Catatan Wartawan
Kasih Tak Sampai Pria Filipina dan Gadis Bitung Sulawesi Utara
Kisah cinta perbedaan warga negara bisa menjadi salah satu yang menyedihkan. Wartawan Tribun Manado, pernah meliputnya di Bitung.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Tragedi terbesar di dunia adalah kasih tak sampai.
Dua insan yang terikat oleh surga, namun dipisahkan dunia ini.
Simak saja kisah Sam Pek Eng Tay atau Siti Nurbaya yang menggoreskan luka berabad dan kepedihannya hingga kiamat.
Namun tragedi penting karena memunculkan pahlawan.
Mereka yang hanya mau tunduk pada perintah hati yang murni, berjuang melawan huruf mati kemauan para legalis buta hati, yang menolak menyerah meski tahu peluang menang tipis, bahkan hampir tidak ada.
Saya pernah meliput kisah cinta yang menyayat hati antara seorang pria Filipina dan gadis Bitung, Sulawesi Utara.
Keduanya dipisahkan bukan oleh restu orang tua, perbedaan kasta, ekonomi ataupun agama, tapi oleh negara.
Sang pria bernama Lot Lot, datang dari Filipina ke Bitung untuk mencari ikan dan kehidupan layak.
Ia tak punya kewarganegaraan.
Datang dari Filipina tapi anehnya bukan WNA Filipina.
Di Indonesia, ia sulit jadi WNI kendati sudah berkali-kali memohon.
Meski sudah mati-matian belajar bahasa Indonesia, Pancasila, dan Indonesia Raya.
Berkelana mencari cinta di tujuh lautan, Tuhan ternyata menaruh tulang rusuknya di Bitung.
Seorang wanita di pesisir bernama Hanna.
Keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama, bahagia dan memutuskan menikah.
Inilah problemnya.
Tak mungkin menikah di capil karena Lot Lot tak punya KTP dan KK.
Pendeta di gereja tempat mereka beribadah juga enggan menikahkan dengan alasan yang sama.
Tiap minggu keduanya ke gereja, berdoa dengan berlinang air mata dan selalu membujuk pendeta itu.
Sang pendeta, dengan berat hati terus menolak, tapi tiap kali mendoakan mereka.
Baca juga: Pengamat Kesehatan Sulut Prof Grace Kandou: Pelaku Visum Bodong Langgar Kode Etik
Baca juga: Segini Harga Terbaru Cabai Rawit di Sitaro Sulawesi Utara, Sangat Mahal Bikin Warga Mengeluh
"Saya selalu berdoa dengan mereka bahkan sama-sama menangis," kata sang pendeta.
Ia mengaku dilematis.
Ingin agar kehendak suci keduanya disatukan dalam ikatan perkawinan tapi tak bisa melanggar aturan negara.
"Masalahnya sang pria tak punya kewarganegaraan," kata si pendeta.
Saya menjumpai pasangan ini pada suatu hari pada pertengahan 2017.
Keduanya tinggal di sebuah rumah sederhana di dekat pantai.
Keduanya miskin tapi kaya oleh cinta.
Ada salib besar di tengah rumah, yang agaknya merupakan harta termewah keduanya.
Hanna bersikeras menyajikan makanan yang saya tolak, dengan alasan hanya ingin merokok dan saya ambil sebatang rokok dari Lot Lot.
Dari mulut nelayan kecil ini keluar kata-kata seorang jenderal perang yang agung.

"Saya ingin berjuang untuk cinta, berjuang terus dengan iman. Saya ingin jadi WNI agar bisa menikahi Hanna,"
"Kalaupun kalah di dunia ini, pasti akan menang di surga nanti," tambah Hanna.
Setahun kemudian saya meliput peristiwa diterimanya ratusan warga stateless (tak berkewarganegaraan) dari Filipina menjadi WNI.
Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, yang menyerahkan SK WNI tersebut.
Tangis haru massal terjadi di tempat itu.
Ternyata banyak yang bernasib mirip dengan Lot Lot dan Hanna.
Mereka bahagia karena dengan menjadi WNI, bisa menikahi kekasihnya.
Ada ratusan orang.
Saya tidak memperhatikan apakah ada Lot Lot dan Hanna di sana, tapi saya yakin mereka ada di sana.
Cinta yang berasal dari Tuhan pasti akan menang.
Baca juga: Hadiri HUT ke 11 Desa Kali Minahasa, Robby Dondokambey Ajak Masyarakat Jaga Semangat Gotong Royong
Baca juga: Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Maluku Minggu Malam, Parameter Pusat Guncangan Berada di Laut
Jika tidak di dunia, pasti di akhirat nanti, seperti kata Hanna.(*)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.