal kedua, bebernya, SPDTt akan efektif jika kemampuan finansial parpol sudah mapan.
Jika belum maka parpol akan memanfaatkan imbalan bagi calon sebagai kompensasi kursi.
Ketiga SPDTt akan efektif jika tradisi oligarki dan politik kekerabatan dapat dikendalikan.
"Jika parpol masih dikendalikan oleh pemilik modal, maka bisa jadi calon yang terpilih merupakan titipan. Demikian juga dengan terpilihnya calon karena memiliki kedekatan dengan elit parpol," katanya. (Art)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
MK Registrasi 11 Perkara Sengketa Pilkada dari Sulut, Baso Affandi: Hormati Proses Hukum |
![]() |
---|
Ajukan PHPU Pilkada Sulut ke MK, E2L-HJP Pilih Denny Indrayana Jadi Kuasa Hukum |
![]() |
---|
Menakar Ambang Batas Pertarungan Pilkada Sulut di Mahkamah Konstitusi, Catatan Pengamat Hukum |
![]() |
---|
KPU Tomohon Gelar Bimtek dan Simulasi Aplikasi Sirekap untuk PPK dan PPS Pilkada 2024 |
![]() |
---|
Bawaslu Mitra Sulawesi Utara Minta Media Awasi Tahapan Pilkada, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.