Tajuk Tamu
Subsidi dan Kompensasi Selisih Harga BBM
Ady M Raksanegara (Perancang Peraturan Perundang-undangan KESDM) Bicara Tentang Subsidi dan Kompensasi Selisih Harga BBM
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rizali Posumah
Oleh: Ady M Raksanegara (Perancang Peraturan Perundang-undangan KESDM)
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Riuh ramai unjuk rasa mahasiswa, buruh dan berbagai kelompok masyarakat lainnya akhir-akhir ini sejak Pemerintah mengumumkan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Harga bensin RON 90 merek Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.
Sedangkan harga BBM solar bersubsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter serta penyesuaian harga jenis BBM non subsidi jenis pertamax series yang berlaku sejak Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB di titik serah untuk setiap liter.
Hal itu ditetapkan dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 218.K/MG.01/MEM.M/ 2022 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan.
Lalu kemudian timbul berbagai spanduk di stasiun pengisian BBM umum (SPBU) yang mana BBM jenis bensin RON 90 dengan merek dagang Pertalite diinformasikan sebagai BBM bersubsidi. Benarkah demikian?
Hal ini banyak menjadi pertanyaan berbagai aparat penegak hukum di berbagai daerah.
Sebelum menjawab hal tersebut, perlu terlebih dahulu memahami definisi dari subsidi.
Subsidi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bantuan uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya yang biasanya dari pihak pemerintah.
Sedangkan subsidi menurut ilmu ekonomi bantuan keuangan atau insentif yang biasanya diberikan oleh pemerintah kepada organisasi, perusahaan, atau individu untuk mendukung kegiatan ekonomi tertentu, atau mempromosikan tujuan sosial dan lingkungan tertentu.
Subsidi memiliki arti suatu beban keuangan yang ditanggung oleh pemerintah dengan tujuan menjaga stabilitas harga atau untuk mendorong daya beli masyarakat atas kegiatan bisnis.
Sesuai regulasi yang mengatur BBM saat ini yakni dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan dan pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 dapat diketahui bahwa jenis BBM yang diberikan subsidi sebagai Jenis BBM Tertentu (JBT) yaitu jenis minyak solar dan minyak tanah (bagi daerah yang belum terkonversi program LPG bersubsidi).
Sedangkan BBM jenis Bensin RON 90 dengan merek dagang Pertalite sesuai Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 termasuk dalam jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang menurut definisi pada regulasi tidak diberikan subsidi.
Pemerintah menetapkan harga dasar dan harga jual eceran BBM.
Harga dasar terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi dan penyimbanan BBM serta margin.
Biaya perolehan menggunakan dasar perhitungan harga indeks pasar dari penyediaan BBM produksi kilang dalam negeri dan impor BBM sampai dengan terminal BBM/depot.
Harga jual eceran JBT berupa Minyak Tanah (kerosene) di titik serah untuk setiap liter merupakan nominal tetap yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Harga jual eceran JBT berupa minyak solar (gas oil) untuk setiap liter dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah PPN dikurangi subsidi dan ditambah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Harga jual eceran JBKP berupa Bensin RON 90 merek Pertalite di titik serah untuk setiap liter dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah biaya pendistribusian serta PPN dan PBBKB.
Dalam hal tertentu, Pemerintah dapat menetapkan harga JBT dan JBKP berbeda dengan perhitungan formula harga dengan mempertimbangan kemampuan keuangan negara, daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi dan sosial.
Subsidi per liter diberikan untuk JBT minyak tanah (kerosene) tanpa PPN dikurangi dengan harga dasar setiap liter JBT, sedangkan untuk minyak solar diberikan subsidi tetap yang mengacu pada besaran subsidi yang ditetapkan dalam APBN yang perubahan besaran subsidi per liternya menjadi kewenangan menteri keuangan dengan mengacu kebijakan Pemerintah.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Audit yang berwenang terdapat kelebihan dan/atau kekurangan penerimaan dari Badan Usaha pnerima penugasan sebagai akibat dari penetapan harga jual eceran BBM, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan pengaturan kelebihan dan/atau kekurangan penerimaannya setelah berkoordinasi dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN.
Hal itu dijabarkan lebih lanjut dengan pengaturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, sebagaimana telah diubah sebagian terakhir dengan PMK Nomor 157/PMK.02/2016 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi Atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dan Tarif Tenaga Listrik.
Dana Kompensasi adalah dana yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada badan usaha atas kekurangan penerimaan badan usaha, akibat selisih antara harga jual eceran JBT dan/atau JBKP yang ditetapkan Pemerintah dengan harga jual eceran JBT, dan/atau JBKP berdasarkan perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut juga sesuai laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas subsidi bahan bakar minyak dan subsidi listrik yang telah diakui sebagai kewajiban oleh Pemerintah.
Kompensasi menurut kamus bahasa Indonesia adalah ganti rugi atau pemberesan piutang.
Pembayaran dana kompensasi atas kekurangan penerimaan badan usaha akibat kebijakan penetapan harga jual eceran BBM yang dimaksud saat ini adalah JBKP berupa bensin RON 90 jenis Pertalite.
Hal mana pembayaran dana kompensasi JBKP seolah sepertinya menjadi identik sama dan tidak berbeda dengan Subsidi BBM JBT jenis minyak tanah dan minyak solar.
Namun demikian, sesuai ketentuan hal tersebut berbeda dari sisi mekanisme secara APBN yang juga diatur dengan UU APBN secara khusus setiap tahunnya terkait jumlah dana subsidi energi yang ditetapkan.
Hal yang dapat disimpulkan dalam hal ini yaitu bahwa alokasi kuota BBM bersubsidi yaitu JBT jenis minyak solar dan minyak tanah dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bensin RON 90 jenis Pertalite menjadi beban keuangan negara.
Dengan demikian penyalahgunaan BBM bersubsidi yaitu JBT jenis minyak solar dan minyak tanah dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bensin RON 90 jenis Pertalite merugikan keuangan negara.
Oleh karena itu masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan JBT jenis minyak solar dan minyak tanah dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bensin RON 90 jenis Pertalite, yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga menjadi tidak tepat sasaran kepada konsumen Pengguna yang berhak.
Lebih lanjut sebagai saran perlu melakukan perubahan berupa revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan dan pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak dengan menambahkan lampiran berupa Rincian Konsumen Pengguna dan Titik Serah Jenis BBM Khusus Penugasan berupa bensin RON 90 jenis Pertalite selain lampiran Rincian Konsumen Pengguna dan Titik Serah Jenis BBM Tertentu jenis minyak tanah dan minyak solar yang bersubsidi.
Hal tersebut amat diperlukan agar penyediaan dan pendistribusian BBM Khusus Penugasan berupa bensin RON 90 jenis Pertalite dapat menjadi lebih tepat sasaran dan tidak disalahgunakan sebagaimana kondisi saat ini di berbagai daerah banyak terjadi. (*)
• Polresta Manado Warning Debt Colector, Kompol Sugeng Wahyudi: Tak Punya Izin Pasti Kami Sikat
• Akhirnya Kamaruddin Minta Maaf Belum Bisa Tuntaskan Kasus Brigadir J, Kecewa dengan Kinerja Polri