Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Supersemar

Ketika Soeharto Ancam Demonstran Mahasiswa Gunakan Supersemar, Dikritik karena Proyek TMII

Kala Soeharto menggunakan Supersemar untuk ancam demonstran mahasiswa karena proyek TMII.

Editor: Frandi Piring
Dok. Pribadi via Kompasiana.com
Ketika Soeharto Ancam Demonstran Mahasiswa Gunakan Supersemar, Dikritik karena Proyek TMII. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Surat Perintah 11 Maret ( Supersemar ) yang asli hingga kini keberadaannya masih menjadi tanda tanya dan penasaran bagi masyarakat Indonesia.

Supersemar diingat sebagai pemutus era kepemimpinan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Setelah muncul Supersemar, kekuasaan Soekarno diambil alih oleh Soeharto.

Pada satu ketika, Soeharto menggunakan Supersemar sebagai temeng melawan demo besar aktivis mahasiswa di awal orde baru.

Bagaimana kisahnya?

Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret merupakan tonggak sejarah yang melahirkan Orde Baru.
Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret merupakan tonggak sejarah yang melahirkan Orde Baru. (Hendranto, Pat)

Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, Supersemar merupakan salah satu bagian dari rangkaian peristiwa panjang untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.

Setelah menerima Supersemar, Soeharto bertindak cepat. Sehari setelahnya, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Belasan menteri yang loyal terhadap Soekarno ditangkap beberapa hari kemudian. Perlahan, kekuasaan Soekarno surut.

Supersemar juga dinilai menjadi jembatan berakhirnya kekuasaan Soekarno dan tonggak dimulainya era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Pada masa kepemimpinannya, Soeharto sempat mengancam akan menggunakan Supersemar untuk kedua kalinya buat meredam aksi unjuk rasa mahasiswa dan aktivis.

Pada sekitar 1972 terjadi gejolak di tengah masyarakat akibat gelombang penolakan dan aksi demonstrasi menentang pembangunan proyek Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Kelompok mahasiswa dan aktivis saat itu menilai proyek itu hanya buat memenuhi ambisi pembangunan fisik oleh penguasa serta menyedot banyak anggaran negara, dan tidak berdampak bagi masyarakat luas.

Selain itu, para mahasiswa juga mengkritik Siti Hartinah atau Ibu Tien Soeharto sebagai orang yang bertanggung jawab atas proyek itu.

Selain itu, para aktivis dan akademisi menilai TNI tidak patut masuk ke ranah politik dengan alasan dwifungsi, dan semestinya menjadi prajurit yang profesional.

Lambat laun Soeharto merasa terusik dengan gelombang unjuk rasa mahasiswa itu.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved