Brigadir J Tewas
Usai Putri Candrawathi Cerita Dilecehkan, Ferdy Sambo Justru Berniat Main Bulu Tangkis
Ferdy Sambo mengaku tidak merencanakan pembunuhan Brigadir J, karena pada hari kejadian Brigadir J tewas, ia berniat untuk main bulu tangkis.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejumlah pengakuan Ferdy Sambo terungkap jelang persidangan yang akan digelar pada tanggal 17 Oktober 2022.
Seperti diketahui sebelumnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) lalu.
Ferdy Sambo mengaku emosi dengan Brigadir J yang disebut melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap istrinya Putri Candrawathi.
Baca juga: Perkataan Ferdy Sambo Pada Bharada E: Hajar Chad, Bukan Tembak, Pengacara Minta Icad Jujur

Putri Candrawathi mengaku dilecehkan Brigadir J saat di Magelang.
Hal itu pun diceritakan Putri Candrawathi kepada suaminya Ferdy Sambo.
Tetapi, hal yang tak lazim dilakukan Ferdy Sambo setelah mendengar cerita Putri Candrawathi itu.
Dengan penuh emosional dan menangis karena mendengar laporan istrinya Putri Candrawathi itu, Ferdy Sambo justru hendak menuju lapangan badminton untuk bermain badminton, dan diklaim tidak berniat ke rumah di Duren Tiga untuk membantai Brigadir J.
Hal tersebut diungkapkan eks juru bicara KPK yang menjadi kuasa hukum Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, yakni Febri Diansyah dalam konpers di Jakarta Pusat yang ditayangkan di akun Kompas TV, Rabu (12/10/2022).
Ia menjelaskan ada tiga fase dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan kliennya dengan diotaki Ferdy Sambo.
Dalam fase pertama yang disebut Febri Diansyah adalah fase rangkaian peristiwa, ia memaparkan kronologis pokok peristiwa dan situasi batin Ferdy Sambo sebelum sampai akhirnya pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, terjadi 8 Oktober 2022 lalu.
Anehnya, Febri Diansyah memaparkan bahwa dalam kondisi Ferdy Sambo yang penuh emosional dan menangis karena mendengar laporan istrinya Putri Candrawathi, Ferdy Sambo justru hendak menuju lapangan badminton untuk bermain badminton dan disebut tak berniat ke rumah di Duren Tiga.
Baca juga: Ternyata Kuat Maruf yang Desak Putri Laporkan Brigadir J ke Ferdy Sambo, Sebut Duri Dalam Daging

Menurut Febri Diansyah, saat akan menuju lapangan badminton, Ferdy Sambo yang melewati rumah dinasnya di Duren Tiga beberapa meter, meminta sopirnya memundurkan kendaraannya. Kemudian Ferdy Sambo turun dan meminta klarifikasi ke Brigadir J, hingga akhirnya pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi.
Karena ketidaksengajaan ke rumah di Duren Tiga itu, Febri Diansyah mengklaim tidak ada perencanaan bahwa Ferdy Sambo akan membantai Brigadir J di rumah dinasnya tersebut.
Pernyataan Febri Diansyah ini sangat jelas menunjukkan, bertujuan agar Ferdy Sambo lolos dari dakwaan pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.
"Pada fase pertama kita bisa melihat 3 lokasi. Satu, lokasi di rumah Magelang, peristiwa pada tanggal 4 dan 7 Juli," kata Febri Diansyah.
Menurutnya ada rangkaian peristiwa yang bisa dijelaskan di tanggal 4 dan 7 Juli itu secara detail, tapi nanti akan disampaikan dalam proses persidangan.
"Yang kedua Ibu Putri ditemukan oleh saksi S dalam keadaan tidak berdaya dan setengah pingsan atau nyaris pingsan di depan kamar mandi lantai dua," ujarnya.
Menurutnya di depan kamar Putri Candrawathi ada kamar mandi dan kemudian ada tumpukan kain kotor di dekat kamar mandi tersebut.
"Nanti video akan kami tayangkan untuk memberikan gambaran yang lebih utuh," kata Febri.
Dan kemudian yang ketiga, katanya saksi Kuat Maaruf mendapati tindak tanduk Brigadir J yang mencurigakan.
"Kemudian yang kedua pokok-pokok peristiwa di rumah Saguling di Jakarta. FS emosional mendengar laporan dari Ibu Putri. Jadi ketika Ibu Putri menyampaikan laporan tentang atau informasi terkait dengan apa yang terjadi di Magelang, itu membuat FS atau suami Bu Putri menjadi sangat emosional," kata Febri.
"Dan kemudian FS memanggil RR dan RE secara terpisah di rumah Saguling di lantai 3 tersebut," tambahnya.
Namun pada saat itu, kata Febri Dianyah, Putri Candrawathi sudah masuk ke dalam kamar.
"RR dan RE melihat FS dalam kondisi yang sangat emosional dan bahkan menangis pada saat itu," ujar Febri Diansyah.
Dalam keadaan emosional dan menangis kata Febri Diansyah, Ferdy Sambo justru bersiap menuju lokasi main badminton.
"Kemudian FS bersiap menuju lokasi tempat main badminton. Jadi awalnya rencana FS adalah dari rumah Saguling pergi main badminton," kata Febri Diansyah.
Baca juga: Fakta-fakta Jelang Sidang Kasus Ferdy Sambo, Digelar 17 Oktober Secara Terbuka, Ada 20-30 Jaksa

"Namun kemudian ada lokasi yang ke-3 yaitu di rumah Duren Tiga. Ibu Putri melakukan isolasi di kamar, kemudian FS secara terpisah, secara tiba-tiba menyuruh sopir untuk mundur sesaat setelah melewati Rumah Duren Tiga," kata Febri.
"Jadi pada saat itu niat FS dari rumah di Saguling adalah pergi main badminton, namun ketika FS melihat di depan rumah Duren Tiga, sampai lewat beberapa meter jaraknya, Dia kemudian memerintahkan sopir untuk berhenti. Meskipun tidak ada rencana pada saat itu ke rumah Duren Tiga," klaim Febri Diansyah.
Kemudian, katanya di rumah Duren Tiga, Ferdy Sambo melakukan klarifikasi terhadap J tentang kejadian di Magelang.
"Dan memang ada perintah FS pada saat itu, yang dari berkas yang kami dapatkan, itu perintahnya adalah 'Hajar Chard'. Namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu," kata Febri Diansyah sambil membaca catatannya.
Dari sana kata Febri, Ferdy Sambo kemudian panik dan memerintahkan ajudan untuk memanggil ambulans.
"Kemudian FS menjemput Ibu Putri dari kamar dengan mendekap wajah Putri agar tidak melihat peristiwa dan kemudian memerintahkan RR mengantar bu Putri ke rumah Saguling," katanya.
Semua itu kata Febri Diansyah adalah fase pertama rangkaian peristiwa.
"Setiap peristiwa ini ada pokok pokoknya. Setiap peristiwa ini tentu saja harus diuji nanti dalam proses persidangan. Kami menuangkan ini berdasarkan berkas yang sudah kami dapatkan, berdasarkan bukti-bukti yang diakui secara hukum dalam konteks hukum acara pidana kita yaitu di KUHAP," ujar Febri Diansyah.
Gayus Lumbuun Angkat Bicara
Eks Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan, jarang ada tersangka atau terdakwa mengakui perbuatannya di hadapan penegak hukum, menanggapi sikap Ferdy Sambo yang kini membantah memerintahkan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) untuk menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Baca juga: Sosok Wahyu Iman Santoso Jadi Hakim Ketua Sidang Kasus Pembunuhan Brigadir J, Kekayaannya Disoroti

"Tidak ada tersangka atau terdakwa mengaku jujur dalam prospeknya.
Hampir semua secara umum tidak pernah mengakui perbuatannya dan itu hal yang biasa, manusiawi," kata kata Gayus saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Menurut kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah, kliennya mengaku hanya memerintahkan Bharada Eliezer untuk menghajar dan tidak menembak Brigadir Yosua.
Gayus mengatakan, perubahan keterangan yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa tidak masalah karena dalam sidang pemeriksaan perkara hakim juga mempunyai analisis tersendiri berdasarkan fakta-fakta persidangan mulai dari keterangan saksi, terdakwa, hingga barang bukti.
"Seringkali terdakwa dan saksi mengubah keterangan dan itu tidak masalah.
Tentu hakim akan menggunakan logikanya supaya tidak salah dalam memutus perkara.
Hakim akan memutus perkara dengan logika, selain hukum dan undang-undang," ucap Gayus.
"Nantinya silogisme itu timbul supaya hakim memutus perkara dengan yakin, apakah dengan hukuman mati atau seumur hidup itu hakim sudah punya pegangan," lanjut Gayus.
Sidang para tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J akan dilaksanakan di ruang utama Oemar Seno Adji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022). Sidang juga bakal digelar terbuka untuk umum.
Para tersangka kasus pembunuhan berencana adalah Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Kelimanya disangkakan diduga melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sementara untuk perkara obstruction of justice di penyidikan Brigadir J telah ditetapkan 7 tersangka.
Para tersangka itu adalah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Artikel ini tayang di WartaKotalive.com TribunManado.co.id
Baca Berita Tribun Manado disini: