Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Problematika Badan Ad Hoc Versus Kompleksitas Pemilu 2024

Problematika Badan Ad Hoc Versus Kompleksitas Pemilu 2024. Oleh: Sriwulan J. C. Suot (Staf PPNPN KPU Kota Manado).

Penulis: Ryo_Noor | Editor: Handhika Dawangi
Istimewa
Sriwulan J. C. Suot. Problematika Badan Ad Hoc Versus Kompleksitas Pemilu 2024. 

Apalagi proses rekrutmen tersebut hanya melampirkan surat keterangan berbadan sehat, dimana surat tersebut bisa diberikan hanya dengan mengetahui berat badan, tinggi badan dan mengukur tekanan darah.

Ini merupakan “pekerjaan rumah” bagi KPU, untuk mencari solusi agar seluruh penyelenggara sampai tingkat KPPS harus berbadan sehat bukan hanya melalui surat keterangan saja, melainkan hasil rill pemeriksaan kesehatan keseluruhan dari rumah sakit yang bekerjasama dengan KPU.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh KPU saat badan ad hoc sudah terseleksi agar supaya anggaran lebih efisien.

Hal lain yang berkaitan dengan beban kerja yang berat para pahlawan demokrasi yaitu adanya putusan uji materi dari Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Maret 2019 terkait pasal 383 ayat 2 Undang-Undang 7 Tahun 2017.

Pada pasal ini menyebutkan bahwa penghitungan suara hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN pada pukul 00.00 hari penghitungan suara tersebut, yang akhirnya diputuskan Mahkamah Konstitusi dengan mengabulkan penambahan waktu 12 jam untuk penghitungan suara.

Putusan tersebut berbunyi “… Hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN (TPS luar negeri) yang bersangkutan pada hari pemungutan suara, dan dalam hal penghitungan suara belum selesai dapat diperpanjang tanpa jeda paling lama 12 (dua belas) jam sejak berakhirnya hari pemungutan suara.”

Putusan ini membawa angin segar bagi para penyelenggara khususnya KPPS sebagai solusi dapat menyelesaikan tugas mereka. Tetapi di lain pihak, hal ini juga merupakan penambahan waktu dalam bekerja.

Sebelumnya, KPPS sudah bekerja beberapa hari sebelum hari pemungutan suara, yaitu menyampaikan surat pemberitahuan tentang hari pemungutan suara kepada seluruh pemilih, mengatur logistik pemilu dan membuat TPS.

Hal-hal tersebut tentunya menguras tenaga, karena pada hari pemungutan suara dengan kompleksitas teknis penyelenggaraan pemungutan suara, KPPS dituntut untuk fokus dan berhati-hati dalam menjalankan tugas di TPS.

Selain itu, KPPS harus memahami aturan-aturan yang ada, bahkan banyak aturan baru yang harus mereka pelajari, agar tidak terjadi kesalahan dalam menjalankan tugasnya.

Untuk mencegah kesalahan pada pelaksanaan tugasnya, KPU Kabupaten/Kota sudah melaksanakan bimbingan teknis (bimtek), tetapi hanya diberikan kepada beberapa KPPS saja, sehingga anggota KPPS yang lain belum memahami, bahkan tidak memahami teknis penyelenggaraan pada hari pemungutan suara.

Berkaca pada pengalaman yang lalu, bimtek hanya dilakukan secara singkat dan terburu-buru, sehingga terindikasi banyak KPPS yang “gagal paham” dengan materi-materi yang disampaikan oleh narasumber.

Pada Pemilu 2019, masa kerja KPPS hanya 1 (satu) bulan saja, yaitu sejak 7 (tujuh) hari sebelum hari pemungutan suara. Sangat tidak efektif dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari, KPPS diharuskan untuk memahami seluruh aturan yang ada, harus menguasai seluruh materi-materi terkait penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara.

Pada saat hari pemungutan suara, setelah pemungutan suara, KPPS dibebankan dengan pengisian formulir model C-KPU yang harus diserahkan kepada para Saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, PPS, KPU Kabupaten/Kota dan harus diumumkan di TPS.

Formulir tersebut harus ditulis dengan tangan, sehingga kerap menjadi bumerang bagi KPPS dengan adanya human error terkait kesalahan menulis angka akibat kelelahan. Kesalahan penulisan pada formulir ini berakibat fatal, yang mana dapat menjerumuskan penyelenggara pemilu ke dalam masalah hukum.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved