Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Willy Kumurur

Timnas Belanda di Piala Dunia 2022, Jalan Terjal Menuju Puncak Klasemen

Di Piala Dunia 2022, van Gaal kembali menangani skuad Oranye. Ia optimis bahwa Belanda cukup bagus untuk memenangkan Piala.

AFP/OZAN KOSE
Laga Senegal vs Belanda yang digelar di Stadion Al Thumama, Doha, Qatar, pada Senin (21/11/2022) malam WIB itu berakhir dengan skor 2-0 untuk kemenanga De Oranje. 

Oleh: Willy Kumurur
Penikmat bola, alumni Fakultas Kedokteran Unsrat Manado. 

TATKALA Timnas Belanda mencapai final di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, dunia bola merasa yakin bahwa inilah saat bagi The Orange untuk meraih tropi pertama sebagai juara dunia, juara dengan mahkota.

Seluruh dunia terhentak dan terpukau dengan gaya permainan Johan Cruyff, Johan Neskens, Ruud Krool, Jan Jongbloed di Piala Dunia 1974 yang digelar di Jerman Barat.

Di bawah pimpinan pelatih top mereka, Rinus Michels, Belanda tampil trengginas sejak babak awal.

Sebuah filosofi baru sepakbola dunia lahir dari tangan Michels, total football; sebuah sistem dan gaya permainan yang tak hanya menyihir dunia saat itu, namun melegenda sampai saat ini.

dr Willy Kumurur
dr Willy Kumurur

Postulat Michels tentang sistem total football yang selalu diinjeksikan ke jantung pasukannya, adalah: “Jangan tebas musuhmu dengan pedang jika kalian bisa menggilasnya dengan tank!!!”

Dan setiap lawan yang digilas oleh De Oranje 'menikmati kematiannya' dengan indah.

Dengan aksioma itulah, Belanda berangkat ke final menghadapi Jerman Barat yang dilatih oleh Helmut Schoen dengan jenderal lapangannya yang elegan, Franz Beckenbauer.

Kita kemudian tahu bahwa Jerman Barat-lah yang meraih Piala Dunia 1974, menaklukkan Belanda dan total football.

Baca juga: Janji Luis Enrique, Timnas Spanyol akan Kompetitif saat Hadapi Jerman di Piala Dunia 2022

Namun akibat sistem dan keindahan permainan Belanda, dunia bola mengakui bahwa Belanda-lah juaranya: juara tanpa mahkota.

Tanpa Rinus Michels dan Johan Cruyff, Belanda perkasa memasuki final Piala Dunia 1978 menghadapi tuan rumah Argentina.

Lagi-lagi pasukan oranye takluk. Pencinta keindahan bersedih, sambil bertanya-tanya, “Mestikah keindahan itu kalah dan selalu menjadi pecundang?”

Lama setelah itu Belanda kehilangan tajinya, dan kemudian era keemasannya kembali di tahun 2010, saat Tim Oranye tampil di final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Lawannya adalah Spanyol, yang mengadopsi gaya permainan Belanda.

Ketika melatih FC Barcelona, Johan Cruyff memodifikasi sistem total football menjadi tiki-taka, sebuah gaya yang menghantar Barcelona merajai pentas Eropa dan dunia selama bertahun-tahun.

Baca juga: Pelatih Portugal Pilih tak Tanya soal Manchester United ke Cristiano Ronaldo, CR7 Curhat ke Teman

Pelatih Spanyol Vicente del Bosque, yang memasang 7 pemain Barcelona di skuadnya, memainkan Jabulani, bola resmi Piala Dunia 2010 dengan konsep tiki-taka.

Sampai menit ke-86, skor masih tetap imbang 0-0. Namun Andres Iniesta, jenderal lapangan tengah El Barca, memupus impian tim asuhan Bert van Marwijk.

La Furia Roja-lah yang meraih tropi bergengsi itu. Koran-koran di Belanda memasang headline: Derde Trauma (trauma ketiga).

Di Piala Dunia 2014, van Gaal mendapat kritik pedas dari Johan Cruyff karena van Gaal dianggap mengkhianati filosofi bola Belanda dengan meninggalkan total football.

Van Gaal menggantinya dengan Power Football, sehingga di mata Cruyff permainan Belanda tak berbeda dengan tipe permainan Jerman.

Sang takdir kemudian mempertemukan kembali Spanyol dan Belanda di Piala Dunia 2014, bukan di final, namun di fase grup. Belanda menggerus Spanyol 5-1.

Salah satu media terbesar Belanda Algemeen Dagblad saat itu menjuluki Van Gaal sebagai Van Genius, karena taktik jitunya mengganti kiper Jasper Cillessen dengan Tim Krull untuk mematahkan penalti Kosta Rika.

Sayang sekali, tim asuhan van Gaal itu hanya sampai babak semifinal.

Kini, di Piala Dunia 2022, van Gaal kembali menangani skuad Oranye. Ia optimis bahwa Belanda cukup bagus untuk memenangkan Piala.

“Tim saya sekarang lebih berkualitas dibanding skuad 2014,” ujar van Gaal.

Tim negeri kincir angin itu tampil tidak mengesankan tatkala mengatasi Senegal; filosofi total football tidak tampak di lapangan.

Lawan mereka di fase grup adalah Ekuador yang memiliki pemain bintang dalam diri Enner Valencia.

Ia dua kali menjebol gawang tuan rumah Qatar dalam laga awal usai upacara pembukaan.

“Kemenangan itu baru permulaan bagi kami. Kami perlu menunjukkan bahwa kami mampu melakukannya lagi di pertandingan mendatang melawan Belanda dan Senegal,” kata Gustavo Alfaro, pelatih Ekuador.

Tim berjuluk El Tri itu menempuh 'jalan panjang' untuk bisa masuk Piala Dunia 2022.

Kedua tim akan berlaga nanti malam untuk memperebutkan posisi puncak klasemen grup A. Jalan menuju ke sana sungguh terjal.

Khalifa International Stadium adalah tempat pertempuran kedua tim akan menjadi saksi apakah total football masih menjadi filosofi Tim Oranye?

Apakah Los Amarillos dapat mengulang kehebatan Arab Saudi dan Jepang yang mempermalukan Argentina dan Jerman, dengan mengalahkan Belanda?****

Ikuti berita terbaru dan beragam lainnya DI SINI 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved