Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Polisi Peras Polisi

Kronologi Bripka Madih Mundur dari Keanggotaan Polri, Pantas Kasusnya Sampai Jadi Sorotan, Ternyata

Bripka Madih pun jadi pembicaraan karena Bripka Madih mundur dari keanggotaan Polri. Berikut ini adalah kronologi Bripka Madih mundur dari Polri.

Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Tribunnews.com/Kompas TV
Bripka Madih, Polisi yang Diperas Polisi di Polda Metro Jaya, Mundur dari Keanggotaan Polri. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sosok Bripka Madih saat ini menjadi sorotan publik.

Itu setelah viral soal pengakuannya soal kasus Polisi Peras Polisi.

Bripka Madih pun jadi pembicaraan karena dirinya mundur dari keanggotaan Polri.

Berikut ini adalah kronologi Bripka Madih mundur dari keanggotaan Polri.

Diketahui Bripka Madih adalah polisi yang mengaku diperas oleh polisi penyidik Polda Metro Jaya saat melaporkan kasus dugaan penyerobotan lahan.

Kabar Polisi Peras Polisi ini kini menjadi sorotan publik setelah mencuatnya kabar Bripka Madih membuat pelaporan dan mundur dari keanggotaan Polri.

Bripka Madih menjadi sorotan setelah video dirinya mengaku diperas oknum penyidik hingga Rp 100 juta viral di media sosial.

Pernyataan Bripka Madih diunggah sejumlah akun salah satunya akun instagram @jktnewss.

Dalam pengakuannya, Bripka Madih diminta uang sebesar Rp 100 juta agar laporannya soal penyerobotan lahan bisa diselidiki.

Bukan hanya uang ratusan juta, Bripka Madih juga mengaku oknum penyidik itu juga meminta sebidang tanah seluas 1.000 meter.

Soal pengakuan Bripka Madih ini, Polda Metro Jaya telah merespons.

Hari ini, Minggu (5/2/2023), Bripka Madih dikonfrontir di Polda Metro Jaya

Bripka Madih, Polisi yang Diperas Polisi di Polda Metro Jaya, Mundur dari Keanggotaan Polri.
Bripka Madih, Polisi yang Diperas Polisi di Polda Metro Jaya, Mundur dari Keanggotaan Polri. (Foto: Dok MPI)

Profil Bripka Madih

Bripka Madih merupakan anggota polisi yang bertugas di bagian provost Polsek Jatinegara, Polres Jakarta Timur.

Pangkat Brigadir Kepala atau Bripka adalah kepangkatan polisi dalam golongan Bintara.

Golongan Bintara merupakan golongan di atas Tamtama, golongan kepangkatan terendah di Polri.

Urutan golongan kepangkatan polisi dari bawa ke atas yakni Tamtama, Bintara, Perwira Pertama, Perwita Menengah, Perwira Tinggi.

Bripka adalah pangkat urutan ke-4 dalam golongan Bintara.

Urutannya dari terendah yakni Bripda, Briptu, Brigpol, Bripka, Aipda dan Aiptu.

Pangkat Bripka berupa 4 balok panah warna perak.

Seorang polisi dengan pangkat Bripka mendapatkan gaji pokok antara Rp 2.307.400 - Rp 3.791.700.

Selain gaji pokok, polisi dengan pangkat Bripka masih mendapatkan tunjangan lainnya.

Mengaku Mundur dari Kepolisian Tiga Bulan Lalu

Saat ini, Bripka Madih mengaku sudah mengajukan pengunduran diri sebagai anggota polisi.

Pengunduran diri itu sudah disampaikan Bripka Madih kepada Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Budi Sartono sekitar tiga bulan lalu.

Ia mengaku mengajukan pengunduran diri karena kecewa dirinya diperas oleh anggota polisi.

"Iya udah lama itu, udah tiga bulan lalu apa, semenjak kecewa, sakit hati," ucap Madih ketika dihubungi wartawan, Minggu (5/2/2023).

Dijelaskan Madih, ihwal pengajuan pengunduran dirinya itu sudah disampaikan kepada Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Budi Sartono.

Kala itu menurut Madih, ia yang langsung bertemu dengan Kombes Budi lalu membahas mengenai pengunduran dirinya tersebut.

"Timur 1 (Kombes Pol Budi Sartono) datang sama kita, beliau menanyakan. 'Di apa benar kamu mengundurkan diri? tapi jangan dijawab sekarang, saya nanya tapi jangan dijawab sekarang'," kata Madih menirukan ucapan Kapolres.

"Beliau mau ke tanah suci dulu, 'Nanti biar saya doakan biar urusan kamu sukses, biar pengunduran diri kamu dibatalkan'," sambungnya.

Mendengar pernyataan tersebut, Madih pun menyebut bahwa Kombes Budi tak merestui apabila dirinya mengundurkan diri sebagai anggota kepolisian.

Sementara itu, Polda Metro Jaya menyatakan Bripka Madih sebagai anggota polisi yang bermasalah.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan Bripka Madih sudah tiga kali diadukan masyarakat ke Propam Polda Metro Jaya.

Dua diantaranya soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Laporan pertama dilayangkan SK, istri Bripka Madih terkait KDRT pada tahun 2014.

Laporan tersebut diproses hingga berujung pada putusan pelanggaran disiplin dalam sidang Kode Etik Profesi Polri pada tahun 2022.

"Istri sahnya atas nama SK sudah cerai pertama, terkait KDRT ini 2014 dan putusannya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," ujar Trunoyudo, Jumat (3/2/2023), dikutip dari Kompas.TV.

Bripka Madih kembali menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang wanita berinisial SS.

SS kemudian melaporkan Madih dengan kasus yang sama yakni KDRT pada Agustus 2022.

Laporan tersebut diterima Polsek Pondok Gede dengan nomor laporan LP B/661/VIII/2022 soal pelanggaran kode etik.

SS juga mempertanyakan tunjangan istri secara kedinasan.

Diketahui Bripka Madih tidak melaporkan pernikahan yang kedua kalinya ke Korps Bhayangkara.

"Pada 22 agustus 2022 dilaporkan lagi oleh istrinya yang kedua yang tidak dimasukkan atau dilaporkan secara kedinasan. Artinya mengadukan tidak mendapat tunjangan secara kedinasan," ujar Kombes Trunoyudo.

Laporan ketiga datang dari Viktor Edward Haloho, pada 1 Februari 2023.

Madih dilaporkan lantaran diduga melakukan pendudukan lahan dan pengerahan massa yang meresahkan orang lain.

Kombes Trunoyudo menjelaskan Bripka Madih yang menggunakan pakaian dinas Polri membawa beberapa kelompok massa sehingga menimbulkan keresahan di Perumahan Premier Estate 2.

Bripka Madih juga mendirikan pos dan pelang, yang mengganggu aktivitas para pengguna jalan lainnya untuk menduduki lahan tersebut.

"Ini tidak dibenarkan soal anggota polisi, dan dia bukan sebagai eksekutorial, tidak punya otoritas seperti itu, tentu ini akan didalami Kabid Propam," ujar Trunoyudo.

Soal Kasus Polisi Peras Polisi, Anggota DPR: Praktik Itu Memang Masih Ada

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyebut praktik memeras memang masih dilakukan oknum di lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Pernyataan ini Arsul sampaikan saat dimintai tanggapan terkait dugaan polisi peras polisi yang terjadi di lingkungan Polda Metro Jaya.

Seorang anggota Provost yang bertugas di Polsek Jatinegara, Polres Jakarta Timur, Bripka Madih, mengaku diperas penyidik saat melapor penyerobotan lahan ke Polda Metro Jaya.

“Yang namanya praktik meminta uang atau memeras, itu sesungguhnya memang masih ada pada oknum polisi kita, bukan kepada lembaga kepolisian secara keseluruhan,” kara Arsul saat ditemui awak media di kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (5/2/2023).

Arsul mengatakan, dalam kondisi demokrasi yang berkembang, masyarakat Indonesia sudah semakin terbuka.

Hal ini tidak saja membuat anggota Polri dituntut bersikap jujur, tapi juga bertindak hati-hati dan logis, terutama dalam penegakan hukum.

Menurut Arsul, persoalan Bripka Madih tidak bisa hanya dilihat secara parsial, melainkan persoalan besar secara umum.

“Ada kasus-kasus, kita saat ini ramai di media polisi peras polisi. Ini kan harus kita lihat tidak hanya pada kasus ini saja,” ujarnya.

Selain kasus dugaan polisi peras polisi, Arsul juga menyoroti adanya penegakan hukum yang kurang hati-hati.

Polisi cenderung menerapkan jiwa setia kawan mereka dalam menangani perkara yang menyandung sesama anggota maupun purnawirawan Polri.

Dalam kasus itu, terdapat kecenderungan polisi membela rekan mereka sehingga proses hukum yang berjalan tidak masuk akal.

“Ada yang penegak hukum yang masih kurang hati-hati, cenderung menerapkan jiwa korsa yang salah, kalau itu berhadapan dengan polisi atau mantan polisi kemudian ada kecenderungan ‘melalukan pembelaan’,” tutur Arsul.

Hal ini misalnya bisa dilihat dari kasus tabrak lari mahasiswi bernama Selvi Amelia Nuraini di Cianjur, Jawa Barat, serta tabrak lari mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Attalah Syahputra, di Jakarta Selatan.

Kedua kasus itu menyedot perhatian publik karena polisi dinilai tidak profesional dan dicurigai melindungi kolega mereka.

Diberitakan sebelumnya, Bripka Madih, seorang anggota Provost yang berdinas di wilayah Polres Metro Jakarta Timur, mengaku diperas rekan seprofesinya sendiri.

Madih mengungkapkan bahwa dia dimintai sejumlah uang oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya, ketika melaporkan peristiwa penyerobotan tanah yang dilakukan pihak pengembang perumahan pada 2011 lalu.

"Saya ingin melaporkan penyerobotan tanah ke Polda Metro Jaya, malah dimintai biaya penyidikan sama oknum penyidik dari Polda Metro," ungkap Madih saat dikonfirmasi, Kamis (2/1/2023).

Tak hanya dimintai sejumlah uang, oknum polisi yang menerima laporan Madih, juga diduga meminta tanah seluas 1.000 meter persegi.

Bahkan, oknum penyidik meminta Madih untuk memberikan tanahnya sebagai bentuk 'hadiah'.

"Dia berucap Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter persegi. Saya sakit dimintai seperti itu," ungkap Madih.

Meski telah bertahun-tahun kasus ini berjalan, hingga kini laporan Madih tak kunjung ditindaklanjuti, sementara tanahnya yang disebut diserobot itu sudah dibangun perumahan oleh pengembang.

Ia pun mengaku bahwa kini dirinya masih ingin memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Terlebih, tanah milik orang tuanya memiliki luas hingga ribuan meter.

"Girik di nomor C 815 seluas 2.954 meter diserobot perusahaan pengembang perumahan. Sementara Girik C 191 seluas 3.600 meter diserobot oknum makelar tanah," pungkas Madih.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil Bripka Madih, Anggota Polisi yang Mengaku Diperas saat Laporkan Kasus Penyerobotan Lahan

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved