Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pembunuhan di Subang

Update Kasus Pembunuhan di Subang, Kubu Danu Sudah Lakukan Hal ini, Yosef Minta Perlindungan Hukum

kuasa hukum suami dan ayah korban Yosef Hidayah, mengatakan, pihak keluarga hingga saat ini masih terus mempertanyakan perkembangan kasus tersebut. 

Editor: Indry Panigoro
Kolasetribunmanado/tribunnews
saksi-saksi pembunuhan di Subang 

Mengenai hal ini, Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Maliala beranggapan justru lebih baik polisi belum merilis tersangka, daripada polisi menetapkan tersangka karena diburu dan dipaksa. 

"Itu bahaya juga," kata Adrianus dikutip dari tayangan Buser yang diunggah di channel youtube Liputan 9, Jumat (27/5/2022).  

Menurut Adrianus, kasus ini menarik karena korban dan kemungkinan pelaku bukan orang lain. 

Bukan tanpa alasan Adrianus berpendapat demikian, karena menurutnya korban memiliki lingkungan pergaulan yang sebetulnya kecil, bukan pejabat, pengusaha besarserta bukan orang yang memiliki social hitam.

"Dengan kata lain, lingkungan pergaulannya terbatas. Dapat diduga pelaku pun orang-orang di sekitar korban saja," katanya.

Fakta lain yang memperkuat dugaan ini karena pelaku leluasa melakukan aksinya. 

"Pelaku menguasai betul situasi, kemungkinan pernah kesini. Kemungkinan dikenal korban juga sehingga dia sangat familier. Dia tahu di kanan kiri depan sangat sepi sehingga beranggapan tidak ada orang yang akan mendengar walaupun ada teriakan," ujar Adrianus. 

Menurut Adrianus, waktu enam jam yang dipakai pelaku memungkinkan dia bisa melakukan banyak hal dalam rangka menghilangkan jejak barang bukti. 

Dari keleluasaan itu sangat memungkinkan juga jika ada dugaan korban sempat dibawa dengan mobil lalu masuk lagi. 

Lalu kenapa kalau korban bukan orang lain, polisi kesulitan menemukan link antara korban dan pelaku?

Menurut Adrianus, kondisi ini justru yang membuat menarik kasus ini. 

Karena biasanya kesulitan itu dialami ketika pelakunya random seperti orang yang kebetulan lewat atau musuh korban. 

"Tapi di sini korban hanya ibu rumah tangga baik-baik yang sederhana. Demikian juga anaknya juga tidak memiliki pergaulan yang luas sehingga bisa dipastikan pelaku bukan orang jauh-jauh sebetulnya," katanya.

Kalau sampai sekarang polisi belum menemukan tersangka, Adrianus menduga penyebabnya karena kualitas pemeriksaan dokter forensik dalam rangka memperkirakan penyebab kematian, kapan dan hal lain yang tidak baik sehingga korban harus diotopsi ulang. 

Bahkan, otopsi kedua ini menganulir pendapat dari otopsi pertama. 

"Itu saja bisa memperlambat lho, tadinya polisi berkesimpulan A, gara-gara kesimpulan matinya ternyata, terpaksa berubah," katanya. 

Selain itu, saat pertama polisi datang ke TKP juga penanganannya agak jorok.

"Yang datang siapa saja, semaunya, megang-megang, masuk, ngacak-ngacak sehingga tIdak jelas mana jejak pembunuh dan jejak polisi," katanya. 

Mungkinkan pelaku seorang profesional? 

Menurut Adrianus di kasus ini bisa saja tidak dilakukan oleh profesional.  

Profesional dapat ditutupi dengan perencanaan yang matang, sekaligus punya waktu yang panjang dan waktu mengenal situasi sehingga dia bisa berbuat sepeti seorang profesional.

"Dia tidak pernah membunuh dan tidak punya riwayat itu, tapi karena merencanakan secara matang, apalagi mengenal lokasi, kenal korban, dan punya waktu yang cukup untuk melakukan sesuatu, sehingga itu bisa berbuat seperti laiknya profesional," tandasnya. 

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id 

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved