Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bitung Sulawesi Utara

Terbukti Bersalah, 2 Terdakwa Kasus Korupsi PDAM Bitung Sulawesi Utara Telah Divonis

Dua tersangka kasus korupsi PDAM Duasudara Bitung telah menerima vonis. Pengacara Mantan Direktur PDAM Bitung akan melakukan banding.

Editor: Isvara Savitri
Handover/Kuasa Hukum Terdakwa
Sidang pledoi kasus dugaan Korupsi di PDAM Bitung di PN Manado 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Terdakwa kasus korupsi hibah air minum tahun 2017 di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Duasudara Bitung, Sulawesi Utara, berinisial RJL atau Raymond telah divonis 10 tahun penjara.

Raymond juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 14 miliar subsider empat tahun, dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan.

Vonis tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Manado pada Selasa (6/12/2022).

Ketua Majelis Hakim adalah Agus Darmanto.

Ia didampingi anggota Munsen Bona Pakpahan dan Syors Mambrasar.

Raymond yang pernah menjadi Direktur PDAM Duasudara ini tak sendiri.

Terdakwa MNL alias Nurcholis divonis empat tahun penjara.

Nurcholis merupakan Mantan Regional Manager 6 Wilayah II PT Sucofindo.

Sementara Nurcholis dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta dengan subsider 1 bulan.

Atas putusan ini, terdakwa Raymond mengajukan banding.

Baca juga: Manado Christmas Fair, yuk Beli Pernik Natal di Pasar Bersehati

Baca juga: Gempa Terkini Sore Ini Minggu 11 Desember 2022, Pusat Guncangan Berada di Laut, Berikut Info BMKG

Terpisah, kuasa hukum Raymond, Soeharto Sulengkampung, mengatakan, putusan hakim harus dihormati, karena itu namanya putusan, tetapi di dalam proses peradilan pidana akan ditempuh beberapa tahapan, termasuk upaya hukum lagi.

“Jadi jangan ada pikiran setelah ada putusan pengadilan itu ditafsir bahwa itu sudah benar, tapi kita harus melihat fakta yang terungkap dalam persidangan,” kata Sulengkampung.

Kata dia, justru karena berharganya suatu putusan itu dilihat dari pola pertimbangan hakim, apakah pertimbangan hakim mempertimbangkan secara obyektif, secara profesional di dalam letak kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka.

“Pada akhirnya hakim tidak hanya bertanggung jawab pada hukum negara dan juga masyarakat, tapi lebih dari pada itu juga bertanggung jawab pada Tuhan,” ucap dia lagi. 

Lanjut Sulengkampung, justru karena suatu putusan itu harus dibarengi dengan pertimbangan yang akurat, teristimewa menyangkut bukti.

Foto Kiri: Sidang Putusan Dugaan Korupsi hibah air minum di PDAM Duasudara Kota Bitung tahun anggaran 2017. Foto Kanan: Soeharto Sulengkampung SH, kuasa hukum terdakwa Raymond
Foto Kiri: Sidang Putusan Dugaan Korupsi hibah air minum di PDAM Duasudara Kota Bitung tahun anggaran 2017. Foto Kanan: Soeharto Sulengkampung SH, kuasa hukum terdakwa Raymond (Handover/Kuasa Hukum Terdakwa)

“Jangan hanya saja melihat kepada keadaan-keadaan pembuktian yang sesuai dengan apa yang jaksa letakkan di dalam dakwaan maupun tuntutan,” ungkapnya.

Kata dia lagi, harus pada kebalikan, sebab itu adalah prinsip untuk menghormati hak asasi rakyat dalam hal ini adalah terdakwa.

“Karena itu, jangan kita membuat suatu berita bahwa seakan-akan menuduh bahwa betul orang ini sudah terbukti bersalah, karena ini putusan belum inkrah,” ucapnya.

“Justru karena itu yang diharapkan karena ini masih ada upaya banding, siapa tahu hakim Pengadilan Tinggi bisa memutuskan lain,” kata dia lagi.

Dia menambahkan, bisa saja dalam banding ada kebalikan, misalnya mengikuti versi penasihat hukum, bisa saja diputus bebas. 

Baca juga: Rekomendasi 17 Ucapan Natal dalam Bahasa Inggris untuk Orang Tua yang Sangat Menyentuh

Baca juga: Polisi Berhasil Tangkap 2 Pencuri di Gereja Manado, Tinggalkan Barang Bukti di Pinggir Jalan

“Apalagi ini perkara korupsi, kadangkala tendensi para hakim yang kelihatannya kalau korupsi itu harus dihukum, padahal semata-mata tidak demikian. Kalau mau menghukum kan harus mempertimbangkan unsur dari pasal itu, dibuktikan secara secara keseluruhan,” ucapnya.

“Misalnya apakah dia merugikan keuangan negara, baik yang dilakukan oleh diri sendiri, orang lain atau korporasi harus dibuktikan berapa besarnya,” ucapnya lagi.

Sulengkampung juga mengomentari uang pengganti terhadap terdakwa.

Kata dia, justru karena itu sangat menyakitkan, dari awal karena berubahnya tentang  pidana  korupsi, khususnya pasal 2 dan pasal 3 yang dahulu merupakan delik formil sekarang menjadi delik materil.

Dia menjelaskan, delik materil harus ada kerugian keuangan negara dan ditentukan siapa yang melakukan itu dan siapa yang hartanya bertambah.

Sidang Pledoi kasus dugaan Korupsi di PDAM Bitung di PN Manado
Sidang Pledoi kasus dugaan Korupsi di PDAM Bitung di PN Manado (Handover/Kuasa Hukum Terdakwa)

Orang bisa dibebaskan kalau negara tidak dirugikan, memperkaya diri sendiri dan tidak diuntungkan, kepentingan masyarakat terlayani.

“Nah di dalam perkara ini kan kelihatannya jadi 9.000 (sembilan ribu) sambungan atau beberapa puluh ribu, penambahan untuk keuangan ini, berkembang banyak sekali, berarti kepentingan masyarakat terlayani. Jangan mengabai hal-hal seperti itu, “ tandas Sulengkampung.(*)

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Mantan Direktur PDAM Bitung Divonis 10 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Banding ke Pengadilan Tinggi.

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved